Masyarakat Demo Tuntut Nyamuk Wolbachia Disetop, Bappenas Bakal Diskusi ke Presiden Jokowi
Banyak masyarakat yang mempertanyakan keberhasilan program nyamuk Wolbachia
Banyak masyarakat yang mempertanyakan keberhasilan program nyamuk Wolbachia
Sejumlah elemen masyarakat menyampaikan aspirasi di Gedung Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Jalan Taman Suropati, Menteng, Jakarta Pusat, pada Kamis (30/11).
Massa menolak penyebaran jutaan nyamuk Wolbachia di Indonesia karena dianggap menimbulkan masalah baru di masyarakat.
"Ini kayak semacam grasa-grusu. Ini harus dilakukan dengan lain-lain yang telah ditetapkan," kata Praktisi Ketenagakerjaan, Dr. Kun Wardana Abyoto di lokasi.
Menurut Wardana, pemerintah harusnya melakukan manajemen resistensi terkait dampak jangka panjang dari nyamuk tersebut. Dia menjelaskan, studi di Yogyakarta belum cukup untuk membuktikan keamanan nyamuk Wolbachia. Perlu ada studi menyeluruh di wilayah lain, seperti, Jakarta Barat, Bandung, Semarang, Kupang dan Bontang.
"Harus lakukan manajemen resistensi nasional. Kita harus lihat apa risikonya, apakah si nyamuk bisa semakin resisten dan bermutasi menjadi tidak terkendali? Harus dilihat secara jangka panjangnya," jelasnya.
Wardana mencontohkan, studi kasus Singapura yang sempat menerapkan metode nyamuk wolbachia. Singapura memutuskan keluar dari kelompok negara-negara yang melakukan uji coba nyamuk Wolbachia karena munculnya dampak ekologi. Misalnya, jumlah kutu busuk yang meningkat dan kurangnya pendanaan.
"Nyamuk itu disebar 2016, di tahun 2020 kasus DBD meningkat sangat tajam bahkan dalam sepanjang sejarah DBD di Singapura. Sekarang ada 50 cluster aktif DBD. Lalu uji coba tidak diteruskan," tutur Kun.
Presiden ASPEK Indonesia Mirah Sumirat menyayangkan pemerintah menerapkan program nyamuk Wolbachia. Sebab, anggaran yang dibutuhkan untuk program pengentasan kasus DBD tersebut sangat besar.
"Situasi ekonomi dalam hal ini sedang lemah. Sayang sekali jika anggaran yang luar biasa ini diberikan kepada suatu hal yang tidak bermanfaat atau mubazir," jelasnya.
"Logika akal sehat kita seakan-akan di balik, kenapa harus impor nyamuk? Ini kan aneh," sambung Mirah.
Di sekitar lokasi aksi, spanduk bertebaran "Nyamuk Wolbachia Mesin Pembunuh Rakyat". Beragam spanduk lainnya juga dibawa oleh masyarakat, di antaranya bertulis "Kedaulatan Kesehatan Rakyat No.1 Di Atas Kepentingan Apapun."
Staf Khusus Menteri PPN/Kepala Bappenas, Kemal Taruc mengatakan pihaknya membuka komunikasi kepada Kemenkes untuk memperjelas masalah tersebut dan mengklarifikasi masyarakat.
"Jadi kesepakatan dari yang terlibat (masyarakat) ini perlu didengar dan kemudian mereka (Kemenkes) bertanggung jawab," tuturnya.
Kemal menyebut, pihaknya akan segera menjalankan peran sebagai fasilitator. Bappenas akan memberikan rekomendasi-rekomendasi kepada Kemenkes untuk dapat mempertimbangkan program ini lebih lanjut.
merdeka,com
Berkaca dari penyebaran nyamuk Wolbachia di Bali yang tidak dilanjutkan, Kemal optimis program ini bisa dihentikan. Kendati demikian, kebijakan di Bali bukan berasal dari Kemenkes.
"Ya tapi enggak apa-apa, yang penting berhenti. Kalau ada orang yang enggak mau ya jangan dipaksa. Tapi kan ada pihak otoritas lebih tinggi membuat itu berhenti, ya cukup dong. Enggak perlu Kemenkes yang menghentikan, kita potong ke yang lebih berwenang lagi," tegasnya.
Dia menegaskan penyebaran nyamuk Wolbachia harus dipertimbangkan secara matang, baik risiko maupun dampak yang akan dihadapi.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melalui Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi mengatakan, pemerintah baru menebarkan nyamuk wolbachia ke tiga kota. Rinciannya, Kota Semarang, Kota Bontang, dan Kota Kupang.
“Baru 3 (kota). Peluncuran baru di Semarang, Bontang, dan Kupang. Ini juga bertahap penyebarannya,” kata Nadia kepada merdeka.com, Kamis (23/11).
Sebelumnya, uji coba penyebaran nyamuk berwolbachia telah dilakukan di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul pada 2022. Hasilnya, di lokasi yang telah disebar wolbachia terbukti mampu menekan kasus demam berdarah hingga 77 persen, dan menurunkan proporsi dirawat di rumah sakit sebesar 86 persen.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengakui Pemilu 2024 menimbulkan adanya gesekan perbedaan pilihan di masyarakat.
Baca SelengkapnyaKetua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan.
Baca SelengkapnyaPresiden Joko Widodo atau Jokowi menyoroti kurangnya pohon dan banyaknya kendaraan di DKI Jakarta.
Baca SelengkapnyaAcara yang diikuti oleh lebih dari 43.000 peserta dari 150 negara, peserta turut tinggal di tenda-tenda perkemahan.
Baca SelengkapnyaKepala Basarnas Marsekal Muda TNI Henri Alfiandi diduga menerima suap Rp88,3 miliar.
Baca SelengkapnyaMengacu Undang Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan, WNA juga dapat menerima tanda kehormatan itu.
Baca SelengkapnyaPresiden Joko Widodo (Jokowi) buka suara terkait pernyataan mantan Ketua KPK Agus Rahardjo yang diminta di untuk memberhentikan kasus e-KTP.
Baca SelengkapnyaSekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan, Presiden Joko Widodo (Jokowi), sudah diberi tahu tentang keputusan parpolnya mengusung Ganjar Pranowo dan Mahfud MD.
Baca SelengkapnyaWali Kota Soko Gibran Rakabuming Raka sudah mengajukan izin kepada Presiden Jokowi untuk maju Pilpres.
Baca Selengkapnya