Bukan Susu, Tapi Santan! Tren Coconut Latte Bikin Warga China Gandrungi Kopi ala Indonesia
Kopi santan, minuman unik perpaduan kopi dan santan, tengah naik daun di China. Rasanya yang creamy dan gurih menarik banyak penikmat kopi.

Sejak tahun 2022, tren minuman berbahan dasar kelapa mulai merebak di Tiongkok. Salah satu minuman yang sukses mencuri perhatian masyarakat adalah Coconut Latte—kopi yang tidak menggunakan susu, melainkan santan sebagai pengganti. Inovasi ini dipopulerkan oleh Luckin Coffee, jaringan kedai kopi terbesar di China, dan ternyata menjadi hits besar hingga kini.
“Coconut Latte dari Luckin ini bikin kejutan. Banyak orang suka karena santan bisa mengurangi rasa pahit kopi dan memberi cita rasa gurih yang unik,” kata Zhou Weiming, SVP Luckin Coffee, dalam sebuah forum tahun lalu. Tidak heran jika sejak peluncurannya pada April 2021, Coconut Latte berhasil terjual lebih dari 100 juta cangkir hanya dalam tahun pertamanya.
Kelapa Banggai Jadi Kunci Sukses

Menariknya, santan untuk Coconut Latte ini ternyata berasal dari Indonesia—tepatnya dari Kepulauan Banggai, Sulawesi Tengah. Luckin Coffee bahkan menandatangani perjanjian kerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Kepulauan Banggai pada Maret 2025. Pulau-pulau penghasil kelapa di sana kini disebut sebagai “Luckin Exclusive Coconut Island.”
“Kelapa berkualitas tinggi dari Kepulauan Banggai akan memperkuat rantai pasokan kami,” ujar Li Shan, Direktur Senior Pusat Rantai Pasokan Luckin Coffee, dikutip dari Global Times (16/5/2025). Dalam kontraknya, Luckin akan menerima sekitar 1 juta ton kelapa selama lima tahun ke depan, khusus untuk pembuatan santan premium mereka.
Tren Kopi Santan, Bukan Sekadar Gimmick

Ternyata, Luckin bukan satu-satunya brand yang melihat potensi santan. Pada 2020, berbagai merek minuman ternama di China seperti HeyTea, Nayuki, dan LELECHA juga sudah bereksperimen dengan minuman berbasis kelapa. Berdasarkan data dari platform informasi minuman Kamen, pada 2022 sebanyak 37 dari 40 brand minuman baru di China sudah punya menu dengan bahan dasar kelapa.
Laporan gabungan dari Meituan dan Kamen bahkan mencatat lonjakan sebesar 66% dalam jumlah toko minuman bertema kelapa sepanjang 2022. Permintaan terhadap kelapa pun meningkat drastis, terutama untuk kebutuhan santan dan air kelapa dalam industri makanan dan minuman.
Cita Rasa yang Cocok dengan Lidah China
Salah satu alasan kenapa santan begitu disukai oleh konsumen China adalah karena teksturnya yang creamy dan rasanya yang gurih lembut. Hal ini cocok dengan lidah masyarakat China yang sebagian besar tidak terlalu menyukai rasa pahit dari kopi hitam atau espresso.
“Banyak konsumen di China dulunya adalah penggemar bubble tea saat masih mahasiswa. Saat mulai bekerja, mereka beralih ke kopi, tapi tetap mencari rasa creamy seperti dulu. Coconut Latte menjawab kebutuhan itu,” jelas Zhou Weiming dari Luckin. Selain Thailand dan Vietnam, Indonesia kini menjadi sumber baru yang sangat penting dalam pasokan santan untuk pasar China.
Dampak untuk Indonesia: Petani Senang, Pasar Dalam Negeri Menjerit?
Namun, ada dampak nyata di dalam negeri dari tren ini. Menurut Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan (Zulhas), ekspor kelapa bulat ke China telah menyebabkan kelangkaan kelapa di pasar lokal. “Sekarang orang di Tiongkok minum kopi bukan pakai susu, tapi pakai santan kelapa,” ujar Zulhas saat membuka pameran World of Coffee Jakarta 2025, Kamis, 15 Mei 2025.
Meski begitu, Zulhas menegaskan tidak ada rencana menghentikan ekspor, karena harga jual kelapa di tingkat petani saat ini sedang tinggi. “Petani lagi untung banyak sekarang. Baguslah untuk petani,” katanya. Solusinya? Tanam lebih banyak pohon kelapa. Pemerintah kini mendorong peningkatan produksi agar kebutuhan ekspor dan dalam negeri bisa sama-sama terpenuhi.
Indonesia, Kekuatan Baru di Peta Kopi Dunia

Menariknya, tren kopi santan ini datang di saat yang pas. Indonesia sedang gencar mendorong pertumbuhan industri kopinya agar bisa mengalahkan Vietnam sebagai produsen kopi terbesar kedua di dunia. Saat ini Indonesia berada di peringkat keempat. “Indonesia punya 54 Indikasi Geografis (IG) untuk kopi, dari Gayo sampai Toraja. Kopi bukan sekadar komoditas, tapi bagian dari kehidupan masyarakat kita,” ungkap Zulhas.
Dengan hadirnya World of Coffee (WOC) Jakarta 2025 dan kolaborasi ekspor kelapa ke China, Indonesia memiliki peluang besar untuk menggabungkan dua kekuatan lokal: kopi dan kelapa. Kombinasi ini bisa jadi keunggulan baru yang membawa nama Indonesia semakin harum di panggung global.
Santan: Bintang Baru di Cangkir Kopi
Coconut Latte bukan cuma tren, tapi mencerminkan bagaimana selera global sedang bergeser ke bahan alami dan non-dairy. Di tengah meningkatnya gaya hidup sehat dan intoleransi laktosa, santan menjadi alternatif ideal. Selain creamy dan gurih, santan juga lebih ramah bagi mereka yang vegan atau punya alergi susu.
Neo, co-founder BoredCoco, salah satu pemasok kelapa terbesar di China, menyebutkan bahwa kelapa adalah “anugerah yang terus memberi.” Menurutnya, pohon kelapa bisa dipanen selama lebih dari 60 tahun, dan menghasilkan berbagai produk: dari air, daging, santan, hingga minyak.
Peluang Emas dari Secangkir Coconut Latte

Di balik segelas Coconut Latte, ada cerita tentang tren, inovasi, hingga diplomasi dagang. Dari strategi pemasaran cerdas Luckin Coffee, selera pasar Tiongkok yang berubah, hingga peran penting Indonesia sebagai pemasok bahan baku utama—semua menyatu dalam minuman yang tampak sederhana ini.
Tren ini memberi angin segar bagi petani dan pelaku usaha lokal. Tapi tantangannya juga nyata: bagaimana menyeimbangkan antara permintaan ekspor dan kebutuhan dalam negeri? Satu hal yang pasti, secangkir Coconut Latte bukan sekadar kopi. Ia adalah simbol baru dari kolaborasi lintas negara yang menggugah selera dunia.