19 Juli 2019: Wafatnya Arswendo Atmowiloto, Jurnalis dan Penulis Ternama Indonesia
Kisah hidupnya penuh warna. Punya setumpuk karya dan juga kontroversi.
Kisah hidupnya penuh warna. Punya setumpuk karya dan juga kontroversi.
Arswendo meninggal dunia pada sore hari, 19 Juli di rumahnya di Jakarta Selatan dan dikebumikan di San Diego Hills, Karawang. Berikut ulasannya yang dirangkum dari Wikipedia dan KapanLagi.com.
Arswendo kuliah di fakultas bahasa dan sastra IKIP Solo, namun tidak tamat. Setelahnya, ia bekerja serabutan di pabrik bihun dan pabrik susu. Ia juga pernah menjadi penjaga sepeda dan menjadi pemungut bola.
Tahun 1972, ia menjadi pemimpin bengkel sastra Pusat Kesenian Jawa Tengah di Solo. Lalu pada 1974, ia menjadi konsultan rumah penerbit Subentra Citra Media. Pada era 1970-an ini, dirinya juga menulis kisah Keluarga Cemara, cerita populer tentang keluarga kecil yang hidup jauh dari ibu kota yang diadaptasi menjadi sinetron dan film sukses Indonesia. Arswendo Atmowiloto juga pernah mengikuti International Writing Program di Universitas Iowa, Amerika Serikat.
Arswendo menulis novel yang diadaptasi dari film Serangan Fajar dan Pengkhianatan G30S/PKI pada 1980-an. Pada 1986, Arswendo menjadi pemimpin redaksi majalah Monitor, sebelum bergabung dengan dewan redaksi majalah Senang tahun 1988. Majalah Monitor awalnya merupakan surat kabar, namun diubah oleh Arswendo menjadi tabloid yang mengulas film, televisi, dan hiburan. Dalam satu edisi tahun 1990, Tempo menyebut Arswendo sebagai "penulis Indonesia yang paling produktif".
Arswendo Atmowiloto dipenjara dalam kurun tahun 1990-1993. Pemicunya adalah sebuah jajak pendapat yang dimuat dalam majalah Monitor yang dipimpinnya. Berikut kisahnya.
Tak ayal, peringkat ini menuai kritik dari para tokoh Muslim. Massa yang marah berdatangan ke kantor Monitor pada 17 Oktober, dua hari setelah daftar tersebut dirilis. Pasca insiden ini, Arswendo meminta maaf secara terbuka melalui siaran televisi pada 19 Oktober. Ia meminta maaf kepada para pemirsa dan pembaca lantaran menerbitkan hasil jajak pendapat "tanpa penyuntingan".
Keesokan harinya, unjuk rasa pecah di Jakarta dan Bandung. Staf Monitor mulai menyelamatkan arsip dan dokumen tabloid pada malam 21 Oktober. Monitor edisi 22 Oktober memuat pernyataan maaf. Pada 22 Oktober, sejumlah kelompok pemuda Muslim berunjuk rasa di jalanan dan merusak kantor penerbit.
Arswendo secara resmi ditahan polisi pada 26 Oktober 1990. Pada April 1991, Arswendo dituduh melakukan subversi dan dihukum lima tahun penjara. Pengadilan menyatakan Arswendo seharusnya menyunting hasil kuis untuk mencegah provokasi terhadap pembaca yang masih muda. Dilaporkan oleh Tempo, persidangannya menjadi salah satu yang paling ketat pengamanannya dalam sejarah Indonesia. Ada sekitar 1.000 personel dikerahkan untuk mengamankan jalannya sidang ini.
Meski dipenjara, Arswendo tetap giat menulis sejumlah karya sastra. Arswendo menghasilkan tujuh buah novel, puluhan artikel, tiga naskah skenario dan sejumlah cerita bersambung. Sebagian dikirimkannya ke berbagai surat kabar dengan menggunakan alamat dan identitas palsu.
Dirinya pun kembali menggeluti dunia sastra dan jurnalisme. Ia menjadi pemimpin redaksi tabloid Bintang Indonesia selama tiga tahun, kemudian mendirikan perusahaan medianya sendiri, PT Atmo Bismo Sangotrah pada 1998. Pada Juni 2019, keluarganya mengungkapkan pada awak media bahwa Arswendo telah mengidap kanker prostat sejak dua bulan yang lalu. Arswendo meninggal dunia pada 19 Juli di rumahnya pada usia 70 tahun.
Setelah melakukan pelacakan terhadap ratusan jejak kaki ini, ilmuwan mengungkap pemilik jejak kaki ini.
Baca SelengkapnyaPatung penjaga arwah yang ikut dimakamkan bersama jenazah memiliki "tugas" khusus.
Baca SelengkapnyaTumbuh di lingkup keluarga yang kental dengan agama, sosok ini mengenyam pendidikan di pondok pesantren.
Baca SelengkapnyaRohana Kudus menjadi jurnalis perempuan pertama Indonesia yang tercatat dalam sejarah. Seperti apa kiprahnya?
Baca SelengkapnyaPernyataan ini begitu kontroversial di saat pertemuan membahas iklim
Baca SelengkapnyaPeradaban Mesir kuno terkenal dengan mumi-mumi mereka. Namun ternyata, mumi tertua bukan berasal dari Mesir.
Baca SelengkapnyaPara ilmuwan terus mengungkap misteri tentang nenek moyang terakhir yang menghubungkan manusia dengan kera.
Baca SelengkapnyaAlasan karyawan di zaman Mesir kuno bolos kerja unik-unik.
Baca SelengkapnyaBeberapa bagian benua ini ada di Indonesia, tersembunyi di bawah hutan.
Baca Selengkapnya