Perajin Batik Tulis Khas Bayat Klaten Ini Bawa Misi Ramah Lingkungan
Di balik motif dan warnanya yang indah, terselip misi penyelamatan lingkungan dari sehelai batik tulis khas Bayat, Klaten.
Di balik motif dan warnanya yang indah, terselip misi penyelamatan lingkungan dari sehelai batik tulis khas Bayat, Klaten.
Batik khas Ngembel, Desa Kebon, Kecamatan Bayat, Klaten, terpantau unik dan berbeda dari yang lain.
Setiap helai batiknya menggunakan warna alami dari tumbuhan, dengan motif yang juga dekat dengan lingkungan yakni aneka ragam hayati.
Bukan tanpa alasan batik dengan brand Kebon Indah ini memakai warna dan motif dari alam. Usut punya usut, ini sesuai dengan misi yang dibawa yakni penyelamatan lingkungan.
“Jadi motifnya ini dilihat dari lingkungan sekitar, ada yang ke sawah lihat burung gitu dijadikan batik,” terang Dalmini yang juga sebagai ketua kelompok usaha batik tulis Kebon Indah, kepada Merdeka.com beberapa waktu lalu.
Disampaikan Dalmini, usaha batik yang ia kelola bersama 75 orang warga desa sekitar tak sekedar merawat warisan nenek moyang.
Tetapi dirinya juga ingin turut menjaga kelestarian alam sebagai tempat hidup dari manusia.
Ia bersama warga puluhan perajin di sana kemudian sepakat untuk mengenalkan motif dedaunan, potensi alam sampai hewan-hewan di lingkungan sekitar sebagai sebuah branding.
“Jadi kami membatik tidak berpikir panjang dan sesuai apa yang dilihat di kebun sebagai inspirai dari keindahan alam, ada ranting, ada daun, buah, binatang,” katanya
Batik yang diproduksi di sini menggunakan warna dari hasil alami. Dalmini mengatakan, seluruh unsur tumbuhan bisa digunakan sebagai pemberi warna non kimia, seperti kulit kayu, ranting, daun sampai kulit buah.
Walau tidak memakai bahan kimia dengan warna yang cerah, namun pewarna dari tumbuhan ini diklaim sama awetnya dan tentunya ramah lingkungan.
“Memilih warna alam itu pilihan kami karena ingin ikut melestarikan lingkungan, karena warna kimia biasanya berdampak langsung ke air yang digunakan,” terangnya
Dalmini menekankan pentingnya memakai pewarna alam dalam produk batiknya. Menurut dia, jika proses produksi memakai pewarna alami, tidak ada sisa limbah yang terbuang.
Pun jika air yang terbuang, akan aman bagi tanah dan saluran irigasi karena tidak merusak tumbuhan. Dari sini, pihaknya juga bisa mendapat benefit yang berkelanjutan.
“Sisa daun-daunnya tidak terbuang karena bisa diolah menjadi pupuk, kayunya kami pakai untuk bahan bakar perebusan warna, dan abunya masih bisa dipakai sebagai bahan pupuk organik,” terangnya.
Warna alam yang sebelumnya dikesampingkan rupanya memiliki hasil yang indah. Warnahnya tidak mencolok, namun meneduhkan.
Dalmini menyebut proses pembuatan batik berwarna alam lebih lama dan membutuhkan proses yang berulang-ulang sampai hasilnya maksimal.
Biasanya, warga mengerjakan batik diselingi kegiatan perekonomian lainnya seperti bertani.
“Untuk prosesnya pertama kain putih dipotong sesuai selera, kemudian dicuci bersih dan dikeringkan setelahnya digambar pakai pensil. Selanjutnya kain dicanting dan diberi warna, terus berulang hingga 25 kali celupan,” kata Dalmini.
Dengan memakai pewarna alami dari tumbuhan, satu kain batik bisa diselesaikan Dalmini dan ibu-ibu sekitar hingga satu bulan. Sampai sekarang banyak produk batik tulis yang diminati pangsa pasar seperti, kain, baju, topi, dompet dan lain sebagainya.
Usaha ia bersama puluhan warga di sana dalam mengembangkan batik tulis ini turut dibantu oleh bank BRI.
Dalmini mengatakan bahwa dirinya meminjam pemodalan di BRI melalui Kupedes.
Selain itu, BRI juga membantu digitalisasi melalui pelatihan penjualan di media sosial termasuk pembayaran cashless oleh kalangan konsumen melalui QRIS.
“Awalnya kami itu takut untuk bergabung dengan BRI, namun mantrinya datang dan menawari permodalan. Akhirnya karena KUR dan pinjaman itu biayanya ringan, akhirnya warga di sini memakai pemodalan BRI. Kalau saya pakainya Kupedes senilai Rp50 juta yang juga untuk tambahan modal ini,” tambahnya.
KUR sendiri merupakan Kredit Usaha Rakyat untuk pembiayaan modal kerja, termasuk investasi. Dalam laman resmi BRI disebutkan bahwa KUR ini termasuk investasi kepada individu di skala UMKM, Badan Usaha maupun Kelompok Usaha yang produktif.
Sementara itu, Kupedes merupakan Kredit Usaha Pedesaan dengan bunga bersaing yang bersifat umum untuk semua sektor ekonomi, ditunjukan untuk individual melalui badan usaha maupun perseorangan dengan plafon hingga Rp100 juta.
Batik tulis khas Bayat itu unik karena memakai pewarna alami. Pelaku usahanya juga memiliki misi pelestarian lingkungan.
Baca SelengkapnyaBatik jadi salah satu kekayaan budaya khas Kabupaten Kuningan yang masih jarang diketahui
Baca SelengkapnyaBatik ini punya motif otentik khas Jakarta, mulai dari buah sampai kesenian.
Baca SelengkapnyaGradasi warna dengan motif yang indah membuat batik ciprat ini jadi UMKM unggulan di Desa Kemduo
Baca SelengkapnyaDengan motifnya yang segar dan kekinian, batik kembang mayang khas Tangerang cocok untuk referensi busana lebaran Anda
Baca SelengkapnyaDi Jawa, wahyu temurun bisa dimaknai petunjuk dari Allah yang berkaitan dengan pangkat atau kedudukan.
Baca SelengkapnyaDalam selembar batik khas Ciwaringin terdapat perjuangan rakyat melawan penjajahan.
Baca SelengkapnyaPengguna batik ini diharapkan bisa mengagumi keindahan alam Priangan Timur.
Baca SelengkapnyaProduk kerajinan batik kayu di Krebet telah menjangkau pasar nasional maupun internasional
Baca Selengkapnya