
Jejak Makam Mewah Bersejarah di Blitar, Banyak Batu Marmer Hilang Kini Lokasinya Jadi Sawah
Hingga kini masih ada keluarga yang berziarah di kompleks makam ini
Hingga kini masih ada keluarga yang berziarah di kompleks makam ini
Kompleks permakaman Belanda di Kecamatan Wlingi, Kabupaten Blitar, Jawa Timur nasibnya miris. Di masa lalu, permakaman ini dikenal sebagai kompleks makam mewah. Hal ini tampak dari bangunan makam meneer dan noni Belanda yang dilengkapi dengan nisan batu marmer.
(Foto: TikTok eltha.story)
Selain makam para meneer dan noni Belanda, di sini juga ada makam terduga anggota PKI yang dibunuh secara kejam. Tak hanya itu, ada pula beberapa makam warga lokal Wlingi. Mengutip TikTok @eltha.story, tidak diketahui pasti kapan pertama kali jenazah dikebumikan di kompleks makam tersebut.
Saat ini, kompleks makam Belanda ini sudah tidak terawat. Bahkan, lahan di sekelilingnya dijadikan sawah oleh warga sekitar.
Tidak ada informasi jelas siapa saja sosok yang dikebumikan di sini. Apalagi nisan-nisan terbuat dari batu marmer bertuliskan nama-nama jenazah banyak hilang dicuri orang.
(Foto: TikTok eltha.story)
Pada 1830, Pangeran Diponegoro ditangkap lalu dibuang ke Manado. Penangkapan itu menyebabkan para pendukung setianya bubar dan melarikan diri ke arah barat/timur. Guna mengelabui penjajah Belanda, mereka menyamar sebagai petani, pedagang, pendakwah, dan lain sebagainya.
Prajurit Pangeran Diponegoro yang melarikan diri ke arah timur adalan Ki Ageng Pandan Rowo dan Ki Tugusari. Keduanya sampai di sebelah timur Sungai Lekso Kabupaten Blitar yang dulunya masih berwujud hutan belantara.
Setelah mendapatkan izin Kanjeng Bupati Blitar, Ki Ageng Pandan Rowo dan Ki Tugusari membabat hutan. Mereka dibantu rakyat yang ingin ikut menempati apabila nanti menjadi ladang dan hunian. Kebetulan di bagian utara hutan banyak tumbuh rumput Wlingen, sementara di bagian tenggara dan selatan banyak ditumbuhi pohon nangka. Atas dasar banyaknya rumput tersebut maka lahan yang baru dibuka itu diberi nama Desa Wlingi oleh Ki Ageng Pandan Rowo.
Mengutip laman resmi Pemkab Blitar, Ki Tugusari bersama warga membangun jalan, sawah/ladang, sungai dan parit. Sungai yang dibuat di bagian timur dikenal dengan Sungai Dawuhan. Sedangkan bagian barat dinamai Sungai Lekso. Mayoritas warga di daerah tersebut berprofesi sebagai petani. Daerah itu kemudian diberi nama Wlingi Krida Martani.
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Lengkap dengan penanda nisan seperti makam baru, namun gundukan tanah misterius itu berada bukan di kompleks pemakaman.
Baca SelengkapnyaPemkab Bogor mengaku hanya bertugas mendata. Sementara pengalihan warga terdampak ataupun lokasi dan jalan yang terimbas itu kewenangannya Pemprov Jabar.
Baca SelengkapnyaCak Imin menyinggung keberpihakan menyikapi pembatalan acara Anies oleh Bey Machmudin.
Baca SelengkapnyaLokomotif E1060 ini mampu menarik rangkaian gerbong sebanyak 40 unit dengan muatan kurang lebih 130 ton dalam sekali perjalanan.
Baca SelengkapnyaPenolakan itu disampaikan majelis hakim MK dalam sidang digelar hari ini.
Baca SelengkapnyaSalah satu jembatan ikonik di Kabupaten Lumajang sempat hancur diterjang banjir lahar Semeru. Tak butuh waktu lama, jembatan tersebut berubah menawan.
Baca SelengkapnyaMereka mengangkat cerita tentang hal-hal yang bisa menciptakan rasa aman dan nyaman di lingkungan warga.
Baca Selengkapnya