6 Jenis Gangguan pada Indra Penciuman, Ketahui Penyebab dan Gejalanya
Setiap gangguan memiliki gejala dan penyebab yang berbeda, namun semua mempengaruhi bagaimana otak memproses bau yang ditangkap oleh hidung.
Gangguan pada indra penciuman adalah kondisi medis yang dapat memengaruhi kemampuan seseorang untuk mengenali dan merasakan bau. Penciuman merupakan salah satu indra penting yang berperan dalam berbagai aspek kehidupan sehari-hari, seperti menikmati makanan, mendeteksi bahaya, dan merasakan lingkungan sekitar. Ketika indra penciuman terganggu, kualitas hidup seseorang dapat menurun, karena hilangnya kemampuan untuk mengenali bau tertentu dapat berdampak pada kesehatan fisik dan emosional.
Berbagai jenis gangguan penciuman, seperti anosmia, hiposmia, parosmia, hingga phantosmia, bisa disebabkan oleh beragam faktor, mulai dari infeksi saluran pernapasan, alergi, cedera kepala, hingga kondisi neurologis. Setiap gangguan memiliki gejala dan penyebab yang berbeda, namun semua memengaruhi bagaimana otak memproses bau yang ditangkap oleh hidung. Bagi sebagian orang, gangguan ini bersifat sementara dan bisa membaik dengan pengobatan, tetapi ada juga yang mengalaminya secara permanen.
-
Apa yang dapat dideteksi dengan Indra Penciuman? Dia kemudian bekerja sama dengan peneliti dari Universitas Edinburgh, Tilo Kunath, dan ahli kimia Universitas Manchester, Perdita Barran, untuk meneliti lebih lanjut kemampuan penciumannya.
-
Mengapa Indra Penciuman penting untuk penyakit Parkinson? Penemuan ini membuka peluang untuk diagnosis lebih awal, yang dapat meningkatkan kualitas hidup pasien Parkinson dengan memungkinkan intervensi medis lebih dini sebelum kerusakan saraf yang signifikan terjadi.
-
Apa saja penyakit yang bisa menyebabkan gangguan pendengaran? Penyakit infeksi seperti campak, gondongan, dan rubella dapat menyebabkan gangguan pendengaran.
-
Bagaimana deteksi penyakit Parkinson dengan Indra Penciuman? Penelitian menemukan bahwa Joy dapat mendeteksi Parkinson dengan mencium molekul spesifik di sebum, minyak yang diproduksi oleh kelenjar kulit. Molekul seperti eicosane, octadecanal, asam hippurat, dan perillic aldehyde teridentifikasi pada kadar yang abnormal pada pasien Parkinson.
-
Siapa yang bisa mengalami gangguan sensori? Meski SPD sering kali dianggap sebagai gejala autisme karena banyak orang yang berada dalam spektrum autisme juga mengalami masalah sensorik, tidak semua anak dengan masalah ini berada dalam spektrum autisme.
-
Siapa yang meneliti kemampuan Indra Penciuman? Dia kemudian bekerja sama dengan peneliti dari Universitas Edinburgh, Tilo Kunath, dan ahli kimia Universitas Manchester, Perdita Barran, untuk meneliti lebih lanjut kemampuan penciumannya.
Karena perannya yang vital dalam kehidupan sehari-hari, penting bagi Anda untuk segera memeriksakan diri jika mengalami gangguan pada indra penciuman. Diagnosis yang tepat dapat membantu dalam menentukan penyebab dan pengobatan yang sesuai. Dengan penanganan yang cepat, Anda dapat memulihkan kembali fungsi penciumannya dan mencegah dampak yang lebih serius terhadap kesehatan secara keseluruhan.
Lantas, apa saja jenis gangguan pada indra penciuman yang dapat terjadi? Apa penyebabnya dan seperti apa gejalanya? Pada artikel ini, merdeka.com akan mengulas secara lengkap mengenai ragam jenis gangguan pada indra penciuman yang penting untuk Anda ketahui.
1. Anosmia
Anosmia adalah kondisi medis di mana seseorang kehilangan kemampuan untuk mencium bau secara keseluruhan. Ini bisa terjadi sementara atau permanen, tergantung pada penyebabnya. Anosmia dapat berdampak besar pada kualitas hidup, karena bau sangat berkaitan dengan pengalaman sehari-hari seperti menikmati makanan dan mendeteksi bahaya, seperti asap atau gas berbahaya. Adapun penyebab anosmia adalah;
Infeksi Saluran Pernapasan
Infeksi seperti flu, pilek, sinusitis, dan infeksi saluran pernapasan atas lainnya sering menjadi penyebab sementara anosmia. Inflamasi di dalam hidung atau sinus bisa menghalangi aliran udara yang membawa molekul bau ke reseptor penciuman.
Cedera Kepala
Trauma atau cedera pada kepala bisa menyebabkan kerusakan saraf penciuman, yang mengakibatkan anosmia. Saraf ini membawa sinyal bau dari hidung ke otak, dan jika rusak, kemampuan mencium bisa terganggu.
Polip Hidung atau Sinus
Polip adalah pertumbuhan jaringan yang abnormal di dalam hidung atau sinus yang bisa menghalangi saluran hidung dan mencegah bau mencapai reseptor penciuman, sehingga menyebabkan anosmia.
Paparan Bahan Kimia Beracun
Paparan jangka panjang terhadap bahan kimia berbahaya seperti pestisida, pelarut, atau produk industri lainnya bisa merusak lapisan penciuman dan menyebabkan hilangnya kemampuan mencium.
Penyakit Neurodegeneratif
Kondisi seperti Parkinson, Alzheimer, atau Multiple Sclerosis dapat memengaruhi otak dan menyebabkan hilangnya fungsi penciuman. Pada beberapa kasus, anosmia bisa menjadi salah satu tanda awal penyakit neurodegeneratif.
COVID-19
Salah satu gejala umum COVID-19 adalah hilangnya indra penciuman, yang disebabkan oleh virus yang menyerang sel-sel di area penciuman dalam hidung. Pada banyak kasus, hilangnya penciuman bersifat sementara, meskipun beberapa orang mengalami anosmia dalam jangka waktu yang lebih lama.
Gejala utama anosmia adalah hilangnya kemampuan untuk mencium bau, baik secara tiba-tiba maupun bertahap. Orang dengan anosmia tidak dapat mendeteksi aroma apapun, seperti bau makanan, parfum, bunga, atau bahkan bau busuk. Akibatnya, beberapa orang mungkin juga mengalami penurunan kemampuan untuk merasakan rasa makanan, karena penciuman berperan penting dalam memperkuat persepsi rasa.
2. Hiposmia
Hiposmia adalah kondisi medis di mana seseorang mengalami penurunan kemampuan mencium bau, namun belum sepenuhnya kehilangan indra penciuman seperti pada kasus anosmia. Orang dengan hiposmia masih dapat mencium beberapa bau, tetapi intensitasnya jauh lebih lemah atau tidak setajam biasanya. Hiposmia dapat mengganggu pengalaman sehari-hari, seperti menikmati makanan atau mendeteksi bau penting seperti asap atau gas berbahaya. Penyebab hiposmia antara lain;
Infeksi Saluran Pernapasan
Seperti halnya anosmia, hiposmia sering kali disebabkan oleh infeksi saluran pernapasan atas, seperti flu, pilek, atau sinusitis. Infeksi ini menyebabkan peradangan pada selaput lendir hidung yang menghalangi molekul bau mencapai reseptor penciuman.
Alergi
Alergi, terutama yang melibatkan saluran pernapasan, seperti rinitis alergi, dapat menyebabkan peradangan kronis pada hidung dan sinus, yang mengurangi kemampuan mencium bau.
Polip Hidung
Pertumbuhan polip di dalam hidung atau sinus dapat menghalangi aliran udara yang membawa bau ke reseptor penciuman, sehingga menyebabkan hiposmia. Polip hidung sering kali berkembang akibat peradangan kronis, seperti pada kasus sinusitis atau rinitis alergi.
Cedera Kepala
Trauma atau cedera pada bagian kepala yang mempengaruhi saraf penciuman bisa mengakibatkan hilangnya sebagian kemampuan untuk mencium. Saraf penciuman yang rusak tidak mampu mengirimkan sinyal bau dengan sempurna ke otak.
Penuaan
Seiring bertambahnya usia, kemampuan penciuman cenderung menurun secara alami. Proses penuaan dapat mengakibatkan kerusakan bertahap pada reseptor penciuman atau saraf penciuman, menyebabkan hiposmia pada orang lanjut usia.
Paparan Bahan Kimia
Paparan jangka panjang terhadap bahan kimia beracun, seperti asap rokok, polusi udara, atau bahan kimia industri, dapat merusak sel penciuman dan menyebabkan hiposmia. Kerusakan ini bisa bersifat sementara atau permanen, tergantung pada intensitas dan durasi paparan.
Gejala utama hiposmia adalah kemampuan mencium yang menurun. Orang dengan hiposmia mungkin merasakan bahwa bau-bau yang biasanya mereka kenali, seperti makanan, parfum, atau bau lingkungan, terasa lebih samar atau lebih lemah.
Dalam beberapa kasus, mereka mungkin kesulitan membedakan bau tertentu. Selain itu, kemampuan untuk merasakan makanan juga dapat sedikit terganggu, karena penciuman berperan penting dalam memperkuat rasa.
3. Parosmia
Parosmia adalah gangguan pada indra penciuman di mana seseorang mengalami distorsi bau, yaitu aroma yang biasanya menyenangkan atau familiar justru tercium menjadi tidak enak, menyengat, atau bahkan busuk. Kondisi ini sering terjadi setelah seseorang mengalami infeksi virus, cedera kepala, atau kerusakan pada saraf penciuman.
Parosmia dapat sangat mengganggu kehidupan sehari-hari, terutama karena persepsi bau yang menyimpang bisa memengaruhi nafsu makan dan kesejahteraan emosional. Penyebab parosmia adalah;
Infeksi Virus
Parosmia sering kali terjadi setelah seseorang mengalami infeksi virus, seperti flu, sinusitis, atau COVID-19. Infeksi ini dapat merusak sel-sel penciuman di hidung, yang mengakibatkan distorsi dalam proses penciuman ketika sel-sel tersebut mulai pulih.
Cedera Kepala
Trauma atau cedera pada kepala, terutama di area yang memengaruhi saraf penciuman, dapat menyebabkan parosmia. Kerusakan pada saraf ini membuat sinyal bau yang dikirim ke otak menjadi tidak akurat atau terdistorsi.
Paparan Racun atau Bahan Kimia
Paparan terhadap bahan kimia beracun seperti asap, pelarut, atau asap rokok dalam jangka panjang dapat merusak lapisan penciuman di hidung, sehingga mengubah cara otak menginterpretasikan bau dan menyebabkan parosmia.
Gangguan Saraf
Beberapa kondisi neurologis, seperti epilepsi, Parkinson, dan Alzheimer, dapat mengganggu fungsi saraf penciuman dan memengaruhi persepsi bau. Pada beberapa orang, parosmia mungkin menjadi salah satu gejala awal dari gangguan tersebut.
Pemulihan dari Anosmia atau Hiposmia
Parosmia sering muncul pada fase pemulihan dari anosmia (kehilangan total penciuman) atau hiposmia (penurunan penciuman). Saat saraf penciuman mulai berfungsi kembali, mereka mungkin mengirimkan sinyal yang terdistorsi, menyebabkan bau yang familiar tercium berbeda atau tidak enak.
Gejala utama parosmia adalah distorsi penciuman, di mana bau yang biasanya menyenangkan atau biasa justru tercium menjadi busuk, amis, atau menjijikkan. Misalnya, aroma makanan yang biasanya menggugah selera bisa tercium seperti sampah, karet terbakar, atau bau busuk.
Parosmia dapat menyebabkan seseorang kehilangan nafsu makan karena banyak makanan yang berbau tidak enak, meskipun sebenarnya aroma makanan tersebut normal. Hal ini juga dapat memicu perasaan tidak nyaman, stres, atau frustrasi, terutama jika gejalanya berlangsung lama.
4. Phantosmia
Phantosmia adalah gangguan penciuman di mana seseorang mencium bau yang sebenarnya tidak ada di lingkungan sekitarnya, sering kali disebut sebagai "halusinasi penciuman." Bau ini bisa muncul dalam berbagai bentuk, baik yang menyenangkan seperti aroma bunga, atau yang tidak menyenangkan seperti bau terbakar, busuk, atau kimia.
Phantosmia dapat terjadi di salah satu atau kedua lubang hidung dan biasanya berlangsung sementara, tetapi dalam beberapa kasus bisa menjadi masalah jangka panjang. Penyebab phantosmia antara lain adalah;
Infeksi Saluran Pernapasan
Infeksi seperti flu, sinusitis, atau infeksi virus lainnya dapat menyebabkan peradangan pada saluran pernapasan atau sinus, yang memicu phantosmia. Setelah infeksi mereda, bau yang terdistorsi mungkin hilang, tetapi pada beberapa kasus, kondisi ini bisa bertahan lebih lama.
Cedera Kepala
Trauma atau cedera pada kepala, terutama di bagian yang mempengaruhi saraf penciuman atau otak, bisa menyebabkan gangguan penciuman seperti phantosmia. Cedera ini bisa mengganggu cara otak mengolah sinyal bau, sehingga menciptakan persepsi aroma yang tidak nyata.
Epilepsi dan Migrain
Pada beberapa kasus, phantosmia terjadi sebagai gejala dari gangguan neurologis seperti epilepsi atau migrain. Selama serangan epilepsi atau migrain, otak dapat menciptakan halusinasi penciuman, sering kali sebelum gejala utama seperti sakit kepala muncul.
Tumor Otak
Tumor yang berkembang di otak, terutama di area yang berhubungan dengan indra penciuman seperti lobus frontal atau temporal, dapat menyebabkan phantosmia. Kondisi ini terjadi karena tekanan atau gangguan pada saraf penciuman yang mengirimkan sinyal bau ke otak.
Paparan Zat Kimia Beracun
Paparan terhadap bahan kimia beracun seperti asap rokok, pelarut industri, atau bahan kimia keras lainnya dapat merusak sel penciuman atau saraf di hidung, sehingga menyebabkan halusinasi penciuman. Paparan berkepanjangan dapat memperburuk kondisi ini.
Stres dan Gangguan Mental
Phantosmia juga bisa terjadi sebagai respons terhadap stres atau kondisi kesehatan mental tertentu, seperti kecemasan atau depresi. Dalam beberapa kasus, phantosmia mungkin berhubungan dengan persepsi sensorik yang terganggu akibat tekanan mental.
Gejala utama phantosmia adalah mencium bau yang sebenarnya tidak ada. Bau tersebut bisa muncul dalam bentuk yang beragam, seperti aroma makanan, wangi bunga, atau yang lebih sering adalah bau yang tidak menyenangkan seperti terbakar, busuk, atau kimia. Bau ini mungkin hanya tercium di salah satu lubang hidung atau di kedua lubang hidung.
Selain itu, gejala lain yang bisa muncul adalah sakit kepala, pusing, atau mual, terutama jika bau yang dirasakan sangat menyengat. Phantosmia dapat berlangsung sebentar, beberapa menit hingga jam, atau dalam kasus yang lebih parah, bisa terjadi secara berulang dalam jangka waktu yang lama.
5. Cacosmia
Cacosmia adalah gangguan penciuman di mana seseorang terus-menerus mencium bau yang tidak menyenangkan atau busuk, padahal sumber bau tersebut sebenarnya tidak ada atau tidak seburuk yang dirasakan. Kondisi ini termasuk dalam jenis parosmia, yaitu distorsi penciuman.
Cacosmia sering kali dihubungkan dengan masalah pada saraf penciuman atau infeksi pada saluran pernapasan, dan bau yang dirasakan biasanya terkait dengan aroma busuk seperti sampah, daging busuk, atau karet terbakar. Penyebabnya adalah;
Infeksi Saluran Pernapasan
Infeksi virus atau bakteri yang menyerang saluran pernapasan, seperti flu, sinusitis, atau infeksi saluran pernapasan atas, dapat memicu peradangan yang memengaruhi kemampuan penciuman. Ketika jaringan di hidung atau sinus meradang, bau dapat terdistorsi dan menyebabkan seseorang mengalami cacosmia.
Cedera Kepala
Cacosmia dapat terjadi akibat trauma atau cedera kepala yang memengaruhi saraf penciuman. Saraf ini membawa informasi bau dari hidung ke otak, dan jika rusak, otak mungkin menerima sinyal bau yang salah, menyebabkan seseorang mencium bau busuk.
Paparan Bahan Kimia
Paparan jangka panjang terhadap bahan kimia beracun, seperti asap, pelarut industri, atau zat kimia berbahaya lainnya, dapat menyebabkan kerusakan pada sel penciuman di hidung, yang memicu cacosmia. Paparan ini dapat merusak lapisan reseptor penciuman dan mengganggu cara otak memproses bau.
Epilepsi dan Gangguan Neurologis
Gangguan pada otak, seperti epilepsi atau penyakit neurodegeneratif (contohnya Parkinson atau Alzheimer), bisa menyebabkan distorsi penciuman, termasuk cacosmia. Ketika otak atau saraf penciuman mengalami gangguan, otak bisa salah menginterpretasikan sinyal bau.
Tumor Otak
Tumor yang tumbuh di area otak yang berhubungan dengan indra penciuman, seperti di lobus frontal atau temporal, dapat menyebabkan distorsi penciuman, termasuk cacosmia. Tekanan atau kerusakan yang ditimbulkan oleh tumor pada saraf penciuman dapat menyebabkan persepsi bau busuk yang tidak sesuai dengan kenyataan.
COVID-19
Banyak orang yang mengalami perubahan atau distorsi pada indra penciuman, termasuk cacosmia, setelah terinfeksi COVID-19. Virus ini dapat merusak sel-sel penciuman di hidung, dan saat pulih, banyak yang melaporkan mencium bau busuk secara terus-menerus.
Gejala utama cacosmia adalah mencium bau busuk yang tidak sesuai dengan kenyataan atau yang tidak tercium oleh orang lain. Bau busuk ini bisa berupa bau busuk yang sangat kuat seperti sampah, daging busuk, atau karet terbakar. Bau tersebut mungkin muncul secara terus-menerus atau hanya saat mencium aroma tertentu.
Cacosmia bisa sangat mengganggu, memengaruhi kualitas hidup dan menyebabkan rasa tidak nyaman, mual, atau bahkan penurunan nafsu makan karena banyak makanan yang tercium busuk. Orang dengan cacosmia mungkin juga mengalami gejala terkait, seperti sakit kepala atau nyeri sinus jika gangguan ini disebabkan oleh infeksi atau peradangan pada sinus.
6. Ageusia Olfaktori
Ageusia olfaktori adalah gangguan yang menyebabkan hilangnya kemampuan untuk merasakan rasa, yang terkait erat dengan gangguan penciuman. Meskipun istilah ageusia sendiri mengacu pada hilangnya kemampuan merasakan rasa secara langsung (misalnya manis, asam, pahit, asin, atau gurih), ageusia olfaktori lebih spesifik pada hilangnya persepsi rasa yang dipengaruhi oleh penciuman.
Sebagian besar rasa yang kita rasakan berasal dari kombinasi sinyal penciuman dan pengecapan, sehingga gangguan pada indra penciuman dapat menyebabkan penurunan kemampuan merasakan rasa secara keseluruhan. Adapun penyebab Ageusia Olfaktori di antara adalah sebagai berikut;
Infeksi Saluran Pernapasan
Seperti anosmia dan hiposmia, infeksi virus atau bakteri yang menyerang saluran pernapasan atas, seperti flu, sinusitis, atau COVID-19, dapat menyebabkan peradangan pada sel-sel penciuman. Ketika penciuman terganggu, kemampuan untuk merasakan rasa yang kompleks juga berkurang.
Cedera Kepala
Trauma atau cedera yang melibatkan saraf penciuman atau area otak yang memproses penciuman dan pengecapan dapat menyebabkan hilangnya kemampuan untuk mengasosiasikan bau dan rasa. Cedera ini dapat memutus jalur sinyal penciuman yang penting untuk merasakan rasa secara utuh.
Penggunaan Obat-obatan
Beberapa obat, seperti antibiotik tertentu, antihistamin, atau kemoterapi, dapat memengaruhi indra penciuman dan pengecapan. Hilangnya penciuman sebagai efek samping obat dapat mengakibatkan gangguan dalam merasakan rasa makanan.
Paparan Bahan Kimia
Paparan jangka panjang terhadap bahan kimia beracun, seperti asap rokok, pelarut industri, atau zat kimia berbahaya lainnya, dapat merusak sel-sel penciuman di hidung. Kerusakan ini dapat mengurangi kemampuan untuk mengenali aroma yang penting untuk merasakan rasa makanan.
Gangguan Neurologis
Kondisi neurologis seperti penyakit Parkinson, Alzheimer, dan multiple sclerosis dapat memengaruhi kemampuan saraf untuk memproses bau dan rasa. Kerusakan saraf di area otak yang mengatur penciuman dan pengecapan dapat menyebabkan ageusia olfaktori.
Penuaan
Seiring bertambahnya usia, kemampuan indra penciuman dan pengecapan cenderung menurun. Proses ini terjadi secara alami dan bisa menyebabkan ageusia olfaktori pada orang lanjut usia.
Gejala utama dari ageusia olfaktori adalah hilangnya kemampuan merasakan rasa yang berkaitan dengan bau. Orang yang mengalaminya mungkin merasa bahwa makanan menjadi hambar atau tidak terasa sama sekali, terutama ketika mencoba merasakan rasa yang kompleks seperti buah-buahan, daging, atau makanan berbumbu.
Selain itu, mereka juga mungkin tidak mampu mendeteksi aroma makanan atau minuman yang biasanya membantu memperkaya pengalaman rasa. Gejala lainnya dapat berupa penurunan nafsu makan dan kurangnya kepuasan terhadap makanan karena hilangnya pengalaman rasa yang normal.