6 Februari Peringati Hari Anti-Sunat Wanita Sedunia, Ini Sejarahnya
Peringatan ini menjadi bagian dari upaya PBB untuk menghapuskan pemotongan kelamin perempuan.
Peringatan ini menjadi bagian dari upaya PBB untuk menghapuskan pemotongan kelamin perempuan.
Hari Anti Sunat-Wanita Sedunia atau yang dikenal dengan ustilah internasional sebagai International Day of Zero Tolerance for Female Genital Mutilation adalah sebuah hari kesadaran yang disponsori Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Peringatan ini dilaksanakan setiap tanggal 6 Februari sebagai bagian dari upaya PBB untuk menghapuskan pemotongan kelamin perempuan. Hari peringatan ini pertama kali diperkenalkan pada tahun 2003. Seperti apa sejarah dan tujuannya? Simak ulasannya.
Hari Anti-Sunat Wanita Sedunia merupakan gerakan yang memperjuangkan hak-hak perempuan dan tubuhnya, serta perlindungan kesehatan fisik mereka—yang dapat berdampak besar di kemudian hari.
Peringatan Hari Anti-Sunat Wanita atau anti-Female Genital Mutilation (FGM) bertujuan untuk memberikan kesadaran kepada masyarakat mengenai potensi bahaya sunat bagi perempuan. Sebab, anak perempuan yang menjadi sasaran sunat memiliki risiko pernikahan anak dan putus sekolah.
Dilansir situs UNICEF, sunat wanita disebut sebagai pelanggaran hak anak perempuan dan bisa memicu komplikasi kesehatan, bahkan bisa berujung kematian.
Anak perempuan yang menjalani sunat menghadapi komplikasi jangka pendek seperti nyeri hebat, syok, pendarahan berlebihan, infeksi, dan kesulitan buang air kecil, serta konsekuensi jangka panjang terhadap kesehatan seksual dan reproduksi serta kesehatan mental mereka.
Every Woman, Every Child (sebuah gerakan global), melaporkan bahwa meskipun praktik sunat wanita terkonsentrasi di 29 negara di Afrika dan Timur Tengah, tradisi ini adalah masalah universal dan juga dipraktikkan di beberapa negara di Asia dan Amerika Latin.
Praktik sunat wanita terus berlanjut di kalangan masyarakat imigran yang tinggal di Eropa Barat, Amerika Utara, Australia dan Selandia Baru.
Pada 2012, Majelis Umum PBB menetapkan 6 Februari sebagai Hari Anti-Sunat Perempuan Internasional. Tujuan peringatan hari tersebut adalah untuk memperkuat dan mengarahkan upaya penghapusan praktik sunat perempuan.
Organisasi dunia yang melindungi anak-anak ini bekerja sama dengan UNFPA dalam program tentang Penghapusan Mutilasi Alat Kelamin Wanita bekerja untuk mengatasi sunat perempuan. Koordinasi ini terjalin melalui intervensi di 17 negara di mana praktik tersebut lazim dilakukan.
Selama lebih dari satu dekade, hari peringatan ini telah mendukung para penyintas FGM, dengan memprioritaskan investasi pada inisiatif-inisiatif yang dipimpin oleh para penyintas, yang berpusat pada pemberdayaan, keagenan, dan akses terhadap layanan-layanan penting.
Terdapat kebutuhan mendesak untuk melakukan upaya-upaya yang lebih terarah, terkoordinasi, berkelanjutan dan terpadu jika ingin mencapai tujuan bersama untuk mengakhiri mutilasi alat kelamin perempuan pada tahun 2030.
Suara setiap penyintas adalah seruan untuk bertindak, dan setiap pilihan yang mereka ambil untuk mendapatkan kembali kehidupannya.
Salah satu hal mendasar yang mendukung diperingatinya hari anti-sunat wanita adalah mengakui bahwa tradisi sunat wanita merupakan sesuatu yang “bisa berubah”, dan dengan kekhawatiran bahwa sunat wanita mempunyai risiko tinggi, maka penghapusan praktik ini harus segera dilakukan.
Organisasi yang dipimpin oleh perempuan dan penyintas, khususnya di tingkat akar rumput, memiliki pemahaman mendalam mengenai tantangan yang dihadapi perempuan dan anak perempuan dan merupakan sumber daya penting dalam memajukan hak-hak mereka.
Oleh karena itu, tema Hari Anti-Sunat Wanita Sedunia tahun ini adalah: “Her Voice. Her Future. Investing in Survivor-Led Movements to End Female Genital Mutilation.” (Suaranya. Masa Depannya. Berinvestasi dalam Gerakan yang Dipimpin oleh Korban untuk Mengakhiri Mutilasi Alat Kelamin Perempuan.)
Selama lebih dari satu dekade, Program Bersama UNFPA-UNICEF telah mendukung para penyintas dan memprioritaskan investasi dalam inisiatif-inisiatif yang dipimpin oleh para penyintas.
Mutilasi alat kelamin perempuan, yaitu mengubah atau melukai alat kelamin perempuan tanpa alasan medis dapat menyebabkan komplikasi kesehatan, dan ini telah diakui secara internasional sebagai pelanggaran hak asasi manusia serta telah dilakukan oleh masyarakat selama berabad-abad.
Sunat atau khitan pada wanita terus mengalami kontroversi dan upaya penghentian, baik di level internasional maupun nasional. Banyak negara menyepakati sunat wanita merupakan praktik yang berbahaya dan tak memiliki manfaat medis. Adapun di Indonesia, sunat wanita juga mengalami perdebatan dan menjadi diskursus yang layak diteliti.
Hukum khitan atau sunat bagi perempuan telah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 6 Tahun 2014 tentang Pencabutan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1636/MENKES/PER/XII/2010 tentang Sunat Perempuan (“Permenkes 6/2014”).
Pada Konsiderans huruf a Permenkes 6/2014 disebutkan bahwa setiap tindakan yang dilakukan dalam bidang kedokteran harus berdasarkan indikasi medis dan terbukti bermanfaat secara alamiah.
Didapati bahwa khitan perempuan hingga saat ini bukan merupakan tindakan kedokteran, karena pelaksanaannya tidak berdasarkan indikasi medis dan belum terbukti bermanfaat bagi kesehatan.
Meski demikian, sebagai negara yang masyarakatnya didominasi oleh penganut agama Islam, seperti apa pandangan Islam terhadap praktik sunat wanita ini?
Diketahui, dalam Fatwa Majelis Ulama Indonesia pada 7 Mei 2008 tentang Hukum Pelarangan Khitan Terhadap Perempuan menetapkan bahwa:
Kampanye ini bertujuan meningkatkan kesadaran dan memobilisasi upaya mengakhiri kekerasan terhadap perempuan.
Baca SelengkapnyaPemerintah mempertimbangkan untuk menghentikan sementara penyaluran bantuan pangan beras saat hari tenang hingga pencoblosan pemilu yakni 11-14 Februari 2024.
Baca SelengkapnyaRapat pleno penghitungan suara tingkat kabupaten/kota akan dilakukan hingga 5 Maret 2024
Baca SelengkapnyaSituasi terakhir menunjukkan kondisi yang mulai mengkhawatirkan.
Baca SelengkapnyaHari Perempuan dan Anak Perempuan Internasional dalam Sains merupakan pengingat akan pentingnya keberagaman dan inklusivitas dalam komunitas ilmiah.
Baca SelengkapnyaBapanas hentikan pemberian bantuan pangan sementara dalam rangka menghormati pemilu 2024.
Baca SelengkapnyaPemungutan suara di luar negeri berjalan lebih dulu namun, penghitungan dibarengi dengan di dalam negeri
Baca SelengkapnyaBudaya patriaki memiliki andil cukup besar dalam penyebaran paham radikal pada kaum perempuan.
Baca SelengkapnyaPemungutan suara tertunda di 17 TPS di Jakarta Utara akibat banjir yang melanda kawasan tersebut, pada hari pencoblosan, Rabu 14 Februari 2024.
Baca Selengkapnya