Fakta Miris di Balik Penyiksaan Kucing di Semarang, Seperti Fenomena Gunung Es
Banyak kucing liar yang hilang dan tersisa hanya satu ekor dalam keadaan mengenaskan.

Banyak kucing liar yang hilang dan tersisa hanya satu ekor dalam keadaan mengenaskan

Fakta Miris di Balik Penyiksaan Kucing di Semarang, Seperti Fenomena Gunung Es
Imam Prasetyo (35), warga Krobokan, Semarang Barat, Kota Semarang, kesal dengan tingkah laku seekor kucing yang sering membuang kotoran di halaman rumahnya.
Suatu hari kekesalannya sampai pada puncaknya. Tak perlu pikir panjang, ia menembak kucing itu dengan senjata Air Softgun jenis Bareta 92Fs Type M9A1 M.
Imam mengaku memiliki dendam terhadap kucing itu. Ia mengatakan, kucing yang ia bunuh pernah menyerang burung merpati peliharaannya.
“Sebenarnya kalau kucing itu nggak gigit burung saya, saya nggak jengkel kayak gini. Soalnya kalau ada kucing paling saya siram air,” ungkapnya dikutip dari Jateng.polri.go.id.
Jika terbukti bersalah, Imam menghadapi hukuman hingga 2 tahun 6 bulan penjara. Insiden itupun telah memicu perdebatan sengit tentang kesejahteraan hewan dan perlunya undang-undang yang lebih ketat untuk melindungi hewan dari kekejaman.

Menurut pemilik Rumah Kucing Semarang, Agustin Veronica, kasus penyiksaan terhadap hewan terutama kucing sudah menjadi fenomena gunung es. Ia mengaku banyak menemukan kucing yang mengalami berbagai bentuk tindak kekerasan.
“Ada yang ditembak, disiram air panas, dipukul, sampai dilumuri lem di tubuhnya,” kata Agustin dikutip dari ANTARA pada Jumat (26/7).
Agustin mengatakan, selama ini Rumah Kucing Semarang melakukan pemberian makanan terhadap kucing liar di berbagai lokasi di Kota Semarang. Setiap harinya, tidak kurang dari 200 kilogram kepala ayam dibagikan pada kucing-kucing liar di Kota Semarang. Karena ia melakukan kegiatan itu secara rutin, Agustin memahami kondisi yang sebenarnya terjadi.
Saat pemberian pakan, tak jarang ia menemukan kucing yang terluka, seperti luka tembak, lebam, bengkak, dan sebagainya, sehingga ia harus membawanya ke shelter untuk diobati.
“Beberapa ada yang masih bisa diselamatkan. Tapi kalau sudah parah lukanya ada juga yang tidak tertolong. Kami punya dokumentasinya,” ujar Agustin.
Setiap bulan, Rumah Kucing Semarang setidaknya menemukan 8-15 kucing yang mengalami luka-luka diduga karena dianiaya. Ia menceritakan populasi kucing liar juga semakin habis. Ia menduga banyak kucing yang mati karena dianiaya atau disiksa.

Ia mencontohkan, di Jalan Syuhada, Tlogosari. Ia mengaku setiap hari memberi makan kucing liar di daerah sana. Saat awal-awal, ia menemukan banyak kucing liar yang berkeliaran di sana. Namun saat terakhir kali ke sana, ia hanya menemukan seekor kucing dan kucing itu dalam keadaan lumpuh.
“Kucing yang lain sudah tidak ada. Saya menengarai kucing-kucing yang hilang ini telah mengalami keadaan yang lebih buruk seperti dibunuh,” katanya.
Terkait fakta-fakta yang ia temukan di lapangan, Agustin mengharapkan regulasi yang tegas untuk melindungi binatang. Seperti kucing dan anjing yang rentan mengalami tindak kekerasan dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
“Di Kota Semarang ini sangat darurat kekerasan terhadap kucing. Kami selaku pecinta dan pemerhati kucing dan anjing berharap adanya perda yang mengatur ini, termasuk sanksi yang tegas kepada pelaku,” tegasnya.