Memahami Doom Spending dan Cara Mengatasinya, Menghadapi Tantangan Finansial dengan Lebih Bijak
Doom spending kini jadi momok karena perilaku membelanjakan uang secara berlebihan untuk kesenangan jangka pendek, ternyata ini penyebabnya.
Generasi Z dan milenial saat ini dihadapkan pada tantangan keuangan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Biaya hidup yang terus meningkat, ketidakpastian ekonomi, serta kesulitan dalam mencapai tujuan finansial tradisional seperti membeli rumah, menciptakan tekanan yang signifikan. Dalam situasi ini, muncul fenomena baru yang disebut doom spending atau pengeluaran suram. Fenomena ini terutama populer di kalangan Generasi Z dan milenial, yang merasa frustasi dengan prospek ekonomi mereka.
Doom spending merupakan perilaku membelanjakan uang secara berlebihan untuk kesenangan jangka pendek sebagai respons terhadap kecemasan tentang masa depan finansial. Alih-alih menabung, mereka memilih untuk menghabiskan uang demi mendapatkan kepuasan instan. Fenomena ini menggambarkan perilaku keuangan yang bisa berbahaya, dan penting untuk dipahami serta diatasi agar tidak memperburuk kondisi ekonomi pribadi.
-
Kenapa Gen Z dominan dalam perencanaan keuangan? Menariknya, lebih dari 50 persen Gen Z secara rutin melakukan perencanaan keuangan bulanan, yang didorong oleh kemudahan akses serta integrasi dengan e-commerce dan layanan investasi.
-
Apa tips keuangan untuk menghadapi krisis? Penting bagi individu dan keluarga untuk mempertimbangkan beberapa tips mengelola keuangan sebagai langkah pro-aktif agar keuangan tetap terjaga.
-
Bagaimana Gen Z memanfaatkan fintech untuk belanja? Data menunjukkan bahwa 67 persen pengguna fintech memanfaatkan BNPL untuk berbelanja tanpa harus melakukan pembayaran di awal.
-
Mengapa gen z dan milenial rentan terjerat investasi bodong? 'Sikap FOMO juga membawa generasi muda terjebak pada investasi bodong. Sementara tanpa pemahaman keuangan dan investasi yang memadai, kelompok ini justru banyak menjadi korban terhadap iming-iming yang menggiurkan. Mereka kerap meniru apa yang dilakukan oleh influencer maupun tokoh idolanya, termasuk saran terkait keuangan,' terang Friderica.
-
Mengapa gaya hidup konsumtif bisa menyebabkan masalah keuangan? Gaya hidup konsumtif sering kali membuat seseorang mengeluarkan uang lebih banyak daripada yang mereka mampu, menggunakan kredit atau pinjaman untuk memenuhi kebutuhan konsumtif mereka. Penggunaan kartu kredit yang berlebihan dan pinjaman konsumtif tanpa perencanaan yang matang dapat menyebabkan tumpukan hutang yang sulit dilunasi.
-
Apa yang membuat gen z dan milenial rentan terhadap investasi bodong? Generasi ini, kata Friderica merupakan kelompok yang rentan secara finansial dengan gaya hidup yang lebih banyak menghabiskan uang untuk kesenangan dibanding menabung maupun berinvestasi.
Apa Itu Doom Spending?
Doom spending adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan perilaku pengeluaran uang yang dipicu oleh pesimisme terhadap masa depan keuangan seseorang. Individu yang terlibat dalam doom spending cenderung membelanjakan uang untuk kesenangan sementara, alih-alih menyimpan atau berinvestasi untuk masa depan. Mereka mungkin berpikir, “Saya tidak akan pernah mampu membeli rumah, jadi lebih baik saya menghabiskan uang untuk liburan sekarang.”
Beberapa ciri utama dari perilaku doom spending antara lain:
- Pembelian impulsif tanpa mempertimbangkan konsekuensi jangka panjang.
- Menggunakan belanja sebagai cara untuk mengatasi stres finansial.
- Mengabaikan tabungan atau investasi untuk masa depan.
- Membenarkan pengeluaran berlebihan dengan konsep "hidup hanya sekali" (YOLO).
Dampak Doom Spending
Meski doom spending mungkin memberikan kepuasan sesaat, dampak jangka panjangnya dapat merugikan kondisi finansial. Beberapa akibat yang umum terjadi meliputi:
- Peningkatan Utang
Pengeluaran yang berlebihan sering kali berujung pada penggunaan kartu kredit yang tidak terkendali, menyebabkan akumulasi utang yang sulit dilunasi.
- Kurangnya Dana Darurat
Mengabaikan tabungan dapat membuat individu rentan terhadap situasi darurat keuangan yang tidak terduga, seperti kehilangan pekerjaan atau biaya kesehatan mendesak.
- Tertundanya Tujuan Finansial
Dengan tidak berinvestasi atau menabung, individu dapat menunda pencapaian tujuan finansial jangka panjang, seperti membeli rumah atau pensiun dini.
- Stres dan Kecemasan Finansial
Ironisnya, perilaku doom spending yang dimaksudkan untuk mengurangi kecemasan justru dapat memperburuk stres terkait keuangan, menciptakan lingkaran setan yang sulit diatasi.
Mengapa Generasi Z Rentan terhadap Doom Spending?
Generasi Z, yang lahir antara pertengahan 1990-an hingga awal 2010-an, menjadi kelompok yang paling rentan terhadap fenomena doom spending. Ada beberapa faktor yang mendorong perilaku ini di kalangan Gen Z:
- Ketidakpastian Ekonomi
Gen Z tumbuh di era ketidakpastian ekonomi, menyaksikan dampak dari resesi global tahun 2008 serta pandemi COVID-19. Hal ini menanamkan rasa pesimis terhadap prospek keuangan mereka.
- Tingginya Biaya Hidup
Biaya hidup yang semakin tinggi, terutama untuk perumahan, membuat banyak anak muda merasa bahwa tujuan finansial seperti membeli rumah menjadi tidak realistis.
- Beban Utang Pendidikan
Banyak Gen Z memulai karir mereka dengan beban utang pendidikan yang besar, yang membuat mereka merasa kewalahan dan pesimis terhadap stabilitas keuangan di masa depan.
- Budaya Konsumerisme dan Pengaruh Media Sosial
Tekanan dari media sosial dan pemasaran digital memperkuat dorongan untuk hidup mewah dan mengikuti tren yang tidak terjangkau, memperburuk kebiasaan pengeluaran berlebihan.
- Kurangnya Pendidikan Keuangan
Minimnya pendidikan keuangan yang efektif membuat banyak orang muda tidak siap dalam mengelola keuangan mereka secara bijak, yang sering berujung pada pengambilan keputusan pengeluaran yang buruk.
Cara Mengatasi Doom Spending
Mengubah kebiasaan doom spending bukanlah hal yang mudah, namun ada beberapa langkah yang dapat membantu memperbaiki perilaku keuangan:
1. Meningkatkan Literasi Keuangan
Edukasi keuangan adalah langkah penting untuk memahami bagaimana mengelola uang dengan baik. Memahami dasar-dasar penganggaran, investasi, dan manajemen utang dapat membantu dalam membuat keputusan yang lebih bijak.
2. Menetapkan Tujuan Finansial yang Realistis
Mulailah dengan menetapkan tujuan jangka pendek dan menengah yang realistis. Pencapaian kecil bisa membantu membangun motivasi untuk mencapai tujuan jangka panjang.
3. Mengatur Anggaran yang Seimbang
Gunakan metode seperti aturan 50/30/20, yang membagi pengeluaran menjadi 50% untuk kebutuhan, 30% untuk keinginan, dan 20% untuk tabungan dan pembayaran utang.
4. Otomatisasi Tabungan
Atur sistem transfer otomatis untuk memindahkan sebagian penghasilan ke rekening tabungan. Dengan begitu, Anda tidak tergoda untuk menghabiskan uang yang sebenarnya bisa disimpan.
5. Mengelola Stres dengan Cara yang Sehat
Alih-alih menggunakan belanja sebagai cara untuk mengatasi stres, cobalah mencari metode lain seperti olahraga, meditasi, atau kegiatan kreatif.
6. Mengurangi Paparan Media Sosial
Batasi waktu di media sosial yang dapat memicu tekanan untuk mengikuti gaya hidup konsumtif. Ingat, banyak hal yang terlihat di media sosial tidak selalu mencerminkan kenyataan.
Doom spending mungkin tampak sebagai pelarian jangka pendek dari kecemasan finansial, tetapi dampaknya bisa jauh lebih merugikan di masa depan. Dengan meningkatkan literasi keuangan dan membangun kebiasaan pengeluaran yang lebih sadar, Generasi Z dan milenial dapat menciptakan masa depan finansial yang lebih stabil, terlepas dari tantangan ekonomi yang ada.