Target Ekonomi 8% Cuma Jadi Mimpi Kalau Hal Ini Terjadi
Industri ini juga dikenal sebagai sektor padat karya karena mampu menyerap jutaan tenaga kerja, baik di hulu maupun hilir.

Pemerintah tengah menghadapi tantangan besar dalam mencapai target pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 8% pada 2029. Salah satu penghambat utama yang disorot para legislator dan pelaku industri adalah sejumlah kebijakan yang dinilai terlalu ketat terhadap sektor-sektor padat karya seperti industri hasil tembakau, makanan, dan minuman.
Kebijakan terbaru, seperti larangan penjualan rokok dalam radius 200 meter dari sekolah dan tempat bermain anak, pembatasan iklan luar ruang, serta rencana penerapan kemasan polos (plain packaging) untuk produk tembakau, dinilai memiliki efek domino yang serius terhadap ekosistem industri dalam negeri.
Menurut anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi NasDem, Nurhadi, kebijakan ini bukan hanya menyasar industri besar, tetapi juga mengancam keberlangsungan hidup petani tembakau, buruh pabrik, dan pekerja sektor hilir lainnya.
“Kalau kita ingin pemerataan ekonomi, mulailah dari desa, dari petani. Perkebunan rakyat ini fondasi. Jika petani kuat, ekonomi desa tumbuh, dan lapangan kerja terbuka,” ujarnya, Minggu (18/5).
Lebih lanjut, ia menyebut bahwa industri hasil tembakau, makanan, dan minuman merupakan sektor padat karya yang saling terhubung dengan sektor pertanian, dan selama ini berperan besar dalam menyerap jutaan tenaga kerja.
Tingginya angka pemutusan hubungan kerja (PHK)

Dalam beberapa bulan terakhir, tren pemutusan hubungan kerja (PHK) terus meningkat di berbagai sektor. Kondisi ini mendorong Presiden Prabowo Subianto untuk membentuk Satuan Tugas (Satgas) PHK sebagai langkah penanggulangan krisis ketenagakerjaan.
Nurhadi menekankan bahwa regulasi yang terlalu menekan justru kontra produktif dengan semangat pembangunan yang diusung pemerintah. Menurutnya, jika tekanan terhadap industri strategis terus berlanjut, target pertumbuhan ekonomi 8% hanya akan menjadi mimpi.
Tutup industri dalam negeri

Menanggapi kekhawatiran ini, Nurhadi menegaskan bahwa DPR akan mengawasi dan mendorong kolaborasi lintas kementerian agar regulasi yang dibuat benar-benar mempertimbangkan nasib rakyat kecil, bukan semata dari sudut pandang kesehatan atau fiskal.
“Kami tidak menolak kebijakan kesehatan. Tapi kebijakan itu harus adil dan tidak membunuh industri lokal,” tegasnya.
Ia juga menyoroti pentingnya menghindari ego sektoral, khususnya dalam penyusunan regulasi lintas sektor.
“Kementerian Kesehatan harusnya menjadi mitra strategis, bukan penghambat. Dengarkan juga pelaku industri dan petani,” tutup Nurhadi.