Duka Uskup Agung Jakarta Kehilangan Sosok Paus Fransiskus
Kardinal mengatakan, Paus dikenal dengan pribadi sederhana di zaman orang-orang yang haus kekuasaan.

Uskup Agung Jakarta, Kardinal Ignatius Suharyo mengenang sosok Pemimpin Umat Katolik Paus Fransiskus yang wafat di usia ke-88 tahun. Kardinal mengatakan, Paus dikenal dengan pribadi sederhana di zaman orang-orang yang haus kekuasaan.
“Yang sangat mencolok dalam pribadi Paus Fransiskus adalah kesederhanaannya. Kesederhanaan itu tercermin juga di dalam yang tadi ditanyakan, simplifikasi penyederhanaan upacara pemakaman Paus,” tutur Suharyo di Gereja Katedral Jakarta, Sawah Besar, Jakarta Pusat, Senin (21/4).
Sebelum wafat, Paus Fransiskus sendiri telah merevisi ritus pemakaman paus dengan tujuan menyederhanakan ritual tersebut. Hal itu pun diyakini buah dari kesederhanaan, tidak hanya semasa hidup namun juga ketika meninggal dunia.
“Jadi bukan hanya ketika beliau masih ada di antara kita, beliau itu sederhana. Tetapi bahkan ketika beliau sudah berpulang, tidak ingin upacara pemakamannya itu menampilkan kemegahan. Mungkin baik kalau masih dikatakan bukan kemegahan, tetapi keagungan,” jelas dia.
Kenang Paus Tinggal di Kapel Santa Marta
Keagungan tersebut muncul dari sosok Paus Fransiskus, yang dipandang mulia bukan karena kekuasaan sebagai kepala negara, namun justru dikarenakan kesederhanaannya. Hal itu pun selalu tampak di setiap pilihan hidupnya.
“Jadi kita semua tahu beliau tidak tinggal di Istana Kepausan, tetapi tinggal di Kapel Santa Marta, itu hotel di dalam kota Vatikan. Tinggal bersama-sama dengan pelayan-pelayan Vatikan yang tinggal di situ. Ini bukan hanya masalah tempat juga, ini adalah sesuatu yang sangat simbolik. Beliau ingin mengubah wajah gereja yang monarkis menjadi gereja yang melayani,” ungkapnya.
“Dan itulah yang sungguh-sungguh menarik. Karena di zaman sekarang ketika orang berlomba-lomba untuk mencarikan kekuasaan, beliau justru sebaliknya ingin menunjukkan bahwa jabatan itu bukan untuk diduduki, tetapi untuk dipangku. Beda ya, menduduki jabatan dan memangku jabatan. Beliau ingin dikenal sebagai pelayan,” sambung Suharyo.
Peristiwa lainnya yang seringkali dilupakan, adalah ketika Paus Fransiskus pertama kali keluar dari Vatikan, yang memilih suatu tempat di Italia Selatan bernama Pulau Lampedusa, lokasinya para pengungsi Afrika berlabuh masuk ke Eropa untuk mencari hidup lebih baik.
“Tidak semua pengungsi bisa mendarat di Pulau Lampedusa itu, banyak yang tenggelam di laut. Maka pada waktu pergi ke sana, itu sudah pilihan keberpihakan. Berpihak kepada saudara-saudara kita pengungsi mencari hidup yang lebih baik tetapi tenggelam. Sehingga dia merayakan ibadah, altarnya itu perahu yang rusak yang dipakai oleh para pengungsi. Pilihan,” kata dia.
Masih banyak bukti kesederhanaan Paus Fransiskus yang dikenang Suharyo. Termasuk perataan ulang tahun yang memilih untuk mengundang para pengemis ketimbang pejabat, hingga tidak mau memakai sepatu merah yang dikhususkan untuk seorang paus.
“Jadi dari pilihan yang sangat menentukan kehidupan gereja, sampai pilihan pribadi yang sangat pribadi seperti sepatu, jam tangan, dan sebagainya, itu selalu menunjukkan keberpihakan kepada saudara-saudara kita yang kurang beruntung,” Suharyo menandaskan.
Rangkaian Momen Usai Paus Fransiskus Wafat
Kardinal Ignatius Suharyo menjelaskan rangkaian momen yang akan terjadi setelah peristiwa wafatnya Pemimpin Umat Katolik Paus Fransiskus. Mulai dari pertemuan Dewan Kardinal Vatikan hingga penunjukan paus yang baru.
“Dewan Para Kardinal baru akan bertemu untuk membicarakan hal-hal yang konkret besok pagi jam 09.00 waktu Roma. Informasi yang disampaikan oleh Duta Besar Vatikan untuk Indonesia adalah masa berkabung di Vatikan itu 9 hari,” tutur dia.
Setelah sembilan hari masa berkabung, barulah akan dilaksanakan prosesi pemakaman untuk Paus Fransiskus. Pemilihan paus yang baru nantinya dilaksanakan kurang lebih dua minggu setelah meninggal dunia.
“Jadi 9 hari sejak hari ini baru akan dilaksanakan pemakaman. Sementara itu pemilihan paus yang baru itu mesti dilaksanakan 15 hari sesudah Paus meninggal. Jadi bisa dihitung kira-kira 9 hari, hari ke-10 itu yang mana, hari apa, lalu Konklaf itu akan diadakan dalam waktu 15 hari sesudah wafat,” jelas dia.
“Berapa lama Konklaf itu akan berlangsung tergantung dari keadaan,” sambung Suharyo.