
Mengenal Mangebang Solu Bolon, Tradisi Perkenalan Kapal Angkut Massal di Danau Toba
Tradisi Solu Bolon menjadi salah satu budaya unik milik masyarakat Danau Toba yang sampai saat ini masih dilestarikan.
Tradisi Solu Bolon menjadi salah satu budaya unik milik masyarakat Danau Toba yang sampai saat ini masih dilestarikan.
Danau Toba menjadi salah satu daya tarik wisata yang sudah terkenal hingga ke mancanegara. Keindahan alamnya yang begitu indah menjadi alasan utama wisatawan menyambangi tempat ini.
Selain wisata, tradisi dan budaya yang berkembang di masyarakat sekitar Danau Toba pun juga tak kalah menarik hanya untuk sekedar menjadi media edukasi terkait kebudayaan lokal.
Di Danau Toba ada salah satu tradisi yang sudah dilakukan cukup lama, namanya Mangebang Solu Bolon. Tradisi yang satu ini begitu unik karena masyarakat biasa "pamer" atau memperkenalkan kapal-kapal angkut mereka.
Lalu asal-usul dan bagaimana pelaksanaan Mangebang Solu Bolon? Berikut ulasan selengkapnya yang telah merdeka.com rangkum dari berbagai sumber.
Mengutip beberapa sumber, Solu adalah perahu kayu yang ditambah dengan papan di setiap sisinya dan diikat dengan paku payung besi. Ukuran kapal ini beragam, tapi paling besar bisa diisi sekitar 50 orang pendayung.
Untuk menggerakkan kapal ini membutuhkan tenaga manusia untuk mendorongnya (mendayung). Solu paling besar bisa mencapai panjang 18 meter dan terdapat ukiran di bagian depan dan belakang kapal.
Solu bisa dibedakan dari ornamen yang tersemat di badan kapal atau disebut dengan Giarogia di Pudi yang terdiri dari tiga batang dengan jumbai berbahan dasar bulu kuda dan sederet batang pendek yang disebut rame rame.
Mengutip artikel Kompetensi Universitas Balikpapan Vol.16, Juni 2023, tradisi Mangebang Solu Bolon menjadi salah satu kegiatan yang wajib dilakukan oleh masyarakat Danau Toba khususnya yang memiliki Solu Bolon.
Asal-usul pelaksanaan tradisi ini sudah dimuali sejak 1965 dan sampai sekarang masih terus dilaksanakan. Secara umum, Mangebang Solu Bolon memperkenalkan kapal atau Solu Bolon yang baru kepada masyarakat luas.
Salah satu daerah yang masih melaksanakan tradisi ini ada di Baktiraja. Mereka biasa melaksanakan tradisi ini setiap Rabu karena terkait adanya pelaksanaan pasar di Baktiraja. Hal ini bertujuan untuk memberi tahu kepada masyarakat sekitar jika ada pelaksanaan Mangebang.
Setiap pelaksanaan Mangebang, lazimnya diikuti oleh para penatua adat atau tetua adat beserta tokoh-tokoh masyarakat setempat. Di Baktiraja, pelaksanaan Mangebang harus sesuai dengan adat istiadat yang berlaku di sana.
Bukti bahwa pelaksanaan Mangebang ini harus sesuai adat istiadat yang berlaku terlihat dari proses pelaksanaan yang dilakukan secara terstruktur dengan baik.
Sebelum dilaksanakan, Mangebang harus mendapat kesepakatan antara Hasuhuton, Raja Huta, Raja Adat, dan juga Pande.
Meski pelaksanaan Mangebang Solu Bolon untuk memperkenalkan dan "pamer" kapal barunya, akan tetapi pelaksanaan tersebut mengandung sarat nilai positif bagi masyarakat.
Ada beberapa nilai dalam setiap pelaksanaan Mangebang. Namun, terdapat 3 nilai yang mungkin penting bagi masyarakat di Baktiraja. Pertama, nilai kerukunan. Tahap ini di mana masyarakat akan sangat menghormati dan menghargai usaha dari pembuat kapal tersebut.
Kedua, ada nilai kebersamaan. Pelaksanaan Mangebang cukup melibatkan banyak orang. Di sinilah nilai kebersamaan itu muncul, mereka saling membantu dalam mempersiapkan segala kebutuhan untuk melaksanakan Mangebang.
Terakhir, nilai sosial. Ya, nilai ini sangat terlihat jelas ketika tradisi ini dilaksanakan. Antar masyarakat saling bergotong royong, kerja sama dan membantu pelaksanaan upacara. Bahkan, mereka juga mengundang tokoh adat dan pejabat setempat untuk melihat Mangeban Solu Bolon.
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Tradisi ini terus dilestarikan masyarakat Sedulur Sikep agar tidak punah
Baca SelengkapnyaSalah satu tujuan dari kegiatan ini adalah untuk menjaga ketahanan pangan masyarakat.
Baca SelengkapnyaTulak Bala, tradisi menolak bala dari bencana maupun wabah khas masyarakat pesisir Pantai Barat Aceh.
Baca SelengkapnyaTarian adu kekuatan dan ketangkasan kaum laki-laki dengan menggunakan senjata berupa rotan sebagai alat pukul dan tameng yang terbuat dari kulit sapi.
Baca SelengkapnyaPanitia menyiapkan 9 ton nasi, 14 ekor kerbau, dan 80 ekor kambing untuk tradisi Buka Luwur.
Baca SelengkapnyaTradisi ini sudah sangat melekat di masyarakat Nias hingga sudah menjadi simbol dan budaya yang dihadirkan dalam acara-acara adat.
Baca SelengkapnyaMauludan merupakan perayaan yang dilakukan oleh masyarakat Desa Kemuja, Kabupaten Mendo Barat, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Baca Selengkapnya