Mengenal Upacara Obong-Obong, Tradisi Orang Kalang di Kendal Warisan Para Leluhur
Mereka masih mempertahankan tradisi ini karena banyak pesan moral yang terkandung di dalamnya.
Mereka masih mempertahankan tradisi ini karena banyak pesan moral yang terkandung di dalamnya.
Upacara Obong-Obong merupakan tradisi upacara kematian yang masih dipertahankan oleh masyarakat Kalang yang ada di Kendal. Mengutip Kemdikbud.go.id, Kalang merupakan sebutan dari segolongan orang atau suku bangsa yang tersebar di Pulau Jawa, terutama di daerah Jawa Tengah.
Kata “Kalang” berasal dari bahasa Jawa yang berarti “batas”. Dengan kata lain, Kalang adalah kelompok yang diasingkan dari masyarakat karena dahulu ada anggapan bahwa mereka orang-orang yang berbahaya.
(Foto: YouTube Hidden Team)
Orang Kalang terbagi menjadi dua, yang pertama adalah Kalang Obong, yaitu orang Kalang laki-laki yang berhak mengadakan upacara Obong. Lalu yang kedua adalah Kalang perempuan yang tidak berhak mengadakan upacara Obong karena dianggap tidak murni lagi karena suaminya berasal dari luar Kalang.
Salah satu kelompok masyarakat Kalang yang masih mengadakan Upacara Obong ada di Desa Montongsari, Kecamatan Weleri, Kendal. Mereka masih melestarikan budaya itu dari dulu hingga saat ini.
Tujuan mereka masih mempertahankan tradisi itu untuk melaksanakan amanat leluhur masyarakat Kalang agar anak cucu mereka menyempurnakan arwah nenek moyang.
Masyarakat Kalang yang melakukan Upacara Obong juga mendapatkan kepuasan emosi religius karena telah menjalankan amanat dari leluhurnya. Upacara itu juga menjadi sarana berkumpulnya warga untuk saling berinteraksi satu sama lain.
Saat berjalannya upacara Obong, yang sangat mempunyai peran adalah seorang dukun (Nyi Sonteng) yang mempunyai keturunan Kalang. Dengan memisahkan identitas adat dan agama dalam kehidupan masyarakat, warga Kalang dapat mempertahankan Tradisi Upacara Obong hingga sekarang.
Mengutip Kemdikbud.go.id, Desa Montongsari merupakan desa dengan jumlah penduduk sebanyak 2.865 jiwa yang 65 persen masyarakatnya keturunan Kalang. Tradisi obong itu dilakukan setahun setelah kematian almarhum.
Dalam upacara itu, berbagai barang milik almarhum seperti baju, kasur, aksesoris, serta barang-barang lainnya dibakar. Begitu pula dengan boneka yang disimbolkan sebagai almarhum juga dibakar dalam upacara itu.
Seiring zaman, upacara itu mengalami perubahan. Tetapi dasar dan tujuan dari upacara tersebut masih dipegang teguh. Mereka tetap melaksanakan upacara itu karena ada kandungan moral di dalamnya, seperti berbakti pada orang tua sampai mereka meninggal dunia.
Panitia menyiapkan 9 ton nasi, 14 ekor kerbau, dan 80 ekor kambing untuk tradisi Buka Luwur.
Baca SelengkapnyaTradisi ini terus dilestarikan masyarakat Sedulur Sikep agar tidak punah
Baca SelengkapnyaTradisi ini sudah sangat melekat di masyarakat Nias hingga sudah menjadi simbol dan budaya yang dihadirkan dalam acara-acara adat.
Baca SelengkapnyaKemunculan dongkrek awalnya sebagai upaya menolak bala atas pagebluk atau wabah penyakit.
Baca SelengkapnyaTradisi ini digelar sebagai bentuk doa agar terhindar dari bencana dan selalu diberi hasil alam melimpah.
Baca SelengkapnyaWalau saling pukul pakai rotan, namun warga di sini tidak saling dendam
Baca SelengkapnyaTarian adu kekuatan dan ketangkasan kaum laki-laki dengan menggunakan senjata berupa rotan sebagai alat pukul dan tameng yang terbuat dari kulit sapi.
Baca SelengkapnyaJampe Harupat merupakan tradisi lisan orang tua Sunda di zaman dahulu kepada anaknya agar tumbuh dengan kondisi sehat dan baik.
Baca SelengkapnyaUpacara yang digelar tiap bulan Sapar itu digelar untuk menjaga nilai-nilai budaya yang diwariskan turun-temurun.
Baca Selengkapnya