Mengenal Cembengan, Tradisi Tebu Manten yang Jadi Mulainya Gilingan PG Madukismo
Mengenal Tebu Manten
Masyarakat sekitar PG Madukismo sangat antusias ketika perayaan tebu manten berlangsung.
Untuk meramaikan tradisi tebu manten, masyarakat beramai-ramai menghadiri iring-iringan tebu manten di sekeliling pabrik. Biasanya masyarakat akan mengikuti acara tersebut dari awal hingga selesai.
Bukan hanya menjadi penonton, masyarakat yang hadir dalam perayaan tradisi tebu manten juga bisa menjadi bergodo.
Mengenal lebih jauh tentang tebu manten atau Cembengan, berikut ulasannya yang telah Merdeka rangkum dari berbagai sumber.
Sejarah dan asal usul “Cembengan”
Mengutip dari laman kemdikbud.go.id, tebu manten atau biasa dikenal “Cembengan” merupakan budaya atau tradisi yang diadopsi dari etnis Tionghoa, yaitu Cing Bing. Hal itu bisa terbentuk karena sebagian masyarakat Cina yang tinggal di Pantura (Pantai Utara) Jawa. Mereka yang memahami cara pembuatan gula tebu melakukan ritual Cing Bing sesaat sebelum memproduksi gula. Cing Bing merupakan ritual kegiatan ziarah ke makam leluhur yang dilakukan sebelum memulai pekerjaan besar.
Pesta gilingan sudah dilakukan turun-temurun dari nenek moyang, sehingga tradisi ini sudah melekat pada masyarakat sehingga sulit ditinggalkan. Mengingat tradisi Cembengan sudah dilaksanakan sejak 1950-an, masyarakat pun percaya jika tradisi ini ditinggalkan maka akan terjadi sesuatu.
Filosofi Tebu Manten “Cembengan”
Selain sejarah, tradisi Cembengan ternyata memiliki filosofi tersendiri. Diadakannya tradisi Cembengan bertujuan agar selama awal produksi hingga akhir produksi nanti tanaman tebu yang telah ditanam di lahan petani tetap menghasilkan tebu yang melimpah serta memiliki kualitas tinggi dan baik hingga musim tanam selanjutnya.
Keunikan Cembengan PG Madukismo
Tradisi Cembengan yang berada di PG Madukismo terbilang unik. Tradisi tersebut unik karena dua buah tebu yang disandingkan dan dirias bak sepasang pengantin “mempelai wanita” dan “mempelai pria” diikat serta diarak. Dua buah tebu yang menjadi mempelai pria dan mempelai wanita dipilih yang memiliki kualitas baik saat masa panen.
berita untuk kamu.
Mengutip dari ugm.ac.id, keunikan lain yaitu setiap tahunnya nama tebu manten berbeda-beda dengan mengikuti Penanggalan Masehi serta Penanggalan Jawa. Lebih spesifiknya, nama mempelai pria memakai nama hari menyesuaikan sistem penanggalan 7 hari selama seminggu. Sedangkan mempelai wanita tebu manten diberi nama menyesuaikan dengan sistem penanggalan 5 hari pasaran. Kedua tebu manten “mempelai pria” dan “mempelai wanita” diarak hingga menuju Masjid An-Nuur yang berada pada sisi timur PG Madukismo guna melaksanakan akad nikah atau ijab terlebih dahulu.
Setelah akad nikah, mempelai pria dan mempelai wanita tebu manten kembali diarak menuju pabrik. Kedua mempelai tebu manten kemudian menjadi “cucuk lampah”, yaitu buah tebu yang menjadi pertama kali atau mengawali untuk dimasukkan ke dalam mesin penggilingan tebu. Hal itu menandakan sudah dimulainya Guling dan Suling Pabrik Gula Madukismo. (Foto : tirtonirmolo.bantulkab.go.id)
Tidak kalah menarik dan unik, iring-iringan yang dilakukan warga di sekililingnya juga menjadi sorotan. Iring-iringan tersebut meliputi adanya pementasan tarian tradisional, drum band, barisan bergodo (pasukan prajurit Kraton) dan kegiatan hiburan lain yang dibawakan masyarakat.
- Merdeka Jogja
Panitia menyiapkan 9 ton nasi, 14 ekor kerbau, dan 80 ekor kambing untuk tradisi Buka Luwur.
Baca SelengkapnyaSaking serunya, tradisi Ngubyag sampai diikuti oleh warga luar kota.
Baca SelengkapnyaTarian adu kekuatan dan ketangkasan kaum laki-laki dengan menggunakan senjata berupa rotan sebagai alat pukul dan tameng yang terbuat dari kulit sapi.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Kemunculan dongkrek awalnya sebagai upaya menolak bala atas pagebluk atau wabah penyakit.
Baca SelengkapnyaTradisi ini digelar setahun sekali, tepatnya pada hari Rabu terakhir di Bulan Safar.
Baca SelengkapnyaPacu Kude, tradisi balap kuda dalam menyambut hari kemerdekaan yang dilakukan masyarakat Aceh Tengah.
Baca SelengkapnyaTempat mandi ini masih tradisional dan menyatu dengan alam.
Baca SelengkapnyaTradisi ini terus dilestarikan masyarakat Sedulur Sikep agar tidak punah
Baca SelengkapnyaNirok Nanggok, tradisi masyarakat Belitung saat menangkap ikan ketika musim kemarau telah tiba.
Baca Selengkapnya