Mengenal Pacu Kude, Tradisi Unik Menyambut Hari Kemerdekaan Khas Masyarakat Aceh Tengah
Dalam menyambut perayaan hari kemerdekaan, setiap daerah memiliki tradisi unik. Salah satunya Pacu Kude dari Aceh Tengah.
Dalam menyambut perayaan hari kemerdekaan, setiap daerah memiliki tradisi unik. Salah satunya Pacu Kude dari Aceh Tengah.
Tradisi Pacu Kude adalah lomba pacuan kuda tradisional dengan joki tanpa menggunakan pelana. Pacu Kude menjadi acara yang mampu menyedot perhatian masyarakat sekitar untuk menonton. Sekarang, Pacu Kude sudah digelar rutin sebagai pariwisata di Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah.
Mengutip kebudayaan.kemdikbud.go.id, Pacu Kude pertama kali digelar pada 1850. Sebelum orang Gayo mengenal kendaraan, kuda menjadi moda transportasi utama. Maka dari itu, kuda memiliki peranan penting dalam berbagai kegiatan sehari-hari.
Masih mengutip dari sumber serupa, Pacu Kude biasa digelar saat pagi dan sore hari tepatnya setelah salat asar. Pada perlombaan tersebut, tidak disediakan hadiah untuk para joki, melainkan memperoleh "gah" atau nama besar. Selepas Pacu Kude, masyarakat melanjutkan agenda perayaan atau syukuran luah munoling (panen padi).
Adapun versi lain Pacu Kude, yaitu kegiatan "iseng" mud mudi setelah panen padi. Kuda-kuda yang berkeliaran saat Lues Belang yang kemudian ditangkap menggunakan kain sarung kemudian dipacu. Tak disangka, kebiasaan-kebiasaan tersebut lambat laun menjadi acara kegiatan rutin sejak 1930-an. Lomba tersebut melibatkan kuda-kuda serta joki yang mewakili kampung masing-masing.
Pacu Kude telah melewati berbagai zaman termasuk saat masa penjajahan Hindia Belanda. Pada 1912, Belanda sempat menggelar Pacu Kude, yang bertujuan untuk memeriahkan ulang tahun Ratu Belanda setiap 31 Agustus. Berpindah ke penjajahan Jepang, Pacu Kude sempat meredup di kalangan masyarakat Gayo. Hal ini lantaran kuda-kuda mereka diambil alih tentara Jepang.
Pasca kemerdekaan pada 1950-an, Pacu Kude akhirnya kembali digelar. Semakin hari, acara ini semakin ramai dan antusias masyarakat terbilang tinggi. Bahkan, tempatnya sempat dibuat agak tinggi dibandingkan dengan lapangan lainnya yang bernama Buntul Kenawat. Tempat ini terkenal dengan para berkumpulnya kuda-kuda dan joki.
Seiring berjalannya waktu, Pacu Kude akhirnya dikelola Pemkab Aceh Tengah. Sampai akhirnya tradisi ini digelar untuk memeriahkan HUT Kemerdekaan Republik Indonesia. Seiring makin berkualitasnya kuda pacuan, para joki juga mulai memakai pelana dan alat keamanan lainnya saat memacu kuda. Biasanya digunakan saat bertanding di Kelas A dan bukan di kuda lokal.
Panitia menyiapkan 9 ton nasi, 14 ekor kerbau, dan 80 ekor kambing untuk tradisi Buka Luwur.
Baca SelengkapnyaTarian adu kekuatan dan ketangkasan kaum laki-laki dengan menggunakan senjata berupa rotan sebagai alat pukul dan tameng yang terbuat dari kulit sapi.
Baca SelengkapnyaTradisi Cembengan merupakan tradisi yang diadopsi dari etnis Tionghoa, yaitu Cing Bing.
Baca SelengkapnyaTradisi ini terus dilestarikan masyarakat Sedulur Sikep agar tidak punah
Baca SelengkapnyaTradisi ini digelar para petani saat memasuki musim tanam padi. Seperti halnya para petani di Desa Selokgondang, Kecamatan Sukodono, Lumajang.
Baca SelengkapnyaKemunculan dongkrek awalnya sebagai upaya menolak bala atas pagebluk atau wabah penyakit.
Baca SelengkapnyaTradisi Markusip, cara PDKT ala masyarakat Tapanuli Selatan yang dilakukan pada masa lampau.
Baca SelengkapnyaTradisi ini sebagai bentuk keresahan atas keresahan alam yang merajarela
Baca SelengkapnyaPria tua ini bukanlah orang sembarangan. Dia masih memiliki darah keturunan Kerajaan Majapahit. Pesan leluhurnya juga masih dipegang teguh. Bahkan kakek ini juga masih menjunjung tradisi ageman Jawa Kuno.
Baca Selengkapnya