Jenis Tindak Pidana Pemilu, Pahami Pengertian dan Penanganannya
Tindak pidana pemilu menjadi ancaman serius yang dapat merusak integritas dan legitimasi demokrasi.
Tindak pidana pemilu menjadi ancaman serius yang dapat merusak integritas dan legitimasi demokrasi.
Jenis Tindak Pidana Pemilu, Pahami Pengertian dan Penanganannya
Pemilu adalah fondasi bagi negara demokratis, dan tindakan kriminal yang terkait dengan proses ini dapat mengancam kesejahteraan masyarakat dan stabilitas politik. Tindak pidana pemilu melibatkan serangkaian pelanggaran, mulai dari pemalsuan dokumen, intimidasi pemilih, hingga penyebaran informasi palsu yang dapat mempengaruhi opini publik.
Salah satu bentuk tindak pidana pemilu yang umum adalah pemalsuan suara atau manipulasi hasil pemilihan. Praktek semacam ini dapat menciptakan ketidaksetaraan dalam mewujudkan kehendak rakyat, merampas hak suara warganegara, dan membahayakan integritas sistem demokratis.
Selain itu, intimidasi terhadap pemilih dan calon adalah bentuk tindak pidana yang dapat merusak proses pemilu. Ancaman fisik atau psikologis terhadap pemilih dapat menciptakan iklim ketakutan dan memengaruhi hasil pemilihan dengan cara yang tidak sah.
Dalam menghadapi tindak pidana pemilu, penting bagi pemerintah, lembaga pemilihan, dan masyarakat sipil untuk bekerja sama dalam mengimplementasikan langkah-langkah preventif dan penegakan hukum yang efektif.
Penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku tindak pidana pemilu dapat memberikan sinyal kuat bahwa negara bersikap serius dalam menjaga integritas dan keabsahan proses demokratis, serta melindungi hak suara warganegara. Dilansir dari berbagai sumber, berikut selengkapnya tentang tindak pidana pemilu.
-
Apa itu Pemilu? Pemilu adalah sarana penyelenggaraan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
-
Apa arti Pemilu? Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, Pemilu atau Pemilihan Umum merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat untuk memilih Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden serta Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
-
Bagaimana Pemilu dan Pilkada dilakukan? Proses pelaksanaan Pemilu menjunjung asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil, sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
-
Bagaimana Pemilu diselenggarakan? Pemilu dilaksanakan sesuai dengan asas pemilu di Indonesia yaitu secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
-
Bagaimana cara menangani pelanggaran pemilu? Penanganan perkaranya dilakukan oleh Bawaslu dan kepolisian.
Pengertian Tindak Pidana Pemilu
Tindak pidana pemilu merujuk pada serangkaian tindakan kriminal atau pelanggaran hukum yang terkait dengan proses pemilihan umum atau pemilu. Tindak pidana pemilu mencakup berbagai kegiatan yang dapat merusak integritas, transparansi, dan keadilan dalam pelaksanaan pemilu.
Secara yuridis, tindak pidana pemilu menurut Pasal 1 angka 2 Perma 1/2018 adalah tindak pidana pelanggaran dan/atau kejahatan sebagaimana diatur dalam UU Pemilu.
Sedangkan yang dimaksud dengan pemilu menurut Pasal 1 angka 1 UU Pemilu adalah sarana kedaulatan rakyat untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, dan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Jenis Tindak Pidana Pemilu
Jenis-jenis tindak pidana pemilu diatur dalam Bab II tentang Ketentuan Pidana Pemilu, yaitu Pasal 488 s.d. Pasal 554 UU Pemilu. Di antara jenis-jenis tindak pidana tersebut adalah sebagai berikut:
1. Memberikan Keterangan Tidak Benar dalam Pengisian Data Diri Daftar Pemilih
Pasal 488 UU Pemilu
Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar mengenai diri sendiri atau diri orang lain terutang suatu hal yang diperlukan untuk pengisian daftar pemilih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 203,
dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp12 juta.
Data diri untuk pengisian daftar pemilih antara lain mengenai nama, tempat dan tanggal lahir, gelar, alamat, jenis kelamin, dan status perkawinan.
2. Kepala Desa Menguntungkan atau Merugikan Peserta Pemilu
Pasal 490 UU Pemilu
Setiap kepala desa atau sebutan lain yang dengan sengaja membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan-
salah satu peserta pemilu dalam masa kampanye, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp12 juta.
3. Mengacaukan, Menghalangi, atau Mengganggu Kampanye Pemilu
Pasal 491 UU Pemilu
Setiap orang yang mengacaukan, menghalangi, atau mengganggu jalannya kampanye pemilu dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp12 juta.
4. Kampanye di Luar Jadwal yang Ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (“KPU”)
Pasal 492 UU Pemilu
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kampanye pemilu di luar jadwal yang telah ditetapkan oleh KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota untuk setiap peserta pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 276 ayat (2), dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp12 juta.
Kampanye pemilu sebagaimana dimaksud berupa iklan media massa cetak, media massa elektronik, internet, dan rapat umum. Kampanye tersebut dilaksanakan selama 21 hari dan berakhir sampai dimulainya masa tenang.
5. Melakukan Pelanggaran Larangan Kampanye
Terdapat 10 bentuk larangan bagi pelaksana, peserta, dan tim kampanye pemilu ketika melakukan kampanye, yang tercantum di dalam Pasal 280 ayat (1) UU Pemilu yaitu:
- mempersoalkan dasar negara Pancasila, Pembukaaan UUD 1945, dan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (“NKRI”);
- melakukan kegiatan yang membahayakan keutuhan NKRI;
- menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon, dan/atau peserta pemilu yang lain;
- menghasut dan mengadu domba perseorangan atau masyarakat;
- mengganggu ketertiban umum;
- mengancam untuk melakukan kekerasan atau menganjurkan penggunaan kekerasan kepada seseorang, sekelompok anggota masyarakat, dan/atau peserta pemilu lain;
- merusak dan/atau menghilangkan alat peraga kampanye peserta pemilu;
- menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan;
- membawa atau menggunakan tanda gambar dan/atau atribut selain dari tanda gambar dan/atau atribut peserta pemilu yang bersangkutan; dan
- menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta kampanye pemilu.
Selain itu, Pasal 280 ayat (2) UU Pemilu melarang pelaksana dan/atau tim kampanye mengikutsertakan beberapa pihak dalam kegiatan kampanye, seperti hakim agung dan hakim pada semua badan peradilan di bawah Mahkamah Agung, aparatur sipil negara, kepala desa dan perangkatnya, anggota TNI/Polri, pejabat-
negara bukan anggota partai politik yang menjabat sebagai pimpinan di lembaga nonstruktural, dan lain-lain. Pelanggaran terhadap larangan sebagaimana diatur di dalam Pasal 280 ayat (1) UU Pemilu diancam dengan pidana penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp24 juta. Hal ini diatur dalam Pasal 521 dan Pasal 523 ayat (1) UU Pemilu.
Sementara itu, pelanggaran terhadap larangan sebagaimana diatur di dalam Pasal 280 ayat (2) UU Pemilu, diatur dalam Pasal 493 UU Pemilu yaitu dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp12 belas juta.
6. Memberikan Keterangan Tidak Benar dalam Laporan Dana Kampanye Pemilu
Pasal 496 UU Pemilu
Peserta Pemilu yang dengan sengaja memberikan keterangan tidak benar dalam laporan dana kampanye pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 334 ayat (1), ayat (2), dan/atau ayat (3) serta Pasal 335 ayat (1), ayat (2), dan/atau ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp12 juta.
Pasal 497 UU Pemilu
Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan tidak benar dalam laporan dana kampanye, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp24 juta.
7. Menyebabkan Orang Lain Kehilangan Hak Pilihnya
Pasal 510 UU Pemilu
Setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan orang lain kehilangan hak pilihnya dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp24 juta.
8. Menetapkan Jumlah Surat Suara yang Dicetak Melebihi Jumlah yang Ditentukan
Pasal 514 UU Pemilu
Ketua KPU yang dengan sengaja menetapkan jumlah surat suara yang dicetak melebihi jumlah yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 344 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp240 juta.
Adapun, jumlah surat suara yang seharusnya dicetak adalah jumlah pemilih tetap ditambah dengan 2% dari jumlah pemilih tetap sebagai cadangan.
Selain itu, KPU juga menetapkan besarnya jumlah surat suara untuk pelaksanaan pemungutan ulang sebanyak 1.000 surat suara pemungutan suara ulang yang diberi tanda khusus untuk setiap daerah, masing-masing surat suara untuk pasangan calon, anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.
9. Memberikan Suara Lebih dari Satu Kali
Pasal 516 UU Pemilu
Setiap orang yang dengan sengaja pada waktu pemungutan suara memberikan suaranya lebih dari satu kali di satu TPS/ TPSLN atau lebih, dipidana dengan pidana penjara paling lama 18 bulan dan denda paling banyak Rp18 juta.
Penanganan Tindak Pidana Pemilu
Untuk menangani tindak pidana pemilu, Pasal 2 huruf b Perma 1/2018 mengatur bahwa pengadilan negeri dan pengadilan tinggi berwenang memeriksa, mengadili dan memutus tindak pidana pemilu yang timbul karena laporan dugaan tindak pidana pemilu yang diteruskan oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum (“Bawaslu”), Bawaslu provinsi, Bawaslu kabupaten/kota dan/atau Panitia Pengawas Pemilu (“Panwaslu”) kecamatan-
kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia paling lama 1 x 24 jam, sejak Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota dan/atau Panwaslu Kecamatan menyatakan bahwa perbuatanatau tindakan yang diduga merupakan tindak pidana pemilu.
Pengadilan negeri dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana Pemilu menggunakan KUHAP, kecuali ditentukan lain dalam UU Pemilu.
Dalam hal putusan pengadilan negeri diajukan banding, permohonan banding diajukan paling lama 3 hari setelah putusan dibacakan.
Pengadilan tinggi memeriksa dan memutus perkara banding paling lama 7 hari setelah permohonan banding diterima.
Putusan pengadilan tinggi yang memeriksa dan memutus perkara banding dalam tindak pidana pemilu merupakan putusan terakhir dan mengikat serta tidak dapat dilakukan upaya hukum lain.