Menelusuri Tradisi Ngabungbang Asal Banjar, Mandi Suci untuk Menghilangkan Hal Buruk
Tradisi ini dilakukan pada 14 Rabiul Awal di tempat-tempat keramat yang dianggap suci.
Tradisi ini dilakukan pada 14 Rabiul Awal di tempat-tempat keramat yang dianggap suci.
Kebudayaan merupakan sebuah hal rumit yang mencakup berbagai pengetahuan, sejarah, kesenian, adat istiadat, hingga nilai tradisi yang biasanya hadir dalam setiap lini kehidupan masyarakat di berbagai wilayah.
Adanya tradisi di setiap wilayah menggambarkan sikap dan perilaku manusia yang telah berproses dalam kurun waktu yang lama dan terus dilaksanakan secara turun temurun oleh generasi mereka.
Biasanya, tradisi yang ada dipengaruhi oleh kecenderungan untuk berbuat sesuatu dan mengulang hal tersebut hingga menjadi sebuah kebiasaan dan diajarkan setiap keturunan.
Sama halnya dengan Tradisi Ngabungbang yang dilestarikan oleh masyarakat di wilayah Parahyangan, lebih tepatnya di Desa Batulawang, Kecamatan Pataruman, Kota Banjar, Provinsi Jawa Barat.
Mengutip dari jurnal Kebudayaan Ngabungbang dari Tahun 1915-2009 di Kota Banjar yang ditulis oleh Wulan Sondarika, Ngabungbang menurut bahasa Sunda berasal dari kata Bungbang yang artinya indit atau dalam bahasa Indonesia berarti pergi atau kelana.
Jika ditambah dengan imbuhan Nga- akan menunjukkan kata kerja, sama halnya dengan imbuhan me- dalam bahasa Indonesia.
Jadi, Ngabungbang memiliki makna mengelana pada suatu tempat.
Ngabungbang adalah ritual nyari sapeupeuting yang secara makna dalam bahasa Indonesia yaitu bergabung semalaman. Dalam sebutan jawa : melekan, tetapi secara makna ritual hampir sebanding dengan bertapa.
(Foto : istockphoto.com)
Tradisi ini dilakukan pada tanggal 14 Mulud atau 14 Rabiul Awal yang biasanya bertepatan dengan munculnya bulan purnama di luar rumah atau tempat-tempat keramat yang dianggap suci dan memiliki aura kesaktian.
(Foto : istockphoto.com)
Melansir dari sumber lain yaitu banjarkota.go.id, Ngabungbang berasal dati kata “nga” dan “bungbang”. “Nga” diartikan sebagai ngahijikan atau menyatukan, sementara “bungbang” berarti membuang atau membersihkan.
Secara keseluruhan, ngabungbang merupakan mandi suci dengan niat menyatukan cipta, rasa, dan karsa untuk membuang semua perilaku tidak baik secara lahir maupun batin.
Tujuannya tak dan lain dan tak bukan adalah bermunajat hanya kepada Allah SWT untuk memohon ampunan dan bertobat dari segala kesalahan yang telah diperbuat.
Tradisi ini juga ditujukan untuk memohon kekuatan untuk mendapatkan kebaikan dalam mencapai segala cita-cita hingga mendapatkan peningkatan kualitas dalam kehidupan.
Tradisi upah-upah biasanya dilengkapi dengan jamuan kecil maupun besar serta doa dan selamat atas tercapainya suatu hal.
Baca SelengkapnyaTradisi Kepungan Tumpeng Tawon a dilakukan oleh masyarakat Desa Mangunweni Kebumen.
Baca SelengkapnyaTradisi Menahan Hujan merupakan tradisi yang dilakukan oleh masyarakat di Desa Mulyoagung, Kecamatan Singgahan, Kabupaten Tuban.
Baca SelengkapnyaDalam bahasa Jawa, mlumah berarti terlentang dan murep artinya tengkurap.
Baca SelengkapnyaUpacara ini sebagai wujud dari ungkapan rasa syukur masyarakat terhadap para leluhur yang dilaksanakan setiap tahun pada hari tertentu.
Baca SelengkapnyaTarian tradisional Ketuk Tilu yang berasal dari Jawa Barat ini ternyata memiliki makna sangat mendalam.
Baca SelengkapnyaTradisi kawin tangkap merupakan perkawinan yang dilakukan dengan cara menangkap perempuan dengan paksa untuk dikawinkan dengan seorang pria yang tidak dicintai.
Baca SelengkapnyaTradisi ini dianggap sebagai simbol dimulainya kehidupan baru yaitu kehidupan rumah tangga.
Baca SelengkapnyaTradisi Mantu Kucing dilakukan oleh masyarakat di Dusun Njati, Pacitan, Jawa Timur sejak 1960-an.
Baca Selengkapnya