
Mengenal Rebu, Budaya Sopan Santun dan Larangan Masyarakat Tanah Karo
Setiap suku di Indonesia memiliki adab dan tata krama masing-masing. Bahkan, seluruh ajarannya itu diwariskan secara turun-temurun.
Setiap suku di Indonesia memiliki adab dan tata krama masing-masing. Bahkan, seluruh ajarannya itu diwariskan secara turun-temurun.
Suku Karo mempunyai tradisi pantang menyampaikan pesan secara langsung kepada orang-orang tertentu. Lalu bagaimana caranya berkomunikasi? Biasanya mereka akan menyampaikannya menggunakan perantara orang lain.
Tradisi tersebut dinamakan Rebu. Melansir dari buku "Makna Pemakaian Rebu Dalam Kehidupan Kekerabatan Orang Batak Karo", Rebu diartikan 'Pantang', 'Tidak Pantas', 'Dilarang', 'Tidak Dapat'. Secara menyeluruh, pemaknaan Rebu sendiri mengandung larangan kepada seseorang untuk melakukan sesuatu.
Penasaran dengan Tradisi yang satu ini? Simak rangkumannya yang dihimpun dari beberapa sumber berikut.
Mengutip dari bpodt.id, tujuan dari tradisi Rebu adalah batas kebebasan agar bisa mengontrol perbuatan setiap orang Karo. Hal tersebut untuk menghindari kejadian yang tidak diinginkan, seperti perselingkuhan contohnya.
Tak sampai situ, Rebu rupanya juga ditegakkan dalam konsep tempat tinggal orang Karo Tradisional. Pasalnya, dalam satu rumah itu dihuni empat sampai dua belas keluarga tanpa batas dinding atau sekat. Maka dari itu, Rebu begitu berperan penting meskipun tidak ada aturan secara tertulis. Namun, orang Karo begitu teguh dan patuh terhadap Rebu. (Foto: wikipedia)
Tradisi Rebu juga diterapkan dalam sistem mendidik anak yang masih tinggal di rumah adat. Mereka sangat dilarang keras apabila pulang bermain setelah jam makan malam.
Apabila mereka melanggar, mereka bakal memilih tidur di Jabu Desa dan tidak berani pulang ke rumah. Dengan tidak pulang ke rumah, otomatis mereka tidak mendapat makan, alias menahan lapar semalaman. Rupanya, Rebu juga mengajarkan dan mendidik anak untuk displin waktu.
Penegakan tradisi Rebu dalam masyarakat Karo tak hanya bersinggungan dengan tata krama dan sikap seseorang saja. Namun, Rebu juga terkenal di sistem kekerabatan.
Ada 3 sistem kekerabatan yang masih berpegang teguh dengan tradisi Rebu, yaitu Rebu antara Mami (mertua wanita) dengan kela (menantu laki-laki), Rebu antara Bengkila (mertua laki-laki) dengan Permain (menantu wanita), dan Rebu antara Turangku dengan Turangku atau orang yang beripar dan berbeda jenis kelamin.
merdeka.com
Seiring perkembangan zaman dan teknologi, masyarakat Karo masih terus melestarikan Rebu. Bahkan, meski terjadi perubahan sosial, nilai-nilai, Rebu tidak berubah sama sekali.
Sebagian orang Karo masih menegakkan Rebu karena merupakan tuntutan ajaran adat. Namun, ada beberapa hal yang bisa dipetik dari tradisi Rebu ini, mencegah terjadinya hal-hal negatif yang memicu terjadinya perselisihan.
merdeka.com
Dari penerapan Rebu, setiap orang pasti akan timbul rasa hormat dan rasa segan secara natural. Dari rasa hormat tersebut, terbentuklah tata krama sopan santun yang menjadi prinsip-prinsip sosial dalam hidup berkerabat.
(Foto: kebudayaan.kemdikbud.go.id)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Di masanya, masyarakat Sunda sudah memiliki penanggalannya sendiri secara tradisional.
Baca SelengkapnyaTradisi ini terus dilestarikan masyarakat Sedulur Sikep agar tidak punah
Baca SelengkapnyaPanitia menyiapkan 9 ton nasi, 14 ekor kerbau, dan 80 ekor kambing untuk tradisi Buka Luwur.
Baca SelengkapnyaKupatan Jolosutro merupakan tradisi yang telah berlangsung lama di daerah Piyungan, Bantul..
Baca SelengkapnyaTradisi Solu Bolon menjadi salah satu budaya unik milik masyarakat Danau Toba yang sampai saat ini masih dilestarikan.
Baca SelengkapnyaPepongoten merupakan tradisi lisan yang lahir dan berkembang di masyarakat Gayo, Aceh.
Baca SelengkapnyaTradisi ini bertujuan agar sang anak dan keluarganya terhindar dari kesialan
Baca Selengkapnya