Mengulik Makna Tari Tradisi Ketuk Tilu Asli Jabar, Ada Ronggeng 'Penghubung' Roh Leluhur
Tari Ketuk Tilu lebih banyak tersebar di daerah Priangan, Bogor dan Purwakarta.
Tari Ketuk Tilu lebih banyak tersebar di daerah Priangan, Bogor dan Purwakarta.
Mengutip jurnal digilib.isi.ac.id, nama tari Ketuk Tilu bermula dari alat musik tarian tersebut yang seakan memberi pola-pola irama. Dengan tiga buah ketuk (penclon bonang) di antara alat-alat tabuh lain seperti rebab, indung dan kulanter (kendang besar dan kecil) serta mempertunjukan irama dan dinamika. Dari gerakan tari ada juga kecrek yang digunakan sebagai pengisi irama dan gong sebagai batas-batas pada lagu.
Mengutip jurnal isbi.ac.id, tarian Ketuk Tilu memiliki penyajian, yaitu tarian, nyanyian serta tabuhan. Nyanyian dari tarian dipersembahkan oleh sosok perempuan yang sering disebut ronggeng. Menurut masyarakat sekitar, pemeran ronggeng memang menjadi sebuah sentral dalam pertunjukan tarian Ketuk Tilu dan menjadi primadonanya. Hal itu dinilai dari tarian dan nyanyiannya.
Berhubungan dengan hal tersebut, pada zaman dahulu masyarakat masih mempercayai kemistisan, dimana Ketuk Tilu mempunyai kedudukan penting pada kehidupan. Pada saat itu ronggeng memang sudah menjadi shaman atau pemimpin upacara yang memiliki kemampuan dalam bermediator antara dunia atas dan dunia bawah. Dengan kata lain mampu menghubungkan manusia dengan para roh leluhur.
Ronggeng sempat hancur dalam pencitraannya pada masa kolonial karena dianggap sebagai sosok penghibur. Akan tetapi lewat kesadaran serta kebutuhan estetika dari masyarakat seusai Indonesia merdeka, citra ronggeng kembali terangkat menjadi penyaji seni yang bernilai. (Foto : youtube.com/ Indonesia Heritage)
Mengutip laman jurnal isbi.ac.id, seiring dengan berjalannya waktu menjadikan tarian Ketuk Tilu memiliki beberapa perubahan fungsi. Berikut fungsi yang dimiliki: (Foto : youtube.com/ Indonesia Heritage)
Mengutip laman jurnal isbi.ac.id, hal tersebut dibuktikan dari jejak sejarah. Terdapat sisa kegiatan Ketuk Tilu yang berkaitan dengan upacara seperti meminta hujan, ngalokat cai dan upacara hajat bumi. Hal itu ditemukan di daerah Paneungteung, Desa Parongpong, Kabupaten Bandung Barat pada 2006. Rangkaian upacara biasanya menyajikan sesajen ditempat penyimpanan beras (goah), rumah sesepuh kampung atau bisa juga disimpan pada tempat saat upacara berlangsung seperti sekitar mata air.
Sedangkan saat di panggung, sesajen yang sama dengan dilengkapi kain kafan, daun hanjuang, bako hideung (madat), selendang, iket pusaka, beras dan uang yang jumlahnya tidak ditentukan. Waktu pelaksanaannya pun harus sesuai dengan perhitungan tanggal para sesepuh.
Awalnya fungsi tari Ketuk Tilu yang digunakan sebagai ritual lambat laun terkikis dan beralih fungsi menjadi seni hiburan. Perubahan bermula dari masa kolonial. Pada sarana hiburan gerakan tari sesuai dengan kehendak hati penari. hal itu memiliki tujuan sebagai pelipur lara/hiburan. Ketuk Tilu pada sarana hiburan memiliki tempat sajian dimana saja, bisa di bawah rumpun bambu, pelataran rumah, hingga lapangan asal cukup untuk berkumpul karena Ketuk Tilu biasanya dilingkari oleh penggemarnya.
Tahun 1920 hingga2000-an, tari Ketuk Tilu mengalami banyak perjalanan sejarah dan perubahan. Ketuk Tilu menjadi seni pertunjukan diangkat oleh Gugum Gumbira dengan diberi nama Ketuk Tilu Perkembangan. Tahun 1980-an Ketuk Tilu Perkembangan berubah menjadi Jaipongan. Perubahan nama tersebut juga memberikan ledakan yang luar bias. Jika awalnya Ketuk Tilu hanya berpentas di bawah rumpun bambu sekarang bisa berada di gedung mewah.
Mengutip laman budaya-indonesia.org, Ketuk Tilu dalam upacara juga bertujuan sebagai rasa syukur kepada Dewi Sridewi atau dewi padi pada kepercayaan masyarakat Sunda.
Berbagai macam tarian tradisional yang berasal dari Sumatra Utara memiliki makna dibaliknya. Berikut ulasan lengkapnya.
Baca SelengkapnyaTradisi dilakukan pada 14 Rabiul Awal di tempat-tempat keramat yang dianggap suci.
Baca SelengkapnyaUpacara ini sebagai wujud dari ungkapan rasa syukur masyarakat terhadap para leluhur yang dilaksanakan setiap tahun pada hari tertentu.
Baca SelengkapnyaTradisi Toktok masih dilestarikan oleh masyarakat saat musim kemarau.
Baca SelengkapnyaTari tradisional kali ini memiliki makna yang cukup mendalam yaitu kasih sayang ibu ke anaknya.
Baca SelengkapnyaMasyarakat di Desa Margopatut Nganjuk memiliki tradisi Ngalor Ngulon terkait dengan syarat seseorang yang akan menikah.
Baca SelengkapnyaTradisi Njenang sudah tidak asing lagi bagi masyarakat di Jawa Tengah.
Baca SelengkapnyaTarian adu kekuatan dan ketangkasan kaum laki-laki dengan menggunakan senjata berupa rotan sebagai alat pukul dan tameng yang terbuat dari kulit sapi.
Baca SelengkapnyaTradisi Mantu Kucing dilakukan oleh masyarakat di Dusun Njati, Pacitan, Jawa Timur sejak 1960-an.
Baca Selengkapnya