Sejarah Kemerdekaan Indonesia: Mikrofon Proklamasi yang Tak Ternilai Harganya
Menurut Sukarno, mikrofon sangat berperan penting dalam proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Menurut Sukarno, mikrofon sangat berperan penting dalam proklamasi kemerdekaan Indonesia. Apalagi, dalam mempersiapkan mikrofon tersebut tidaklah mudah karena harus dicari secara mendadak.
Hal ini dikarenakan proses proklamasi kemerdekaan Indonesia dilakukan secara tiba-tiba sehingga minim kesiapan, termasuk juga mempersiapkan mikrofon.
Maka, peran mikrofon berperan penting dalam kemerdekaan Indonesia karena dengan adanya mikrofon, kita dapat menyampaikan kepada dunia bahwa kita memproklamasikan kemerdekaan.
Dalam otobiografinya, Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, Sukarno menyebut mikrofon tersebut berasal dari stasiun radio Jepang, hasil 'curian' dalam situasi darurat.
"Aku berjalan ke pengeras suara keil hasil curian dari stasiun radio Jepang dan dengan singkat mengucapkan proklamasi itu," ujar Sukarno.
Pencarian Mikrofon
Namun, pernyataan ini bertolak belakang dengan kesaksian Sudiro, seorang pejuang kemerdekaan. Sudiro membantah klaim bahwa mikrofon tersebut hasil curian Belanda maupun Jepang.
Kisah mencarinya pinjaman mikrofon diceritakan oleh Sudiro dalam buku Pengalaman Saya Sekitar 17 Agustus 1945, Sudiro menyebutkan bahwa mikrofon itu dipinjam dari seorang pribumi, bukan hasil curian dari Belanda maupun Jepang.
Pada pagi buta, 17 Agustus 1945, dua pemuda bernama Wilopo dan Njonoprawoto mengendarai mobil, berkeliling mencari mikrofon pinjaman. Wilopo dan Njonoprawoto akhirnya bertemu dengan Gunamawan, pemilik Radio Satriya di Jalan Salemba Tengah 24, Jakarta.
Akhirnya, mikrofon milik Gunawan lah yang dipinjam untuk digunakan dalam acara proklamasi kemerdekaan.
Uniknya, saat meminta mikrofon, kedua pemuda itu sama sekali tidak menjelaskan tujuan penggunaannya kepada Gunawan.Gunawan sendiri adalah sosok yang terampil.
Mikrofon beserta perlengkapannya, seperti corong, stand, verstekker, dan band, semuanya merupakan hasil karyanya sendiri. Bahkan beberapa komponen dibuat menggunakan bahan sederhana seperti selubung rokok.
Mikrofon Ditukar Rumah
Saat itu, Gunawan hanya memiliki satu mikrofon yang tersisa untuk kebutuhan pribadi keluarganya, karena yang lain telah disewa orang.
Namun, karena Wilopo dan Njonoprawoto tidak bisa memasangnya, Gunawan meminta saudaranya, Sunarto, untuk membantu. Dalam perjalanan menuju lokasi, barulah Sunarto diberi tahu bahwa mikrofon itu akan digunakan dalam Proklamasi Kemerdekaan.
Setibanya di Pegangsaan Timur 56, Sunarto segera memasang mikrofon, sementara Wilopo dan Njonoprawoto membantu mempersiapkan acara.
Setelah digunakan untuk momen bersejarah tersebut, mikrofon dikembalikan kepada Gunawan.
Pada awal tahun 1946, Gunawan membawa mikrofon itu saat pindah ke Solo, menyimpannya dengan hati-hati. Meski banyak yang menawar mikrofon itu, termasuk seorang India yang ingin menukarnya dengan sebuah rumah di Jalan Imam Bonjol, Gunawan menolak karena menganggapnya tidak ternilai.
Pada akhirnya, mikrofon tersebut diserahkan kepada Harjoto, Sekretaris Jenderal Kementerian Penerangan.
Harjoto kemudian menyerahkannya kepada Presiden Sukarno sebagai hadiah ulang tahun ke-58, dan Sukarno mengamanatkan agar mikrofon tersebut disimpan di Monumen Nasional sebagai bagian dari sejarah perjuangan bangsa.
Reporter Magang: Yulisha Kirani Rizkya Pangestuti