Kilas Balik Peristiwa Brothers Home, Kasus Pelanggaran HAM Diduga jadi Inspirasi Serial Squid Game
Serial Netflix "Squid Game" memicu kontroversi, diduga terinspirasi dari tragedi Brothers Home.

Serial Netflix "Squid Game" yang tengah populer di dunia, menimbulkan pertanyaan menarik mengenai inspirasi di balik cerita menegangkannya. Banyak orang kemudian mengaitkannya dengan tragedi Brothers Home, sebuah fasilitas kesejahteraan di Busan, Korea Selatan.
Meskipun sang kreator, Hwang Dong-hyuk, menyatakan bahwa serial ini murni fiksi dan terinspirasi oleh komik dan anime Jepang, kemiripan antara Brothers Home dan alur cerita Squid Game telah memicu perdebatan hangat di kalangan penonton dan pengamat perfilman.
Tragedi Brothers Home melibatkan ribuan individu, termasuk anak-anak, yang ditahan secara paksa dan dipaksa bekerja tanpa upah. Mereka mengalami penyiksaan, kekerasan seksual, dan perlakuan keji lainnya.
Eksploitasi Ekonomi: Permainan Maut Demi Kelangsungan Hidup
Baik di Brothers Home maupun dalam Squid Game, individu-individu yang rentan secara ekonomi dipaksa untuk berpartisipasi dalam situasi yang mengancam jiwa demi mendapatkan uang.
Di Brothers Home, mereka dipaksa bekerja tanpa upah dalam kondisi yang sangat buruk. Sementara di Squid Game, para peserta mempertaruhkan nyawa mereka dalam permainan berbahaya untuk mendapatkan hadiah uang yang sangat besar, sebagai satu-satunya jalan keluar dari kemiskinan ekstrem.
Persamaan ini menggambarkan realitas pahit bagi mereka yang berada di lapisan bawah masyarakat. Mereka dipaksa untuk memilih antara kematian dan kesempatan kecil untuk memperbaiki hidup mereka.
Perbedaannya terletak pada konteks; Brothers Home sebagai realitas kelam pelanggaran HAM, dan Squid Game sebagai alegori sinis dari sistem ekonomi yang tidak adil.
Tragedi Brothers Home
Tragedi ini berawal dari kelompok militer Korea Selatan yang memasukkan 38.000 orang jalanan ke pusat kesejahteraan sosial bernama Brothers Home di Busan sekitar 1976-1987.
Tindakan itu dilakukan untuk "membersihkan gelandangan dari jalanan" dalam rangka persiapan sebagai negara tuan rumah Olimpiade Musim Panas 1988.
Brother Home dihuni tunawisma dan orang cacat, orang-orang mabuk, orang tanpa identitas, pengemis, dan lawan politik. Hingga 1986, lebih dari 16.000 orang ditahan di 36 fasilitas sosial milik pemerintah.
Sedangkan Brothers Home menampung 4.355 orang meski hanya berkapasitas 500 orang. Mantan sersan tentara bernama Park In Keun menjadi pengelola di balik program tersebut.

Penghuni Brothers Home, termasuk anak-anak, seharusnya mendapatkan makanan dan pelatihan kerja. Kenyataannya, banyak orang dipukuli, diperkosa, dan dipaksa bekerja.
Penghuni Brothers Home yang dipanggil dengan nomor urut memakai seragam militer bekas atau baju olahraga biru untuk bekerja seharian di pabrik. Mereka hanya dapat setengah gaji atau tidak sama sekali.
Pengelola Brothers Home secara rutin juga mengadakan “pengadilan rakyat” untuk menghukum pelanggar aturan. Orang yang setia kepada Park menjadi "pemimpin" yang berhak meneror pelanggar. Selain itu, pengelola Brothers Home mendapatkan uang jika mengirimkan 11 anak adopsi ke luar negeri.
Park juga mengumpulkan uang dari para pendonor Kristen. Lebih dari 657 orang diperkirakan meninggal saat ditahan dalam Brothers Home secara ilegal dan tanpa sepengetahuan keluarga mereka. Brothers Home ditutup pada 1988. Dua tahun kemudian, pekerja konstruksi menemukan sekitar 100 tulang manusia di luar fasilitas tersebut.
Perdebatan dan Interpretasi: Fiksi vs. Realitas

Meskipun Hwang Dong-hyuk membantah bahwa Squid Game terinspirasi secara langsung dari Brothers Home, banyak yang berpendapat bahwa tragedi tersebut mungkin telah secara tidak langsung mempengaruhi tema dan alur cerita serial tersebut.
Kesamaan antara kedua kasus tersebut menimbulkan pertanyaan penting tentang eksploitasi ekonomi, ketidakadilan sosial, dan konsekuensi dari sistem yang gagal melindungi kelompok-kelompok rentan.
Squid Game, meskipun fiksi, dapat dilihat sebagai refleksi dari realitas sosial yang kompleks dan masalah-masalah HAM yang masih relevan hingga saat ini. Serial ini berhasil menyoroti isu-isu sosial yang penting dan memicu perdebatan publik mengenai ketidakadilan, eksploitasi, dan perlunya perubahan sistemik.
Perdebatan mengenai hubungan antara Squid Game dan Brothers Home menunjukkan betapa kuatnya pengaruh realitas sosial terhadap karya seni. Fiksi dapat menjadi cermin yang merefleksikan realitas, dan dapat digunakan sebagai alat untuk mengkritik dan mempertanyakan sistem yang ada.