Heboh Al-Ula Jadi Tempat Pesta, Benarkah Kota Kuno Ini Terkutuk dan Dihindari Nabi Muhammad?
Mitos Al-Ula sebagai kota terkutuk beredar luas, namun fakta sejarah dan pengembangannya sebagai destinasi wisata kelas dunia justru menarik perhatian global.

Viralnya sebuah video pesta musik di tengah padang pasir bikin netizen geleng-geleng kepala. Bayangkan, ribuan orang berjoget dan menikmati dentuman musik dari DJ internasional di tempat yang dulu dikenal sebagai kota terlarang — Al-Ula, Arab Saudi.
Lokasi pesta ini bukan sekadar spot eksotis untuk healing ala Instagram, tapi dulunya dikenal sebagai tempat yang penuh azab, bahkan sampai-sampai Nabi Muhammad SAW pun memilih menghindarinya.
Jadi, kenapa Al-Ula yang dulunya begitu ditakuti, sekarang malah jadi pusat hiburan dan festival musik internasional? Yuk, kita bedah lebih lanjut.
Pesta Musik di Tanah yang Dihindari Nabi

Pada 4 April 2025 lalu, Al-Ula menjadi tuan rumah festival musik akbar yang diselenggarakan oleh MDLBEAST, sebuah organisasi hiburan terkenal di Timur Tengah. Sejumlah DJ ternama seperti Adam Port, Rampa, &ME, dan Reznik tampil memeriahkan acara malam itu.
Dalam video yang beredar luas di media sosial, ribuan pengunjung terlihat berjoget di bawah gemerlap lampu dan dentuman musik keras yang menggelegar di tengah alam terbuka. Namun yang bikin heboh bukan sekadar pestanya, tapi lokasinya.
"Ini Al-Ula kan? Bagian dari kota terlarang?" tulis salah satu netizen. Komentar lain menambahkan, “Dari semua tempat di dunia, kenapa memilih pesta di sana?”
Pertanyaan-pertanyaan ini menggambarkan kegelisahan banyak orang — bukan soal pestanya, tapi soal tempat yang dipilih. Karena kalau tahu sejarahnya, Al-Ula bukan cuma wilayah tandus, tapi tempat penuh pelajaran kelam bagi umat manusia.
Sejarah Kelam Al-Ula: Kota Kaum Tsamud yang Diazab

Al-Ula bukan sekadar lokasi wisata atau tempat fancy buat bikin festival musik. Ini adalah tempat yang dihubungkan dengan azab Allah SWT. Kota ini pernah menjadi tempat tinggal kaum Tsamud, yang mendustakan seruan Nabi Saleh AS.
Dalam banyak riwayat, disebutkan bahwa kaum Tsamud dikenal sebagai bangsa kuat dan pandai membangun rumah dari gunung batu. Namun, mereka juga dikenal keras kepala, sombong, dan menolak ajaran tauhid dari Nabi Saleh. Akibatnya, Allah SWT menurunkan azab dahsyat, membinasakan seluruh kaum tersebut.
Nabi Muhammad SAW pun pernah melewati wilayah ini dan memberi peringatan keras kepada para sahabatnya. Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari Ibnu Umar, disebutkan:
"Pada saat Rasulullah melewati al-Hijr (bangunan bebatuan kaum Tsamud), beliau bersabda: 'Janganlah kalian memasuki tempat tinggal orang-orang yang telah berbuat zalim terhadap diri mereka, (karena) dikhawatirkan musibah yang dialami oleh mereka itu akan menimpa kamu pula, kecuali dalam kondisi menangis.' Lalu Rasulullah menundukkan kepalanya sambil berjalan cepat hingga melewati lembah tersebut." (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari hadis ini, terlihat jelas bahwa tempat tersebut bukan sembarang lokasi. Bahkan Rasulullah pun menunjukkan rasa takut dan hormat terhadap azab yang pernah terjadi di sana.
Dari Tanah Terkutuk Jadi Destinasi Wisata?

Namun, berbeda dengan masa lalu yang penuh murka ilahi, Al-Ula kini sedang ‘disulap’ menjadi salah satu destinasi wisata premium di Arab Saudi. Pemerintah Saudi tengah gencar melakukan transformasi budaya dan ekonomi sebagai bagian dari "Visi 2030", yang salah satu tujuannya adalah mengurangi ketergantungan ekonomi pada minyak.
Al-Ula kini dijuluki sebagai "museum hidup terbesar di dunia" yang direncanakan akan rampung pada tahun 2035. Kota ini akan menjadi pusat wisata alam, seni, dan warisan budaya dunia.
Salah satu daya tarik utamanya adalah kota kuno Hegra, yang merupakan Situs Warisan Dunia UNESCO pertama di Arab Saudi. Di tempat ini, kita bisa melihat makam-makam besar yang dipahat di tebing batu oleh bangsa Nabatea, mirip seperti Petra di Yordania.
Pemerintah Arab Saudi bahkan sudah membuka The Royal Commission for Al-Ula (RCU) yang bertanggung jawab penuh atas pengembangan kawasan ini. Fasilitas mewah mulai dibangun, termasuk hotel bintang lima, restoran kelas atas, dan venue-venue internasional.
Kontroversi: Modernisasi Vs Nilai Spiritual
Transformasi Al-Ula tentu mengundang decak kagum dari sisi pariwisata dan ekonomi. Tapi di sisi lain, banyak yang mempertanyakan apakah ini langkah yang bijak secara spiritual dan historis.
Beberapa kalangan menilai bahwa mengubah tempat yang pernah diazab menjadi pusat hiburan adalah bentuk "pengaburan sejarah". Apalagi jika aktivitasnya seperti pesta musik, yang kontras dengan nilai-nilai spiritual Islam.
"Tempat yang dulu dihindari Nabi malah sekarang jadi tempat festival. Apa nggak khawatir dengan risiko spiritualnya?" ujar seorang netizen dalam kolom komentar.
Meski begitu, pihak berwenang tampaknya tetap melanjutkan rencana besar ini. Arab Saudi kini berupaya membuka diri terhadap dunia luar dan membangun citra baru yang lebih modern dan terbuka.
Antara Pelajaran dan Peluang
Kisah Al-Ula mencerminkan dua sisi koin. Di satu sisi, ini adalah tempat bersejarah yang menyimpan pelajaran penting dari masa lalu tentang kesombongan dan pembangkangan terhadap Tuhan. Di sisi lain, ini adalah aset budaya dan ekonomi yang besar jika dikelola dengan hati-hati.
Yang menjadi pertanyaan besar adalah: Apakah kita bisa menghormati masa lalu sambil membangun masa depan? Atau justru kita terjebak dalam modernisasi yang lupa pada makna spiritual yang mendalam?
Pesta di Tanah Peringatan?

Fenomena Al-Ula saat ini seolah mengajak kita merenung. Apakah dunia sedang terlalu asyik berpesta hingga lupa pada sejarah dan peringatan Tuhan? Atau ini adalah bentuk baru dari ‘rekonsiliasi’ dengan masa lalu?
Apapun jawabannya, penting bagi kita untuk tidak hanya melihat dari sisi gemerlap lampu dan dentuman musik, tapi juga menggali nilai spiritual dan sejarah yang tersimpan di balik batu-batu kuno Al-Ula.
Karena, seperti kata pepatah Arab: “Barang siapa yang tidak belajar dari sejarah, maka ia akan mengulanginya.”