Deretan Proyek Kontroversial Arab Saudi untuk Kembangkan Sektor Pariwisata di Bawah Pimpinan Putra Mahkota Mohammed bin Salman (MBS)
Transformasi sektor pariwisata Arab Saudi di bawah Mohammed bin Salman memicu beragam kontroversi yang menarik perhatian dunia.

Media sosial diramaikan oleh kabar viral tentang Al Ula Skies Festival 2025, sebuah acara megah yang akan digelar di Al Ula, kawasan yang disebut “terkutuk” dalam beberapa riwayat Nabi Muhammad SAW. Festival ini menjadi sorotan karena menandai transformasi Al Ula dari situs bersejarah menjadi destinasi pariwisata global, sekaligus memicu perdebatan tentang sensitivitas budaya dan agama.
Saudi Vision 2030 yang dipimpin Putra Mahkota Mohammed bin Salman (MBS), membuat Arab Saudi menggenjot sektor pariwisata untuk mengurangi ketergantungan pada minyak. Namun, beberapa proyek pariwisata megah yang digagas menuai kontroversi, baik karena nilai budaya, agama, maupun dampak sosialnya. Artikel ini mengulas deretan proyek utama yang menjadi sorotan termasuk Al Ula dan The Mukaab, serta proyek lain yang tak kalah kontroversial. Penasaran? Berikut ulasan selengkapnya.
Wilayah Terkutuk Menurut Nabi Muhammad SAW Kini Dijadikan Tempat Festival Musik

Al Ula, sebuah kawasan kuno yang terletak 1.100 kilometer dari Riyadh, dulu dikenal sebagai tempat yang dihindari Nabi Muhammad SAW karena dianggap “terkutuk” dalam beberapa riwayat. Kota ini pernah menjadi rumah bagi kaum Tsamud dan menyimpan situs arkeologi penting seperti Hegra, situs Warisan Dunia UNESCO pertama di Arab Saudi. Namun, melalui Al Ula Journey Through Time Masterplan, kawasan ini disulap menjadi destinasi wisata global dengan investasi mencapai US$15 miliar (sekitar Rp214 triliun). Proyek ini diharapkan selesai pada 2035, menarik 2 juta pengunjung per tahun, dan menyumbang US$32 miliar bagi ekonomi Saudi.
Salah satu acara unggulan adalah Al Ula Skies Festival 2025, yang akan menampilkan balon udara, pertunjukan cahaya, dan pengalaman budaya di tengah lanskap gurun yang memukau. Festival ini dirancang untuk memamerkan keindahan Al Ula sekaligus memperkenalkan warisan budayanya kepada wisatawan dunia. Namun, transformasi Al Ula memicu kritik. Sebagian umat Islam mempertanyakan keputusan membangun destinasi hiburan di tempat yang memiliki makna spiritual dan sejarah sensitif, menganggapnya sebagai bentuk komersialisasi yang tidak sensitif terhadap nilai agama.
The Mukaab “Ka’bah Baru” yang Kontroversial di Jantung Riyadh

Arab Saudi Bangun Proyek Pusat Pendidikan dan Hiburan Mukaab. foto: Instagram @abdulrahman.haffar1
@ 2023 merdeka.comProyek lain yang mencuri perhatian adalah The Mukaab, sebuah bangunan berbentuk kubus raksasa setinggi 400 meter di Riyadh, bagian dari The New Murabba Development. Dirancang sebagai ikon kota modern, The Mukaab diklaim mampu menampung 20 kali volume Empire State Building dan akan berisi 104.000 unit hunian, 9.000 kamar hotel, serta lebih dari 80 tempat hiburan, termasuk teater imersif dan museum. Dengan teknologi holografik canggih, bangunan ini menawarkan pengalaman futuristik yang diharapkan menarik wisatawan mancanegara. Proyek ini ditargetkan selesai pada 2030 dengan biaya hingga US$800 miliar (sekitar Rp12.133 triliun).
Namun, desain kubus The Mukaab memicu kontroversi karena kemiripannya dengan Ka’bah, situs suci umat Islam di Makkah. Kritikus, termasuk akademisi Asad Abu Khalil, menyebutnya sebagai “Ka’bah baru” yang didedikasikan untuk kapitalisme, mempertanyakan apakah proyek ini berupaya menciptakan “kiblat hiburan” yang menyaingi makna spiritual Ka’bah. Pengguna media sosial juga ramai mengkritik, dengan beberapa menyamakan proyek ini dengan tanda kiamat, merujuk pada sabda Nabi Muhammad SAW tentang persaingan membangun gedung tinggi. Meski pemerintah Saudi menegaskan bahwa desainnya terinspirasi dari arsitektur tradisional Najd, kontroversi ini terus membayangi proyek ambisius tersebut.
Proyek Kontroversial Lain Seperti NEOM dan Qiddiya

Selain Al Ula dan The Mukaab, Arab Saudi juga menggarap proyek lain yang menuai sorotan. NEOM, kota futuristik di tepi Laut Merah senilai US$600 miliar, menjadi salah satu yang paling ambisius. Kota ini dirancang sebagai “negara dalam negara” dengan zona ekonomi khusus, bahkan dikabarkan akan mengizinkan penjualan minuman beralkohol—langkah yang sangat kontroversial di negara mayoritas Muslim. NEOM juga dikritik karena penggusuran paksa suku Howeitat, dengan laporan tentang penahanan 47 anggota suku yang menolak relokasi.
Proyek Qiddiya, dijuluki “ibu kota hiburan”, menawarkan 300 fasilitas rekreasi, termasuk taman hiburan Six Flags dengan roller coaster terpanjang di dunia. Meski diharapkan menarik 17 juta pengunjung per tahun pada 2030, proyek ini dikritik karena dianggap bertentangan dengan nilai-nilai konservatif Saudi, terutama dengan fokusnya pada hiburan berskala besar.
Mengapa Proyek Ini Kontroversial?
Proyek-proyek ini mencerminkan ambisi Arab Saudi untuk mendiversifikasi ekonomi dan bersaing dengan pusat pariwisata regional seperti Dubai dan Doha. Namun, pendekatan futuristik dan skala investasi yang masif memicu pertanyaan tentang keberlanjutan, dampak lingkungan, dan sensitivitas budaya. Kritik juga tertuju pada narasi modernisasi yang dianggap mengesampingkan identitas keagamaan Saudi, terutama dengan proyek seperti The Mukaab yang dianggap “meniru” simbol suci. Selain itu, isu pelanggaran hak asasi manusia, seperti penggusuran paksa di NEOM, menambah kompleksitas kontroversi ini.
Pelonggaran Aturan Sosial dan Dampaknya
Perubahan sosial yang dilakukan oleh MBS tidak hanya terbatas pada aspek pembangunan infrastruktur maupun aturan cara berpakaian, tetapi juga mencakup pelonggaran aturan sosial lainnya. Misalnya, pembukaan bioskop dan penyelenggaraan konser musik dianggap sebagai langkah maju dalam memodernisasi budaya hiburan di Arab Saudi. Namun, hal ini juga menimbulkan pro dan kontra di masyarakat.
Beberapa kelompok konservatif menganggap bahwa semua perubahan ini merusak nilai-nilai tradisional dan moral masyarakat. Di sisi lain, para pendukung perubahan berpendapat bahwa langkah ini penting untuk meningkatkan kualitas hidup dan menarik wisatawan asing. Dengan demikian, pelonggaran aturan sosial ini menunjukkan pertarungan antara modernisasi dan tradisi yang berlangsung di Arab Saudi.
Kontroversi Legalisasi Alkohol dan Hiburan Malam
Di tengah perubahan yang terjadi, kontroversi mengenai legalisasi alkohol juga mencuat. Meskipun informasi mengenai legalisasi alkohol di Arab Saudi masih simpang siur, beberapa sumber menyebutkan adanya pelonggaran aturan terkait minuman keras di kawasan tertentu, terutama di zona ekonomi khusus seperti NEOM. Ini menjadi isu sensitif mengingat larangan alkohol yang ketat sebelumnya.
Selain itu, pembukaan Pantai Pure Beach yang mengizinkan penggunaan bikini dan konsumsi shisha juga menjadi sorotan publik. Hal ini dianggap sebagai langkah berani tetapi juga berisiko, karena melanggar norma sosial yang telah lama dipegang oleh masyarakat Arab Saudi.
Menuju Pariwisata Global dengan Tantangan Besar
Di bawah Raja Salman dan MBS, Arab Saudi berupaya keras mengubah citra dari destinasi ziarah menjadi pusat pariwisata global. Al Ula, The Mukaab, NEOM, dan Qiddiya adalah bukti ambisi tersebut. Namun, untuk sukses, kerajaan perlu menyeimbangkan modernisasi dengan penghormatan terhadap nilai budaya dan agama yang menjadi identitasnya. Akankah proyek-proyek ini menjadi “surga dunia” atau justru memicu lebih banyak kontroversi? Hanya waktu yang akan menjawab.