Ombudsman: Sanksi Tunggakan BPJS Tidak Memiliki Landasan Hukum
Merdeka.com - Pemerintah tengah menyiapkan Instruksi Presiden untuk para penunggak iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Kesehatan. Terutama untuk 32 juta kategori peserta mandiri.
Adapun sanksi tersebut berupa tidak bisa mengurus Izin Mendirikan Bangunan (IMB), Paspor, SIM, Sertifikat Pendaftaran Kendaraan (STNK), dan sertifikat tanah.
Ombudsman Republik Indonesia (RI) menganggap bahwa penerbitan Instruksi Presiden (Inpres) terkait dengan sanksi untuk penunggakan iuran di Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Kesehatan dapat berpotensi maladministrasi dan tidak memiliki landasan yuridis atau hukum.
Anggota Ombudsman, Alamsyah Saragih mengatakan bahwa maladministrasi terkait dengan fungsi BPJS sebagai bentuk pelayanan publik yang tidak boleh diterapkan sebagai sanksi, tetapi sebagai persyaratan administrasi.
"Untuk alasan ini, direkomendasikan agar pemerintah mengubah skema sanksi menjadi skema persyaratan administrasi melalui sistem layanan publik yang terintegrasi," kata dia dalam sebuah diskusi bertajuk 'BPJS Salah Kelola, Layanan Publik Disandra', di Cikini, Jakarta, Minggu (10/13).
Dia menjelaskan bahwa sanksi untuk tunggakan BPJS tidak memiliki dasar hukum. Baik di UU BPJS maupun di PP No. 86/2013, yang hanya mengatur registrasi dan penyediaan data.
"Adapun pelayanan publik lain juga merupakan hak konstitusional warga, diperkirakan skema pemberian sanksi akan menciderai hak konstitusional warga. Apalagi iuran BPJS kesehatan bukan merupakan pajak," ujarnya.
Dia menambahkan, penerapan sanksi BPJS kesehatan juga bisa kurang tepat sasaran. Sebab, tidak hanya mengincar para penunggak tapi juga dikhawatirkan malah mengenai mereka yang tidak mendaftar dan mengirimkan data.
"Pasal 15,16,17 UU BPJS Kesehatan menetapkan bahwa sanksi dikenakan pada penerima upah atau warga negara yang belum mendaftarkan diri dan tidak bersedia memberikan data pribadi atau keluarga. Tidak ada sanksi bagi mereka yang menunggak," dia berkata.
Terkait dengan itu, dia menegaskan pemerintah harus lebih fokus pada skema untuk meningkatkan biaya dan meningkatkan layanan di unit-unit pelayanan kesehatan.
“Lalu efektivitas pengumpulan dana dari PUU Badan Usaha dan Penyelenggara Negara untuk memastikan tidak terjadi perbedaan jumlah peserta, dan meningkatkan dukungan anggaran dari pemda,” tutupnya.
(mdk/idr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Ombudsman mendesak pemerintah segera memperbaiki kesalahan prosedur yang terjadi.
Baca SelengkapnyaAdapun bentuk maladministrasi terbanyak adalah penyimpangan prosedur dan penundaan berlarut.
Baca SelengkapnyaBeras SPHP merupakan program pemerintah yang digulirkan melalui Perum Bulog sejak 2023 untuk menjaga stabilitas pasokan beras di pasaran.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Ombudsman belum melakukan perhitungan nilai kerugian yang dialami masyarakat akibat maladministrasi dalam hal penggunaan lahan.
Baca SelengkapnyaCalon Presiden nomor urut satu, Anies Baswedan menghormati proses hukum terhadap jubirnya, Indra Charismiadji yang terjerat kasus dugaan penggelapan pajak.
Baca SelengkapnyaTimnas AMIN mengungkapkan temuan intervensi program bantuan sosial (bansos) untuk menaikkan suara paslon nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Baca SelengkapnyaUsulan tersebut dicetuskan karena kekhawatiran adanya janji-janji politik Pilkada di dalamnya.
Baca SelengkapnyaPemerintah telah mendistribusikan alat USG kepada 10 ribu puskesmas di seluruh Indonesia.
Baca SelengkapnyaJokowi mengapresiasi kini sudah ada 95,7 persen warga Indonesia yang terdaftar di BPJS Kesehatan
Baca Selengkapnya