Penurunan suku bunga acuan memberikan angin segar bagi dunia perbankan karena biaya pinjaman bagi perusahaan dan individu menjadi lebih murah.

Proyeksi Bank Indonesia tersebut didasarkan oleh tiga indikator utama, yakni perekonomian global cenderung melambat.

Bank of England di Inggris dan The Fed di Amerika Serikat menurunkan suku bunga acuan.

Saat ini, nilai tukar rupiah berada di level Rp15.287 per USD, menunjukkan penguatan signifikan dibandingkan periode sebelumnya.

The Federal Reserve (The Fed) memangkas suku bunga acuan sebesar 50 basis points (bps) menjadi 4,75-5,00 persen.

Perry memperkirakan The Fed akan menurunkan suku bunganya selama 3 bulan kedepan secara berturut-turut hingga akhir tahun.

Penurunan suku bunga ini bagian dari upaya penguatan dan stabilitas nilai tukar Rupiah untuk memperkuat pertumbuhan ekonomi.

Cadangan devisa tahun ini merupakan posisi tertinggi sepanjang sejarah.

Saat ini, Bank Indonesia masih berfokus pada penguatan stabilitas nilai tukar rupiah.

Perry menjelaskan keputusan ini diambil agar tetap konsisten dengan fokus kebijakan moneter yang pro-stability.

Erwin menyatakan, penahanan BI 7 Days Reverse Reporter Rate (BI7DRR) ini juga bermaksud untuk menjaga nilai tukar Rupiah yang tengah dalam tekanan hebat.

Ternyata ini alasan Bank Indonesia masih tahan suku bunga acuan di tengah penurunan inflasi.

Inflasi di AS pada bulan Juni menunjukkan penurunan di angka 3 persen, didorong oleh menurunnya tekanan harga energi dan sektor perumahan.

Bank Indonesia mempertahankan suku bunga acuan di level 6,25 persen demi menjaga stabilitas Rupiah.

Keputusan mempertahankan suku bunga ini bertujuan menjaga aliran masuk modal asing dan stabilitas nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

Melansir data Bloomberg, nilai tukar Rupiah diperjualbelikan direntang Rp16.417 per dolar AS.

Bank Indonesia yang memutuskan menaikkan suku bunga acuan di level 6,25 persen pada bulan April 2024.

Selain daya beli masyarakat, masih ada tiga tantangan yang akan dihadapi usai kenaikan suku bunga acuan.