Salah satu alasan e-voting belum dipakai di Pemilu 2024 adalah infrastruktur teknologi informasi belum merata.

Secara keseluruhan, Pilkades telah dilaksanakan di 2.500 desa secara serentak.

E-Voting bukan alat utama untuk mendukung penyelenggaraan pemilu yang baik. Penggunaan e-Voting juga dinilai rawan penyimpangan.

E-voting dianggap sebagai solusi untuk menjaga demokrasi di tengah pandemi Covid-19.

Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Johnny G. Plate mengungkap, ide Pemilu 2024 melalui online atau e-voting adalah gagasan dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI. Dia menegaskan, ide tersebut bukan datang dari dirinya.

Luqman mendorong agar Kominfo mengusulkan revisi UU Pemilu agar pemungutan suara secara digital bisa terlaksana 2024.

Sistem pemilihan umum berbasis elektronik atau e voting, mulai diperkenalkan kepada masyarakat di Tangerang Selatan. Cara baru memilih peserta pemilu itu termuat dalam aplikasi Sistem Informasi Pemilu dan Pemilihan Tangerang Selatan Terintegrasi (Sipangsi).

Ia menyebutkan setidaknya ada tiga dari 12 azas yang bisa dipenuhi dengan e-voting. Pertama adalah azas efisien, termasuk anggaran dan waktu pelaksanaan pemilu. Kedua adalah azas efektif.

Mereka mencoba mengadakan pemilihan ketua OSIS yang tidak biasa, yakni menggunakan teknologi komputer. Tujuannya, tidak lain untuk menghemat penggunaan kertas.

Menurutnya, hal itu termasuk salah satu wujud Islam berkemajuan yang diusung Muhammadiyah.

Dengan sistem e-voting yang canggih ini penyelenggaraan Pilkada serentak pada Desember nanti akan menjadi lebih mudah.

Pilkada tahun ini disebut menggunakan sistem e-voting. Alat-alat canggih pun disiapkan, berikut di antaranya.

Ada 4 kabupaten dengan 200 desa yang sudah pernah melangsungkan pilkadanya melalui e-voting