Mengenal Famasulo, Tradisi Gotong Royong Antar Masyarakat di Nias
Pada zaman dahulu, masyarakat Nias sudah lebih dulu berdagang dengan orang Aceh, Tionghoa, Melayu, dan Bugis. Salah satu lokasi perdagangan itu di daerah Sirombu atau Pesisir Barat Pulau Nias. Dahulu, kehidupan sosial-ekonomi warga Sirombu sangat makmur, hal ini daerah tersebut "kaya" akan sumber daya alam, yaitu kelapa.
Kedatangan Bangsa Cina
Meningkatnya perekonomian masyarakat pesisir Sirombu tak lepas dari peran bangsa Cina yang sudah memiliki pengetahuan cara mengolah kelapa menjadi minyak yang bisa digunakan untuk keperluan sehari-hari. Tak heran jika masyarakat menyebut daerah itu dengan "Amerika Kedua".
Keadaan yang Berbeda
Keadaan perekonomian masyarakat Sirombu bisa terlihat jelas perbedaannya antara dulu dan masa kini. Melansir dari Jurnal Umbara Universitas Padjajaran (2022), orang Nias di Sirombu lahir dengan keadaan pluralisme. Hal tersebut membuat praktik budayanya lebih beragam, seperti munculnya solidaritas antar warga untuk mengatasi konflik di daerahnya.
Lahirnya solidaritas ini tak lepas dari interaksi sosial sesama warganya. Sirombu sudah menjadi bagian daerah yang dilanda kemiskinan, faktornya tak hanya dari akses sosial dan ekonomi yang sulit, melainkan juga pesta pernikahan yang merogoh biaya yang tidak sedikit. Sumber Foto: Pixabay
Apa Itu Famasulo
Menurut Jurnal Universitas Padjajaran "Famasulo: Tradisi, Solidaritas, dan Kemiskinan Keluarga di Nias (2022), Famasulo adalah sistem gotong royong antar warga Nias untuk memenuhi kebutuhan pesta pernikahan ataupun pesta kelahiran seorang anak. Sebagian besar warga Nias merupakan petani dan peternak, sehingga memerlukan dana lebih dengan cara meminjam warga setempat.
berita untuk kamu.
Dalam pelaksanaannya, Famasulo tidak terbatas, artinya setiap warga yang memiliki keuangan cukup bisa melakukannya. Dulunya, Famasulo dilakukan dalam bentuk seekor Babi. Tak hanya itu, Famasulo juga bisa berbentuk uang, tergantung dari warga yang membutuhkan bantuan. Foto: pariwisataindoneisa.id
Tidak Terikat Perjanjian
Famasulo berbeda dengan utang yang biasa kita kenal, tidak terikat perjanjian atau saling percaya satu sama lain meskipun warga mempelai mencatat nama-nama orang yang meminjamkan dana atau sumbangan tersebut. Warga Nias percaya bahwa pesta merupakan bentuk rasa syukur. Maka, hal tersebut menjadi prioritas dan tak lepas dari Famasulo.
Famasulo tak lepas dari peran pesta pernikahan orang Nias. Bagi mereka, setiap warga berhak mengadakan pesta karena bagian dari rasa syukur. Meski nantinya memiliki "utang" yang banyak, warga tidak begitu peduli dan tetap memprioritaskan pesta pernikahan tersebut. Famasulo dinilai sebagai alternatif masyarakat untuk melangsungkan pesta pernikahan yang menjadi salah satu faktornya yaitu kemiskinan keluarga. Sumber Foto: Kominfo
Kini Sudah Beda Makna
Seiring berjalannya waktu, masyarakat banyak yang salah mengartikan makna dari Famasulo. Mereka hanya mengartikan meminjamnya saja tanpa mengetahui cara membalas seluruh utang miliki kerabatnya. Hal inilah yang menjadi pemicu konflik dan perseteruan di dalam keluarga.
- Adrian Juliano
Tradisi ini sudah sangat melekat di masyarakat Nias hingga sudah menjadi simbol dan budaya yang dihadirkan dalam acara-acara adat.
Baca SelengkapnyaTradisi nadran yang dilakukan masyarakat pesisir Indramayu menyimpan makna khusus.
Baca SelengkapnyaTradisi ini terus dilestarikan masyarakat Sedulur Sikep agar tidak punah
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Panitia menyiapkan 9 ton nasi, 14 ekor kerbau, dan 80 ekor kambing untuk tradisi Buka Luwur.
Baca SelengkapnyaTradisi Cembengan merupakan tradisi yang diadopsi dari etnis Tionghoa, yaitu Cing Bing.
Baca SelengkapnyaNirok Nanggok, tradisi masyarakat Belitung saat menangkap ikan ketika musim kemarau telah tiba.
Baca SelengkapnyaRumah Maxime Bouttier dipenuhi oleh pelayat yang menyampaikan duka cita atas kepergian Ibunda
Baca SelengkapnyaTarian adu kekuatan dan ketangkasan kaum laki-laki dengan menggunakan senjata berupa rotan sebagai alat pukul dan tameng yang terbuat dari kulit sapi.
Baca SelengkapnyaMasyarakat Sunda di Jawa Barat masih melestarikan kegiatan melepas burung merpati sebagai satu rangkaian pernikahan yang sakral.
Baca SelengkapnyaTradisi ini bertujuan agar sang anak dan keluarganya terhindar dari kesialan
Baca Selengkapnya