INDEF Prediksi LinkAja Mampu Kalahkan GO-PAY dan OVO
Merdeka.com - Badan Usaha Milik Negara (BUMN) telah memperkenalkan LinkAja, yang merupakan layanan uang digital. Ini merupakan gabungan dari berbagai layanan uang digital BUMN yang berganti wajah menjadi satu dalam LinkAja.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Nailul Huda, menilai LinkAja mampu mengalahkan layanan serupa yang terlebih dulu hadir seperti GO-PAY hingga OVO. Sebab, dengan dukungan pasar dan modal besar, hal ini mungkin untuk terjadi.
"Dengan kekuatan dia yang lebih besar, dengan gabungan dari bank-bank negara, Telkomsel, Pertamina, dia pasarnya sangat luas. Dia bahkan bisa mengalahkan Gojek (GO-PAY) sama OVO," jelas dia saat ditemui, di Jakarta, Jumat (3/1).
Namun, kehadiran LinkAja bukan tanpa kelemahan. Dia menilai LinkAja bisa kontradiktif terhadap pengembangan bisnis fintech di Indonesia. LinkAja bisa saja mengganggu pasar bisnis fintech pembayaran saat ini sedang berkembang pesat dan menarik minat swasta.
"Swasta ini kan lagi tumbuh. Swasta berminat. Ketika swasta berminat, yang terjadi justru swasta diberikan insentif. Kalau BUMN masuk dia jadi disinsentif dong. Kalau disinsentif otomatis tidak ada swasta yang mau masuk. Lesu lah," kata dia.
Dia mengatakan, dengan jumlah pengguna dan modal yang besar, LinkAja bisa mendominasi pasar. Hal ini tentu menurunkan minat sektor swasta untuk masuk ke bisnis fintech.
Selain itu, yang dia khawatirkan dari masuknya LinkAja, yakni terciptanya persaingan yang tidak sehat. "Kalau untuk top up itu kan biasanya memakai jasa perbankan. Ketika mau top up, ketika bank BUMN punya kepentingan juga, dia bisa saja LinkAja digratiskan tapi di satu sisi, Ovo sama GO-PAY bertarif. Biar pindah ke LinkAja," ujarnya.
"Bisa banget. Itu sangat mungkin terjadi ketika seseorang menguasai pasar dan dia menguasai integrasi dari pasarnya sendiri. Kan bisnis top up terintegrasi sama fintech. Lebih baik aku kembangkan punyaku sendiri," imbuhnya.
Dia mengakui, bagi fintech pembayaran yang sudah ada seperti GO-PAY dan OVO, masuknya LinkAja tidak memberikan dampak yang signifikan. Namun, akan sangat mengganggu fintech yang baru akan masuk. "Fintech seperti Gojek, OVO, dan Dana dampaknya tidak akan signifikan. Kan dananya masih tinggi, tapi fintech yang baru masuk, ketika dimasuki BUMN, pasarnya siapa lagi nih," tandas dia.
(mdk/bim)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Resmi Ditutup, OJK Harap BFN-IFSE 2023 Tingkatkan Literasi Teknologi Keuangan Digital
Sektor fintech syariah dapat terus tumbuh dan mampu menjawab kebutuhan keuangan konsumen Muslim di Indonesia.
Baca Selengkapnya20 Pinjol Masih Kurang Modal, Ini Langkah OJK
OJK masih mengawasi fintech yang belum memenuhi ketentuan.
Baca SelengkapnyaFinnet Indonesia Target 1 Miliar Transaksi di 2024, Naik 10 Persen Dibandingkan 2023
Finnet merupakan perusahaan penyedia layanan pembayaran secara elektronik (e-payment), dengan produk unggulannya FinPay yang diluncurkan sejak 2006 silam.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
72 Persen Penggunaan Pinjaman Online Dimanfaatkan untuk Peningkatan Kualitas Hidup
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menargetkan mencapai angka peningkatan indeks literasi keuangan yaitu 65 persen dan inklusi keuangan 93 persen pada 2027.
Baca SelengkapnyaOJK: Kredit Perbankan Masih Tumbuh Dua Digit di Februari 2024
Industri perbankan melanjutkan tren pertumbuhan yang positif, dengan kredit tetap tumbuh double digit di bulan Februari.
Baca SelengkapnyaKredit Macet Fintech Investree Tembus 16 Persen, OJK Beri Respons Begini
Apabila kerugian yang dialami perusahaan disebabkan risiko bisnis dari Investree itu sendiri, tentu penanganan OJK berbeda.
Baca SelengkapnyaTransaksi Digital Banking Meningkat Tajam, Kartu Kredit Justru Menurun
Nilai transaksi digital banking mencapai Rp5.163 triliun.
Baca SelengkapnyaDirut Danacita Muncul Usai Viral Beri Pinjaman ke Mahassiwa ITB: Kami Bukan Pinjol
Sebagai perusahaan p2p lending yang berizin OJK, Danacita mengaku taat terhadap pedoman perilaku dari Asosiasi Fintech.
Baca SelengkapnyaBI Prediksi Ekonomi Dunia Tumbuh Melambat di 2024, Bagaimana dengan Indonesia?
Pasar keuangan yang tidak pasti diprediksi bisa memperlambat ekonomi dunia.
Baca Selengkapnya