Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Bulog Harap Beras Sehat Fortivit Bisa Diberikan untuk Bansos, ini Kelebihannya

Bulog Harap Beras Sehat Fortivit Bisa Diberikan untuk Bansos, ini Kelebihannya Direktur Utama BULOG Budi Waseso. ©2020 Liputan6.com/Tira Santia

Merdeka.com - Perum Bulog telah menggelontorkan beras fortivit sebanyak 5 ton yang akan dibagikan pada acara Bhakti Sosial dalam rangka vaksinasi Covid-19. Total nilai yang dikompensasikan untuk 5 ton beras bervitamin tersebut sebesar Rp 86,25 juta.

Direktur Utama Perum Bulog, Budi Waseso berharap, beras fortivit ke depannya juga bisa jadi salah satu bentuk subsidi pemerintah ke masyarakat untuk meningkatkan sistem kesehatan.

"Ke depannya beras fortivit diharapkan bisa menjadi salah satu subsidi pemerintah untuk meningkatkan subsidi masyarakat. Karena hanya dengan nutrisi yang cukup, yang memadai, masyarakat Indonesia akan semakin sehat dan tangguh," kata Buwas dalam sesi webinar, Jumat (20/8).

Selain untuk meningkatkan imunitas di masa pandemi, Buwas menjabarkan, beras fortivit merupakan beras premium yang sudah melalui proses fortifikasi. Menurut dia, beras ini sangat sesuai dikonsumsi untuk pola gaya hidup sehat.

"Karena hanya mengandung sedikit karbohidrat, tetapi kaya akan kandungan mikronutrien. Seperti vitamin A, vitamin B1, vitamin B3, vitamin B6, asam folat, vitamin B12, zat besi, zat C," paparnya.

"Diharapkan agar masyarakat mengenal beras fortivit sebagai beras yang sehat, yang bisa menjadi salah satu alternatif preferensi masyarakat yang ingin melakukan gaya hidup sehat," ungkapnya.

Buwas mengatakan, beras ini juga sangat bermanfaat bila dikonsumsi oleh komunitas paramedis dan kelompok masyarakat yang masuk sebagai garda terdepan pada masa pandemi Covid-19.

"Ini sangat cocok diberikan kepada ibu hamil untuk mencegah bayi cacat lahir. Perempuan usia remaja untuk mencegah anemia, juga anak-anak pada usia pertumbuhan untuk mengatasi stunting," pungkasnya.

Kenapa Beras Bansos Berkualitas Rendah?

Pemerintah dinilai perlu melibatkan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Dinas Kesehatan daerah sebagai penentu terkait beras yang disalurkan Badan Urusan Logistik (BULOG) layak konsumsi atau tidak.

Hal ini merujuk ditemukannya sejumlah kasus beras Bansos kualitas rendah dan tidak layak konsumsi dibagikan ke masyarakat.

Pengamat Pertanian dan Direktur Pusat Penelitian Sustainable Food Studies Universitas Padjajaran Ronnie S Natawidjaja mengatakan, harus ada lembaga yang memberikan dan memiliki kewenangan untuk menentukan apakah beras tersebut layak atau tidak. Sehingga dapat membuat pemerintah lebih hati-hati terhadap pemilihan beras yang akan dibeli.

"Karena selama ini tidak ada yang mengontrol beras yang dibeli (Bulog) bagus atau tidak. Masalahnya mereka kan maunya ngirit, beli semurah-murahnya. Serta harga pembelian pemerintah itukan sudah ditentukan oleh DPR, jadi kurs keuntungan mereka itu tidak bisa dari harga jual. Jadi mereka menekan di harga beli serendah mungkin, itu penyakitnya," ujarnya kepada merdeka.com, Jumat (13/8).

Lebih lanjut ia berpendapat bahwa perlu adanya keterlibatan dinas kesehatan atau kementerian kesehatan untuk menjadi pintu penentu apakah beras Bulog layak didistribusikan kepada masyarakat atau tidak. Sebab, walaupun beras tersebut merupakan beras bantuan masyarakat, tetap harus layak konsumsi.

“Itukan kadang-kadang tidak diperhatikan. Ya pokoknya beras ya beras saja, nantinya dimasak dan bisa dimakan, tapikan tidak begitu. Sekarang masyarakat sudah lebih kritis, pernah ada kejadian pembagian Raskin tidak ada yang ambil karena kualitasnya kurang bagus dan juga selera masyarakat terhadap beras sudah naik dalam arti kata mereka juga pilih-pilih walaupun itu masyarakat tingkat bawah,” jelasnya.

Lebih dalam Ronnie mengatakan, ada dua faktor yang menyebabkan beras yang disalurkan itu tidak dalam kualitas bagus.

“Bisa karena dua hal, pertama karena pembeliannya juga merupakan beras bukan kualitas bagus. Jadi yang dibelinya sendiri bisa saja beras kualitas lama atau bisa saja karena beras asal (campuran),” ujarnya.

Dia menjelaskan, beras dengan kualitas kurang baik bisa saja karena bukan beras baru hasil panen atau bisa juga karena beras sudah disimpan terlalu lama dengan kondisi gudang yang kurang terjaga, suhu, aerasinya. Sehingga kemudian beras tersebut menjadi lapuk dan menjadi apek.

Dia mencontohkan di Subang ada istilah yang menamakan beras hajatan, sehingga beras-beras tersebut sudah tercampur dan harga menjadi murah.

“Kalau di Subang itu ada istilah beras hajatan. Kalau di Subang orang nikahan itu ngasihnya beras, tapi kemudian karena yang dikasih itu kebanyak orang dan beras macam-macam yang dicampur, biasanya harga beras jadi murah dan dibeli sama Bulog,” ujarnya.

Menurutnya, masyarakat sekarang sudah bisa menentukan mana beras yang layak dikonsumsi atau tidak. Bukan hanya sekedar kiriman bantuan sosial (bansos)

“Masyarakat menengah ke bawah pun sekarang pilih-pilih, beras putih pun maunya yang Cisadane, enggak yang asal-asalan, ya relatif harga beras masih terjangkau serta perekonomian cukup kuat,” ujarnya.

Diberitakan sebelumnya, sejumlah warga di Desa Kedungrejo, Kecamatan Waru, Sidoarjo, Jawa Timur mengembalikan beras bantuan sosial dari pemerintah. Alasannya karena beras yang diterima oleh warga dianggap tak layak konsumsi lantaran rusak dan berbau.

Pengembalian sejumlah beras bansos yang disalurkan oleh Bulog ini diakui oleh Lurah Kedungrejo, Nico Oktavian. Dikonfirmasi melalui sambungan telepon, dia mengakui ada sejumlah warganya yang mengembalikan beras bansos.

"Yang ke saya ada dua sak, sekitar (total) 20 kilogram. Yang 10 kilogram pertama dikembalikan pada Rabu (11/8) kemarin, kondisinya menggumpal dan bau. Yang kedua tadi satu sak, kondisinya berbau. Juga masih ada padinya," katanya pada merdeka.com, Kamis (12/8).

Sementara di Pandeglang, Uki sebagai warga Kampung Cihaseum, Kelurahan Pandeglang, yang menerima beras bantuan tersebut kecewa dengan kualitas dari beras bantuan PPKM tersebut.

"Warna berasnya kekuning-kuningan, terus agak berbau dan ada kutunya juga pak. Yang lebih parah lagi, banyak yang sudah buluk," kata Uki kepada wartawan, Kamis (5/8).

Hal serupa diungkapkan Dedi, warga Kampung Kebon Cau, Kelurahan Pandeglang, Kecamatan Pandeglang. Dia mengatakan beras bantuan dari pemerintah tidak layak untuk dikonsumsi.

Kepala Bagian Humas dan Kelembagaan, Perum Bulog Tomi Wijaya menjelaskan bahwa hal itu terjadi tanpa unsur kesengajaan. Menurutnya beras yang diterima bisa seperti batu lantaran sempat terkena air hujan.

"Pada saat penyaluran, pada saat pembongkaran di distribusikan hujan Mas. Itu dari 4.640 kilogram beras yang dibawa ke daerah tersebut tiganya (karung) kena hujan," ujar Tomi saat dihubungi Liputan6.com, Kamis (5/8).

Karena basah, lanjut Tomi beras dalam tiga karung itu akhirnya menggumpal. Begitu mendapatkan kabar soal itu, menurut Tomi pihaknya segera bergerak ke sana untuk menggantikan beras yang berkualitas buruk itu.

"Jadi dari gudang kita, kita bawanya pasti beras baik Mas. Karena sudah melewati quality control kitakan. Nah itukan faktor cuaca," ujar dia.

Tomi mengimbau agar ke depannya jika aparat desa menemukan beras Bulog berkualitas buruk segera melaporkannya ke pihaknya. Supaya cepat diberikan penggantinya dengan kualitas beras yang lebih baik.

Reporter: Maulandy Rizky Bayu KencanaSumber: Liputan6.com

(mdk/bim)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Jelang Hari Pencoblosan Pemerintah Setop Penyaluran Bansos, Ini Alasannya
Jelang Hari Pencoblosan Pemerintah Setop Penyaluran Bansos, Ini Alasannya

Penyaluran bansos beras kemasan 10 kg dihentikan sementara pada 8-14 Februari 2024.

Baca Selengkapnya
Usai Pencoblosan, Bulog Kembali Salurkan Bansos Beras 10 Kg di Bogor
Usai Pencoblosan, Bulog Kembali Salurkan Bansos Beras 10 Kg di Bogor

Penghentian penyaluran bansos beras dilakukan untuk menghindari politisasi terhadap program pemerintah.

Baca Selengkapnya
Bansos Beras, Daging Ayam dan Telur Telan Anggaran Rp17,5 Triliun
Bansos Beras, Daging Ayam dan Telur Telan Anggaran Rp17,5 Triliun

Anggaran tersebut mencakup kucuran bansos hingga Juni 2024. Namun, Kemenkeu akan melakukan tinjauan setelah tiga bulan.

Baca Selengkapnya
Kamu sudah membaca beberapa halaman,Berikut rekomendasi
video untuk kamu.
SWIPE UP
Untuk melanjutkan membaca.
Stok Beras Bulog 1,4 Juta Ton, Aman untuk Libur Natal dan Tahun Baru
Stok Beras Bulog 1,4 Juta Ton, Aman untuk Libur Natal dan Tahun Baru

Pemerintah melalui Bapanas menugaskan Bulog untuk melaksanakan 2 instrumen utama untuk mengantisipasi gejolak harga beras.

Baca Selengkapnya
Beras Bulog Ditempel Stiker Prabowo-Gibran, Wapres Minta Bawaslu Selidiki Dugaan Politisasi
Beras Bulog Ditempel Stiker Prabowo-Gibran, Wapres Minta Bawaslu Selidiki Dugaan Politisasi

Beras dalam kemasan kantong plastik ukuran 5 kilogram itu merupakan cadangan beras pemerintah untuk program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan.

Baca Selengkapnya
Dirut Bulog Bantah Program Bansos Beras Jadi Pemicu Kenaikan Harga Beras
Dirut Bulog Bantah Program Bansos Beras Jadi Pemicu Kenaikan Harga Beras

Mengingat program ini hanya ditujukan kepada 22 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM) yang terdata di Kementerian Sosial.

Baca Selengkapnya
Bansos Dibutuhkan Masyarakat Miskin, Tak Ada Kaitan dengan Pemilu
Bansos Dibutuhkan Masyarakat Miskin, Tak Ada Kaitan dengan Pemilu

Masyarakat terkini itu sudah cerdas dan pandai memilah dan menjadi wewenang rakyat juga untuk memilih paslon tertentu.

Baca Selengkapnya
Bulog Tegaskan Bantuan Pangan Bebas dari Kepentingan Apapun
Bulog Tegaskan Bantuan Pangan Bebas dari Kepentingan Apapun

Bayu Krisnamurthi menegaskan kegiatan penyaluran Bantuan Pangan Beras yang saat ini tengah disalurkan oleh Bulog bebas dari kepetingan apapun.

Baca Selengkapnya
Bulog Lanjutkan Program Bantuan Pangan Beras untuk Penuhi Kebutuhan Penduduk Indonesia
Bulog Lanjutkan Program Bantuan Pangan Beras untuk Penuhi Kebutuhan Penduduk Indonesia

Keberhasilan Bulog menyalurkan Bantuan Pangan Beras pada tahun 2023 kembali dilanjutkan dengan penyaluran program yang sama untuk tahun 2024.

Baca Selengkapnya