Awal pekan, Rupiah dibuka di level Rp 14.835 per USD
Merdeka.com - Setelah sempat menyentuh Rp 15.000 per USD, kini Rupiah kembali ke level Rp 14.000-an per USD, Senin (10/9).
Mengutip data Bloomberg, nilai tukar Rupiah dibuka di level Rp 14.835 per USD, melemah tipis dibandingkan penutupan sebelumnya di level Rp 14.820 per USD.
Mengutip data Bloomberg, pagi ini Rupiah dibuka di Rp 14.868 per USD atau menguat dibanding penutupan perdagangan kemarin di Rp 14.893 per USD. Setelah itu, Rupiah terus bergerak melemah dan saat ini berada di Rp 14.890 per USD.
Sebelumnya, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bima Yudhistira menilai trend pelemahan Rupiah masih akan terus berlanjut hingga akhir akhir tahun nanti. Hal tersebut dipicu adanya rencana kenaikan Fed Rate 25 bps.
Bima menuturkan, indikasi lain yang menyebabkan Rupiah akan terus melemah yakni dipicu oleh bunga acuan The Fed yang naik berbalikan dengan yield Treasury bound 10 tahun menjadi 2,88 persen per 6 September 2018. Prediksi ini, kata Bima sesuai dengan teori Inverted Yield Curves, dimana yield surat utang AS jangka panjang menurun sedangkan yield jangka pendek menurun.
"Artinya, ekspektasi investor dalam jangka pendek khawatir adanya market crash, dan lebih memilih membeli surat utang yang bertenor jangka panjang. Inverted Yield Curves menjadi indikator pra-krisis global sejak tahun 1970-an," ungkap Bima di Jakarta, Minggu (9/9).
Bima menyebut, kondisi ini justru berbeda dari dalam negeri, di mana berbanding terbalik dengan yield Treasury bond. Yield SBN 10 tahun terus mengalami kenaikan menjadi 8,69 persen. Yield yang naik di Negara berkembang itu mencerminkan tingkat resiko berinvestasi semakin besar, apalagi Indonesia masuk kedalam Fragile Five, 5 Negara paling rentan terpapar krisis.
"Konsekuensinya pelaku pasar masih melanjutkan flight to quality, beralih ke aset yang lebih aman salah satunya greenback (dolar). Indikator USD index berada pada level 95,3 atau naik 3,5 persen sejak awal tahun 2018. Kenaikan dolar index jadi indikasi tren super dolar akan berlanjut hingga akhir tahun," ungkap Bima
Sementara itu, di sisi lain ancaman perang dagang kembali memanas setelah Trump kembali mengancam kenaikan tarif senilai USD 267 miliar barang asal China. Efek berlanjutnya perang dagang tersebut, berpengaruh signifikan terhadap penurunan kinerja neraca perdagangan Indonesia.
Sentimen cadangan devisa juga berpengaruh terhadap prilaku pasar. Cadangan devisa per Agustus 2018 anjlok ke USD 117,9 miliar, terendah sejak Januari 2017. Penurunan cadangan devisa disebabkan oleh intervensi Bank Indonesia untuk stabilisasi nilai tukar Rupiah.
(mdk/azz)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Mengutip data Bloomberg, nilai tukar Rupiah diperdagangkan di level Rp16.255 per USD pada Senin (29/4).
Baca SelengkapnyaPemerintah harus melakukan intervensi agar rupiah tidak semakin terpuruk.
Baca SelengkapnyaPer 20 Februari 2024, nilai tukar Rupiah kembali menguat 0,77 persen secara poin to poin (ptp) setelah pada Januari 2024 melemah 2,43 persen.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Gubernur BI, Perry Warjiyo mengakui nilai tukar Rupiah masih tertekan oleh dolar AS.
Baca SelengkapnyaGubernur BI, Perry Warjiyo menyampaikan, nilai tukar Rupiah hingga 19 Maret 2024 relatif stabil.
Baca SelengkapnyaNilai tukar rupiah pada 2023 cenderung mengalami penguatan lebih besar dibanding negara di kawasan ASEAN.
Baca SelengkapnyaKenaikan suku bunga oleh BI akan memberikan sederet dampak rambatan terhadap pelaku usaha ritel.
Baca SelengkapnyaPosisi ULN pada November 2023 juga dipengaruhi oleh faktor pelemahan mata uang dolar AS terhadap mayoritas mata uang global.
Baca SelengkapnyaGubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo pun yakin nilai tukar Rupiah akan terus menguat, ditopang kepercayaan investor dan pasar yang juga semakin besar.
Baca Selengkapnya