Sebuah benteng megah ini bukanlah di Belanda, melainkan di Pulau Ambon yang kaya akan rempahnya. Garis sejarah Benteng Amsterdam begitu panjang yang pernah jadi bagian dari Negara Kincir Angin. Meskipun menyandang nama Ibu Kota Belanda, namun sejak berdirinya Benteng Amsterdam telah ada di Maluku sejak ratusan tahun.

Sejak tahun 1970-an, warga Darmo Kali mulai berjualan bendera. Secara turun temurun bahkan jumlahnya selalu bertambah setiap tahunnya. Alhasil, kawasan di sudut Kota Pahlawan ini mendapat julukan Kampung Bendera.

Mungkin topeng monyet pernah menghibur kita kala masih kecil. Melihat aksinya membuat kagum, memainkan permainan layaknya seorang manusia. Namun dilihat dari kaca mata hewan, membuat kita merasa kasihan, lain lagi dari segi ekonomi. Untuk menjadikan monyet patuh, tak segan mereka diberikan latihan dengan tekanan.

Dalam suku Banjar pasangan pengantin dianggap sebagai raja dan ratu sehari, mereka tak diperbolehkan menginjakkan kaki di tanah. Alhasil tanpa menggunakan tandu kayu, pengantin digendong oleh 2 pria saudaranya atau seorang pesilat. Mereka berjalan sambil menari menuju pelaminan.

Amsterdam, sebuah Ibu Kota di Negara Belanda yang pernah menjajah Indonesia. Namun sebuah benteng megah ini bukanlah di Belanda, melainkan di Pulau Ambon yang kaya akan rempahnya. Garis sejarah Benteng Amsterdam begitu panjang yang pernah jadi bagian dari Negara Kincir Angin.

Sudah 78 tahun berdiri, kedai kopi ini tak pernah sepi pembeli. Cita rasa yang melegenda dan suasana kedai yang khas. Membuat kedai Kopi Kong Djie tetap eksis hingga kini.

Jajanan tradisional ini sudah ada sejak zaman Kerajaan Mataram Islam. Kala itu, kue berwarna cokelat ini menjadi primadona. Makanan mewah yang disajikan untuk para raja dan menjadi favorit keluarga kerajaan.

Proses belajar memang beragam caranya, salah satunya di kala Pandemi Covid-19 dengan PPKM yang diberlakukan. Teknik jadul pembelajaran jarak jauh digunakan, salah satunya menggunakan radio Handy Talky(HT). Siapa sangka teknologi jadul ini mampu meluluskan murid hingga ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

Okokan. Bukan hanya sekedar alat musik atau sarana hiburan saja, Okokan punya nilai yang penting bagi warga Tabanan. Alat yang menyerupai kentongan ini dipercaya sebagai penolak bala.

Setiap orang tak bisa lepas dengan keberadaan air. Penyokong kehidupan yang amat sangat diharapkan kehadirannya setiap saat. Pentingnya air membuat warga Lereng Merbabu begitu menghormati mata air Tlompak. Hingga dilakukan sebuah tradisi Sungkem Tlompak yang khas dilaksanakan warga Dusun Keditan.

Bertukar pesan via suara, itulah kemampuan yang ada pada sistem radio HT (Handy Talky). Perangkat ini diterapkan pada pembelajaran jarak jauh. Jauh dari kesan modern smartphone android. Namun antusias guru dan murid begitu nampak. Tanpa smartphone dan tanpa kuota internet, proses belajar mengajar tetap berjalan lancar

Nuansa kekeluargaan terasa hangat meskipun berada di tengah ketinggian Gunung Merbabu. Tradisi Sungkem Tlompak merupakan wujud mempererat kerukunan, penghormatan, hingga menjaga kelestarian alam. Terlebih terhadap kecukupan sumber mata air yang ada di Gunung Merbabu.

Para anak bergantian meluncur di perosotan. Tanpa alat dan alas kaki. Sampai di ujung bawah, kemudian naik lagi ke atas mengantre kembali. Ya, bermain perosotan alami ini seperti candu. Tak cukup sekali, harus berkali-kali.

Modernisasi bukanlah menjadi sebuah hal yang wajib diperjuangkan oleh Warga Kampung Dukuh di Garut. Berumur 4 Abad, kampung ini memegang teguh aturan Islam dan selalu bersandingan dengan Alam. Semuanya tak luput dari seorang pendirinya yang terkenal taat dan penuh konsisten.

Keprihatinan terhadap lingkungan semakin diacuhkan. Membuat seorang seniman asal Sukoharjo ini menerapkan sampah plastik sebagai media membuat karya lukisnya. Disulapnya limbah plastik menjadi kesenian yang menawan. Agar mengedukasi akan pentingnya mengelola sampah demi keberlangsungan lingkungan yang sehat.

Kampung Dukuh menjadi kampung terpencil di kedalaman Hutan Selatan Garut. Terbentuknya kampung ini tidak lain atas jasa Syekh Abdul Jalil yang pernah membantu pemerintahan Bupati Sumedang 4 abad silam.

Jajanan tradisional ini sudah ada sejak zaman Kerajaan Mataram Islam. Kala itu, kue berwarna cokelat ini menjadi primadona. Makanan mewah yang disajikan untuk para raja. Namun sayang, kepopulerannya kini mulai memudar. Terganti dengan jajanan berkemasan yang lebih modern dan kekinian.

Melukis dengan tinta sudah biasa, namun apa jadinya menggunakan limbah sampah plastik sebagai bahan lukisan. Itulah yang dilakukan Sigit yang menyulap sampah kemasan makanan menjadi lukisan abstrak yang dilirik warga mancanegara.