Mengenal Martarombo, Tradisi Orang Batak untuk Mengetahui Garis Keturunan
Dalam masyarakat Batak terdapat salah satu tradisi unik yang menjadi pilar penting dalam sistem budaya yaitu Martarombo.
Dalam masyarakat Batak terdapat salah satu tradisi unik yang menjadi pilar penting dalam sistem budaya yaitu Martarombo.
Suku Batak terdiri dari beberapa sub suku yang cukup beragam dan mempunyai keunikannya masing-masing. Tak sedikit orang Batak yang penasaran dengan silsilah keluarganya bermula.
Dalam pencarian silsilah garis keturunannya lambat laun menjadi sebuah tradisi yang sudah pasti dilakukan oleh orang Batak yang disebut Martarombo. Tradisi ini sudah biasa dilakukan dalam kegiatan sehari-hari ataupun dalam upacara adat.
Martarombo menjadi sebuah tradisi penting dalam kebudayaan Batak. Selain mengetahui garis keturunan, juga bertujuan untuk menentukan kelas kekerabatan mereka dengan sesama suku.
Penasaran dengan tradisi Martarombo? Simak ulasannya yang dirangkum dari beberapa sumber berikut ini.
Sebelum mengulas Martarombo, masyarakat Batak telah berpegang teguh pada Dalihan Na Tolu yang berarti sistem hubungan sosial kekerabatan yang berdasarkan keturunan darah maupun perkawinan.
Prinsip Dalihan Na Tolu ini telah menjadi pegangan hidup setiap masyarakat Batak baik itu anak-anak hingga orang tua. Fungsi dari prinsip tersebut adalah untuk mengendalikan dan mengarahkan sopan santun dan perilaku orang Batak.
Dalihan Na Tolu sendiri sudah ditanamkan dalam diri orang Batak sejak lama, bahkan sudah dijadikan sebagai hukum adat. Dari prinsip inilah, setiap interaksi antar orang Batak bisa terjalin dengan baik.
Dalam menjalin hubungan sosial yang baik, tentunya harus mengetahui silsilah kekerabatan antar masyarakat Batak yang bernama Martarombo.
Mengutip dari jurnal Universitas Negeri Medan (2018), Martarombo berasal dari dua kata yaitu "Tarombo" yang berarti Silsiah, sedangkan kata "Mar" sendiri dalam bahasa Batak diartikan sebagai kata kerja. Secara keseluruhan, Martarombo berarti "Silsilah" atau "Menentukan Silsilah".
Dalam praktiknya, Martarombo sudah menjadi suatu kebiasaan orang Batak ketika berinteraksi. Biasanya, mereka ingin mengetahui seluk beluk persaudaraan yang terjalin sesama orang Batak.
Biasanya, Martarombo akan muncul dengan sendirinya ketika dua orang atau lebih saling interaksi dalam kegiatan sehari-hari maupun ketika upacara adat berlangsung.
Martarombo bukan sekedar bentuk interaksi sosial untuk mengetahui lawan bicara kita dari marga tertentu. Namun, tradisi ini rupanya juga menjadi acuan untuk menempatkan diri ketika bersosialisasi.
Di lingkungan orang-orang Batak, menentukan sikap dan perilaku tersebut menjadi unsur penting dalam bermasyarakat.
Apabila orang Batak berjumpa dengan orang Batak lainnya, tentunya prinsip Martarombo berperan penting. Jika orang tersebut memiliki kesamaan marga, tentunya akan terjalin ikatan yang lebih dalam. Begitu juga sebaliknya, apabila tidak semarga, menempatkan diri untuk saling menghormati akan tercipta.
Dalam interaksi sosial tidak semarga ini biasanya mereka akan memperkenalkan diri dan menjelaskan marganya sehingga diketahui posisi kelas marga yang sesuai dengan prinsip Dalihan Na Tolu tadi.
Di zaman yang serba modern dan pergaulan bisa didapatkan dari mana saja, mengakibatkan tradisi ini semakin memudar di kalangan anak muda Batak.
Terjadinya akulturasi di lapisan masyarakat ini telah memudarkan kesadaran dalam bersosialisasi yang otomatis mengubah sikap dan perilaku ketika berbicara dengan orang lain bahkan sesama orang Batak.
Tradisi Martombo ini tak ada matinya, artinya terus dibutuhkan oleh orang Batak dari generasi ke generasi demi menjaga warisan budaya Batak di masa yang akan datang.
Dalam tradisi lokal masyarakat Batak, terdapat upacara khusus untuk orang tua sebagai bentuk penghormatan dan balas budi.
Baca SelengkapnyaMakan Bajamba merupakan tradisi makan bersama yang dilaksanakan oleh masyarakat Minangkabau
Baca SelengkapnyaTidak hanya orang Jawa yang memiliki budaya Nyambat, melainkan warga Betawi juga melakukan hal ini sejak lama.
Baca SelengkapnyaTradisi Marsuap jadi tradisi ziarah khas warga Batak.
Baca SelengkapnyaTradisi ini terus dilestarikan masyarakat Sedulur Sikep agar tidak punah
Baca SelengkapnyaOlop-Olop Bolon, acara pesta rakyat sebagai ungkapan rasa syukur atas berkat yang melimpah milik masyarakat Batak
Baca SelengkapnyaKesenian ini biasanya dimainkan oleh puluhan orang untuk menyindir Belanda.
Baca SelengkapnyaTradisi ini sudah sangat melekat di masyarakat Nias hingga sudah menjadi simbol dan budaya yang dihadirkan dalam acara-acara adat.
Baca SelengkapnyaSecara tradisional, mereka tinggal di sebuah rumah kayu yang bentuknya memanjang.
Baca Selengkapnya