Cerita Nelayan Tanjung Pasir Tangerang Diintimidasi Aparatur Desa saat Tolak Pemasangan Pagar Laut
Pagar bambu laut itu kini mulai dibongkar nelayan dibantu TNI AL.

Warga nelayan Pantai Tanjung Pasir, Kecamatan Teluknaga, Kabupaten Tangerang, mengaku bersyukur pagar-pagar bambu yang menghalangi akses kapal mereka akan kembali dibongkar pada Rabu (22/1) besok. Pagar bambu itu dibongkar anggota TNI AL.
"Besok bongkar lagi sama TNI AL, alhamdulillah kami senang wilayah kami mencari rezeki tidak dipagari," kata AL (27), warga Kampung Tanjung Pasir, Desa Tanjung Pasir ditemui Selasa (21/1).

Awal Mula Pagar Laut Dipasang
Pemuda nelayan pancing ini menerangkan pemagaran laut pesisir utara Tangerang pertama kali terjadi di wilayah pantai Tanjung Pasir pada 5 Juli 2024. Saat itu, para nelayan belum mengetahui maksud dan tujuan dari pemagaran yang dilakukan sejumlah aparatur desa.
"Saya ingat betul itu pertama kali dibangun 5 Juli 2024. Yang bangun aparat desa, RT, RW dan pegawai desa di sini," ujar AL.
Baru setelah dua hari pemasangan atau 7 Juli 2024, AL bersama beberapa nelayan lain mendatangi titik pantai yang dipagari itu.
"Dua hari setelahnya saya dan beberapa teman datangi yang bekerja memagari, kami tanyakan ini untuk apa, mereka jawab ini punya PT. Kami berkeras ibaratnya demo, sampai waktu itu ada anggota TNI dari Pos TNI AL yang memediasi," cerita AL.
Dari pertemuan mediasi di kantor Balai Desa, warga merasa seperti diintimidasi, sebab seluruh perangkat desa tidak membela kepentingan masyarakat nelayan dan mengaku seolah-olah tunduk terhadap perintah pemberi kerja.
"Mediasi enggak ada hasil buat kami, pagar tetap berjalan. Karena itu dikatakan punya PT, PT nya apa kami tidak diberitahu, tapi anggota TNI AL bilang itu punya PIK," kata AL.
TNI Tidak Bisa Berbuat Banyak
Meski pemagaran digaris pantai Tanjung Pasir dekat dengan Pos TNI AL, pihak TNI juga tidak dapat berbuat banyak. Walau saat mediasi warga dengan aparatur desa juga disaksikan beberapa personel TNI pada Juli 2024 lalu.
"Kalau TNI kita tanyai komandannya saat itu, tunggu perintah pimpinan, tunggu perintah pimpinan. Begitu saja, sebenarnya mereka banyak bantu juga untuk mediasi, cuma enggak bisa berbuat apa-apa juga," ujar AL.
Karena persoalan yang buntu, masyarakat nelayan Tanjung Pasir seperti pasrah dan hanya berupaya memviralkan gambar-gambar pemagaran laut ke media sosial.
"Kita ditakut-takuti, ada statement mandor saat itu yang mengatakan satu bambu dicabut saja pidana. Keterlibatan aparat desa benar-benar nyata,” ucap dia.
Pemasangan Pagar Tanpa Sosialisasi
Menurut AL, pekerjaan pemagaran yang dilakukan tiba-tiba tanpa pemberitahuan dan sosialisasi ke masyarakat nelayan akhirnya berjalan lancar. Setiap hari sekitar 100 meter wilayah garis pantai terpagari oleh sekitar 10 pekerja yang merupakan para aparatur desa.
“Kalau di tempat-tempat lain katanya ditawari kerja masang pagar, kalau di sini tidak. Mereka tahu nelayan kami kompak dan tidak bisa ditakut-takuti. Jadi semua pagar laut di pantai Tanjung Pasir ini dipasang aparat desa Tanjunt Pasir,” kata AL.
Setiap hari kata AL, ratusan batang bambu yang turun dari truk-truk besar yang terparkir di tanah pengembangan PIK 2 diturunkan dan dibawa menggunakan kapal nelayan yang disewa. Pekerjaan itu dilakukan para aparatur desa hingga mengitari seluruh garis pantai Tanjung Pasir.
“Setiap hari mereka kerja, pagi sampai sore, engga ada kerja malam. Kalau upahnya berapa kami engga pernah nanya, kami engga tahu mereka dapat berapa. Bambu-bambu dipasang manual, engga ada dengan alat, kalau nancap bambu gampang, karena ini kan lumpur,” jelasnya
Pagar Dipasang Aparatur Desa
Menurut AL, pekerjaan pemagaran yang dilakukan tiba-tiba tanpa pemberitahuan dan sosialisasi ke masyarakat nelayan akhirnya berjalan lancar. Setiap hari sekitar 100 meter wilayah garis pantai terpagari oleh sekitar 10 pekerja yang merupakan para aparatur desa.
“Kalau di tempat-tempat lain katanya ditawari kerja masang pagar, kalau di sini tidak. Mereka tahu nelayan kami kompak dan tidak bisa ditakut-takuti. Jadi semua pagar laut di pantai Tanjung Pasir ini dipasang aparat desa Tanjung Pasir,” kata AL.
Setiap hari kata AL, ratusan batang bambu yang turun dari truk-truk besar yang terparkir di tanah pengembangan PIK 2 diturunkan dan dibawa menggunakan kapal nelayan yang disewa. Pekerjaan itu dilakukan para aparatur desa hingga mengitari seluruh garis pantai Tanjung Pasir.
“Setiap hari mereka kerja, pagi sampai sore, engga ada kerja malam. Kalau upahnya berapa kami engga pernah nanya, kami engga tahu mereka dapat berapa. Bambu-bambu dipasang manual, enggak ada dengan alat, kalau nancap bambu gampang, karena ini kan lumpur,” jelasnya
Garis Pantai Dipagar Lapak Utama Nelayan Udang
Menurut AL garis pantai dengan ketinggian air antara 2-5 meter yang kini dipagari bambu itu, sebelumnya merupakan lapak utama para nelayan udang yang hasil udangnya dijual ke nelayan pancing.
“Karena ada pagar bambu itu kini para nelayan udang mati, nelayan kan banyak. Mereka mencari udang untuk dijual ke nelayan pancing. Udang-udang itu sebagai umpan bagi nelayan pancing,” jelas dia.
Bukan Tempat Budidaya Kerang
Dia juga membantah keras adanya pernyataan yang menyebutkan jika bambu-bambu yang memagari area garis pantai dijadikan tempat petani membudidayakan kerang.
“Enggak benar, bohong itu. Enggak ada teknik untuk budidaya apapun dengan pemasangan bambu model pagar begitu,” kata AL.
Pagar Bikin Akses Nelayan Sulit
Ditegaskan AL, pemagaran laut digaris pantai Tanjung Pasir telah membuat ratusan nelayan menderita, bukan saja menyulitkan akses keluar-masuk pantai. Tapi juga potensi keselamatan dan keamanan nelayan saat akan melewati pagar tersebut.
“Keamanan, keselamatan sudah pasti. Belum lagi biaya-biaya yang ditimbulkan karena kami harus mencari haluan yang tidak terpagar, kalau pun tidak terpagar daerah pantai enggak semua dalam, ada juga yang dangkal kan ini bahaya,” ucap dia.
Kondisi Terkini Pagar Laut
Pantauan langsung di lokasi pantai Tanjung Pasir, ribuan batang bambu masih memagari objek garis pantai Tanjung Pasir. Pagar-pagar bambu yang membentuk kotak persegi itu juga berada dekat dengan kawasan proyek PIK 2 yang saat ini dalam proses pengurugan. Hal itu terlihat dari banyaknya truk tanah yang terparkir di area proyek.
“Kemarin kita kerja dari pagi sampai sore, mungkin enggak banyak yang dicabuti, karena menancapkan lebih susah dibanding mencabutnya. Dan Kapal TNI juga enggak bisa dipakai, karena itu kan dangkal. Jadi pakai kapal-kapal kecil kami,” kata AL.
“Iya itu proyek PIK, masih pengurugan itu truk-truk gede doang,” ujar AL.