Menurut dia, kliennya hanya korban. Keduanya merasa ditipu karena ketika diperingatkan perihal-perihal adegan yang dinilai vulgar, tersangka I selaku atasan selalu meyakinkan bahwa film tak akan bermasalah.
Tersangka I menurut Hika, berdalih perusahaannya punya badan hukum dan semua film menjadi tanggung jawabnya sebagai produser. Bahkan Hika mengatakan, kedua kliennya sempat mewanti-wanti kepada tersangka I apakah beberapa adegan dijalankan para pemeran tidak kelewatan dan berbahaya karena sudah agak vulgar.
"Nah kemudian diiming-imingi oleh pimpinannya itu. 'Kita legal kok, kita bukan porno kok. Ini masih semi kok, ini masih sesuai dengan standar kok. Bahwa perusahaan kita ini ada legalnya, ada kuasa hukumnya'. Jadi karena ketidaktahuan mereka terkait dengan undang-undang pornografi dan undang-undang ITE, mereka mengikuti saja," kata Hika.