Fakta Unik Jajanan Colenak Khas Bandung, Dulunya Bernama Peuyeum Digulaan
Tak hanya lezat, Colenak juga punya fakta menarik di baliknya.
Tak hanya lezat, Colenak juga punya fakta menarik di baliknya.
Aroma manis bercampur gurih selalu memancing siapapun untuk menyantap sebuah jajanan bernama Colenak.
Kuliner berbahan tapai singkong dengan siraman gula aren kelapa ini memang sukar untuk dilewatkan sebagai camilan.
Dari segi rasa, Colenak memang jagoan. Perpaduan ciamik antara legit, gurih, sedikit smokey, serta asam dari fermentasi tapai sukses membuat siapapun tak berhenti untuk mengunyah.
Selain rasanya yang menggugah selera, ternyata Colenak juga memiliki kisah yang unik lho. Mau tahu seperti apa? Yuk, simak selengkapnya berikut ini.
Sebelum beranjak ke kisah uniknya, alangkah baiknya kita mengenal terlebih dahulu apa itu Colenak.
Mengutip laman Asosiasi Pelaku Pariwisata Indonesia Jawa Barat (ASPPI Jabar), Kamis (31/8), Colenak merupakan kudapan khas wilayah Bandung.
Namun seiring berjalannya waktu, jajanan ini mulai banyak ditemui di daerah Jawa Barat lainnya sebagai camilan kekinian di restoran maupun kafe.
Dalam konteks kuliner, Colenak merupakan tapai singkong yang diolah kembali dengan cara dibakar di atas arang, lalu diberi tambahan toping parutan kelapa serta gula aren.
Rasa gurihnya datang dari parutan kelapa, manis legit dari siraman gula aren cair serta asam manis dari tapai singkong fermentasi.
Semuanya jadi makin nikmat tatkala menu tersebut disajikan saat hangat-hangat ditemani secangkir teh maupun kopi pahit.
Jika saat ini kuliner tersebut bernama Colenak alias “dicocol enak”, namun ternyata saat awal kemunculan nama tersebut belum digunakan.
Pada kemunculannya di tahun 1930-an, oleh pelopornya bernama Pak Murdi, jajanan ini masih bernama “peuyeum digulaan”. Jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia, artinya tapai singkong yang diberi gula aren.
Nama ini terus bertahan selama beberapa waktu sampai ada seorang pelanggan yang memberi ide perubahan nama menjadi Colenak alias dicocol enak. Kata cocol merujuk pada cara memakannya yakni dengan cara mencocol tapai yang sudah dibakar dengan gula aren.
Merujuk Liputan6, kejayaan Colenak berlanjut setidaknya selama 25 tahunan kemudian.
Menu Colenak saat itu diperkenalkan di acara internasional, Konferensi Asia-Afrika (KAA) yang dilaksanakan di Kota Bandung pasca kemerdekaan.
Saat itu, panitia meminta Pak Murdi menyediakan ratusan porsi Colenak untuk disajikan kepada delegasi luar negeri yang datang. Responsnya tak disangka. Para peserta menyukai sajian lezat Colenak.
Saat ini, Colenak sudah naik kelas dengan dijual di banyak kafe dan disandingkan bersama menu kekinian lainnya.
Saat ini juga tersedia berbagai varian Colenak, mulai dari rasa durian sampai nangka. Walau naik kelas, Colenak tetap memiliki harga yang bersahabat.
Yuk, sempatkan mencicipi Colenak saat berkunjung ke Bandung.
Burung endemik Sumenep ini punya beragam keunikahn.
Baca SelengkapnyaGoa ini tersusun dari batuan lava yang membeku dan hanya ada dua di Indonesia, salah satunya Goa Lawa.
Baca SelengkapnyaWalaupun namanya seram, lokasi ini punya pemandangan yang menakjubkan.
Baca SelengkapnyaAndhi Pramono juga disebut sebagai makelar barang di luar negeri dan memberi karpet merah kepada pengusaha yang bergerak di bidang ekspor-impor.
Baca SelengkapnyaCici Sumiati kolaps saat sedang tampil di acara pernikahan di Bandung.
Baca SelengkapnyaApi yang melahap Pasar Leuwiliang Kabupaten Bogor Jawa Barat baru bisa dipadamkan 15 jam. Begini kondisi terkini Pasar Leuwiliang.
Baca SelengkapnyaBiar makin paham, intip beberapa fakta menarik tentang golongan darah O berikut ini!
Baca SelengkapnyaJawa Timur langganan jadi produsen jagung terbesar di Indonesia. Ini sederet faktanya.
Baca SelengkapnyaRumah itu tidak pernah dihuni lagi sejak tahun 1946
Baca Selengkapnya