Bergaya Kuno, Begini Asal Usul Masjid Langgar Tinggi Pekojan yang Dulu Dibangun oleh Saudagar Yaman
Masjid ini dulunya dibangun oleh saudagar asal Yaman. Begini kisahnya
Masjid ini dulunya dibangun oleh saudagar asal Yaman. Begini kisahnya
Balkon kayu kuno dan pilar beton lawas menghiasi sisi samping Masjid Langgar Tinggi di Pekojan, Kecamatan Tambora, Kota Jakarta Barat.
Gaya keseluruhan bangunan khas tradisional era kolonial, dengan perpaduan berbagai negara.
Dulu, bangunan tersebut memiliki peran besar sebagai tempat berdakwah para pedagang asal Yaman, Timur Tengah sampai India.
Wilayah ini pun menjadi pusat penyebaran agama Islam kala abad ke-18 sampai abad ke-19.
Agar mudah melakukan syiar, para pedagang asal Yaman pun membangun sebuah musala sederhana yang kini menjadi Masjid Langgar Tinggi. Lambat laun, Kampung Pekojan kesohor sebagai permukiman Muslim sekaligus tempat perdagangan di tanah Batavia.
Dalam kanal Youtube Zawiyah Channel, berdirinya Masjid Langgar Tinggi tak bisa dilepaskan dari asal usul Kampung Pekojan di Batavia. Ketika itu tahun 1800-an.
Warga Pekojan rata-rata dihuni oleh para pedagang asal Yaman dan India, dengan kegemaran mereka adalah berdakwah.
Agar mempermudah proses penyampaian informasi seputar ke-Islaman, mereka sepakat membangun sebuah musala pada 1829. Bentuknya sederhana. Hanya bermaterialkan kayu dan tembok sehingga menjadi sebuah tempat ibadah yang layak.
Setelah rampung, musala dipakai oleh komunitas Yaman dan India muslim sehingga lambat laun wilayah itu dikenal sebagai Pekojan. Asal katanya dari Koja atau komunitas pedagang muslim dari India dan Timur Tengah.
Namun, karena jumlah kegiatan jual beli tinggi, maka musala turut digunakan sebagai tempat istirahat dari para pedagang.
Bangunan pun dibuat dengan dua lantai, dengan lantai bawah untuk beristirahat dan lantai dua untuk menunaikan salat.
Menurut pengurus Masjid Langgar Tinggi, Habib Ahmad Alwi Assegaf, para pedagang ini rata-rata datang dari Jawa Barat dan Banten. Perahunya mereka parkiran di sungai samping Masjid Langgar Tinggi.
“Jadi kenapa namanya Langgar Tinggi, karena tempat salatnya di atas. Pada saat itu belum ada tempat salat yang di atas (lantai dua), maka dinamai Langgar Tinggi. Lantai bawahnya buat tempat istirahat pedagang,” terang Assegaf.
Sejak pertama berdiri 195 tahun silam, Langgar Tinggi masih mempertahankan bentuk aslinya. an.
Namun demikian, masjid ini juga tak luput dari proses renovasi sebanyak tiga kali, sebagai upaya perawat.
Kendati sudah tiga kali diperbaiki, namun Assegaf tak mau bentuk aslinya diubah. Ia menginginkan agar bangunan menjadi warisan Islam zaman perdagangan di abad ke-19, sebagai bekal informasi bagi anak cucu.
“Pertama direnovasi tahun 1994, lalu 2012 dan 2019 lalu. Saya tidak mau mengubah bentuk aslinya, sehingga sampai sekarang bentuknya masih ori, masih asli seperti ketika pertama berdiri,” terangnya
Deretan pilar besar sebagai penyangga atap di Langgar Tinggi diketahui masih asli dan belum diubah termasuk direnovasi. Gaya bangunan ini disebut pernah ngetren di masa silam.
Para inisiator pendirinya ingin menerapkan budaya khas art deco yang datangnya dari Portugis sebagai unsur utama dari Masjid Langgar Tinggi.
“Jadi memang tiangnya ini punya gaya Portugis, saat itu bangunan seperti ini sedang ngetren yaa makanya diterapkan di sini,” tambahnya.
Ditambahkan Assegaf, jika Masjid Langgar Tinggi telah menjadi bangunan cagar budaya urutan pertama di Jakarta Barat
Ini karena keaslian bangunan sampai pernak perniknya yang tetap terjaga sejak awal berdiri di abad ke-19. Salah satu yang masih terpelihara dengan baik adalah lantai berbahan jati Kalimantan. Namun menurutnya, saat ini masjid ini perlu terus dirawat agar bisa berumur panjang.
“Ini kebetulan jadi benda cagar budaya ring satu sama pemerintah, karena keasliannya masih terjaga. Namun saat ini perlu perhatian dan dilakukan terus perawatan, terutama suntik rayap agar tetap awet,” tambahnya.
Papan nama Masjid Langgar Tinggi.
Masjid lawas ini punya desain bangunan yang unik dan terdapat makam kuno.
Baca SelengkapnyaKabarnya masjid ini dulu pernah digotong manual agar tidak digusur.
Baca SelengkapnyaMasjid ini jadi sisa peninggalan Kesultanan Banten yang masih tersisa.
Baca SelengkapnyaMasjid yang berada di samping mal ini merupakan pusat penyebaran Islam di Kota Lumpur
Baca SelengkapnyaBanyak santrinya merupakan mantan penjahat dan pecandu narkoba.
Baca SelengkapnyaKompleks ini menunjukkan budaya Hindu dan Islam yang magis
Baca SelengkapnyaMasjid Gedhe Kauman Yogyakarta menggelar salat tarawih perdana pada Minggu (10/3) malam.
Baca SelengkapnyaPendiri masjid ini berpesan bahwa merusak masjid adalah hal tabu.
Baca SelengkapnyaMasjid Kedung Menjangan juga dikenal sebagai masjid merah, selalui Masjid Sang Cipta Rasa yang sudah lebih dulu ada.
Baca Selengkapnya