Pakai Teknologi AI, Arkeolog Temukan Situs Berusia 5000 Tahun Terkubur di Gurun Uni Emirat Arab
Teknologi yang sama juga pernah digunakan arkeolog di Peru.
Tim peneliti di Universitas Khalifa di Abu Dhabi telah mengembangkan kecerdasan buatan (AI) untuk membantu mereka menjelajahi wilayah Rub al-Khali, atau ‘Empty Quarter’ – gurun seluas 402.336 kilometer di Semenanjung Arab. Gurun ini berada di wilayah yang mencakup Uni Emirat Arab, Oman, Yaman dan Arab Saudi.
Gurun Rub al-Khali merupakan rumah bagi situs Saruq Al-Hadid, yang menyimpan bukti aktivitas manusia selama 5.000 tahun. Dengan memanfaatkan data dari situs ini, tim melatih algoritma mereka untuk mendeteksi area potensial lainnya untuk penggalian di dekatnya.
-
Dimana penemuan artefak 5000 tahun ini? Artefak itu ditemukan selama penggalian di situs arkeologi Yuanbaoshan di Aohan Banner di Kota Chifeng yang telah berlangsung empat bulan dari bulan Mei.
-
Apa yang ditemukan di situs arkeologi Dubai? Hasil survei arkeologi yang dilakukan selama bertahun-tahun di Dubai mengungkap banyak situs termasuk Saruq Al-Hadid, Al Sufouh, Jumeirah, Al Ashoush, dan masih banyak lagi.
-
Kapan Situs Arkeologi Jumeirah ditemukan? Situs Arkeologi Jumeirah Era Islam (900-1800 M), ditemukan pada tahun 1969, berasal dari era Kekhalifahan Abbasiyah,
-
Kenapa Situs Arkeologi Dubai penting? Situs-situs ini mengungkap kekayaan akar peradaban kuno Uni Emirat Arab yang berusia lebih dari 300.000 tahun.
-
Di mana situs arkeologi ditemukan? Di pinggiran kota Canterbury, Inggris, arkeolog menemukan bukti penduduk paling awal di negara tersebut sekitar 950 ribu tahun lalu.
-
Apa yang ditemukan arkeolog di Gurun Sahara? Arkeolog terkejut menemukan karya seni yang tak terduga dari 16 situs batu baru di Gurun Timur, atau Atbai, sebuah lanskap berpasir dan tandus yang merupakan bagian dari Sahara yang membentang di Sudan timur, menurut sebuah studi yang diterbitkan pada 28 November 2023, di Jurnal Arkeologi Mesir.
Teknologi AI mampu menganalisis gambar yang diperoleh dengan menggunakan radar aperture sintetis (SAR), yaitu sistem radar kuat yang mampu menembus pasir dan tumbuh-tumbuhan, sehingga memungkinkan peneliti melihat struktur tersembunyi di bawah permukaan, seperti dikutip dari laman Artnet, Senin (30/9).
Para arkeolog menggunakan SAR yang ditularkan melalui satelit, yang mampu mencakup wilayah yang lebih luas daripada yang mungkin dilakukan dari darat. Dengan dukungan finansial dari Dubai Culture, badan pemerintah yang mengelola Saruq Al-Hadid, tim juga dapat melakukan survei darat menggunakan radar untuk mereplikasi hasil dari satelit.
Dengan menggunakan teknik pembelajaran mesin dan pembelajaran mendalam, tim telah mampu membuat algoritme yang mampu mendeteksi fitur otomatis dalam lanskap, presisi hingga dalam jarak 50 cm, dan mampu menghasilkan model 3D dari struktur yang diharapkan.
“Masalah utama dalam studi penginderaan jauh di lingkungan kering dan semi-kering seperti Uni Emirat Arab (UEA) adalah penurunan konten gambar akibat partikel debu atau tutupan awan,” tulis para peneliti dalam makalah yang diterbitkan di Geosciences pada Juni lalu.
Mulai Penggalian
Kesulitan ini yang dapat diatasi SAR, yang jarang tersedia bagi para arkeolog karena biaya dan kerumitannya.
"Penelitian ini adalah yang pertama menggunakan pemrosesan gambar canggih dan teknik pembelajaran mesin untuk mendeteksi, memprediksi, dan memandu arkeologi dalam bidang yang diminati dan gurun Rub'Al-Khali," jelas para peneliti.
Dubai Culture akan memulai penggalian di area yang diidentifikasi oleh algoritma AI di Saruq Al-Hadid. Hanya sekitar 10 persen dari situs tersebut, yang mencakup area seluas 3,7 kilometer, yang telah ditemukan.
Jika prediksi AI akurat, Dubai Culture menyatakan akan terus menggunakan teknologi tersebut.
"Idenya adalah untuk mengekspor (teknologi) ke wilayah lain, terutama Arab Saudi, Mesir, dan mungkin juga gurun pasir di Afrika," jelas salah satu peneliti utama dalam proyek tersebut, Diana Francis kepada CNN.