Ilmuwan Temukan Burung Berusia 120 Juta Tahun dengan Gigi Sekuat Dinosaurus, di Dalam Perutnya Ada Fosil Ini
Longipteryx chaoyangensis adalah salah satu spesies burung paling awal di bumi, yang hidup 120 juta tahun lalu.
Baru-baru ini, para peneliti menemukan fosil biji buah di dalam perut burung purba Longipteryx chaoyangensis. Temuan ini mengungkap bahwa spesies ini benar-benar mengonsumsi buah, menantang hipotesis sebelumnya tentang pola makannya.
Longipteryx chaoyangensis adalah salah satu spesies burung paling awal di bumi, yang hidup 120 juta tahun lalu di wilayah yang saat ini berada di China timur laut.
-
Fosil hewan purba apa yang ditemukan? Fosil tersebut diperkirakan sebagai spesies dari kelas cestoda, juga dikenal sebagai cacing pita.
-
Fosil dinosaurus apa yang ditemukan? Denver Museum of Nature and Science di Amerika Serikat mengumumkan penemuan fosil Tyrannosaurus rex atau T-rex remaja di North Dakota pada Selasa lalu.
-
Berapa usia fosil dinosaurus tersebut? Saat sedang jalan-jalan dengan anjingnya, seorang pria asal Prancis menemukan fosil dinosaurus berusia 70 juta tahun.
-
Kapan fosil dinosaurus tertua ditemukan? Fosil yang ditemukan pada Mei lalu di dekat sebuah waduk di kotamadya Sao Joao do Polesine itu diperkirakan berusia sekitar 233 juta tahun. Demikian menurut paleontolog Rodrigo Temp Müller, yang memimpin tim dari Universitas Federal Santa Maria yang menemukan tulang-tulang itu.
-
Dimana fosil dinosaurus ini ditemukan? Spesies aneh ini dijelaskan setelah penemuan fosil yang diambil dari Kabupaten Zhenghe, Provinsi Fujian, China.
-
Apa jenis fosil dinosaurus yang ditemukan? Namun fosil jenis Titanosaurus itu disembunyikan selama dua tahun.
Berdasarkan hipotesis sebelumnya, spesies burung ini disebut memangsa ikan dan serangga dengan giginya yang sangat kuat. Ketebalan gigi burung ini setara dengan dinosaurus
Namun hipotesis tersebut terbantahkan dengan studi terbaru yang diterbitkan dalam jurnal Current Biology ini.
Burung ini memiliki tengkorak yang panjang dengan gigi yang hanya mengisi bagian ujung paruh.
Enamel gigi merupakan zat terkeras dalam tubuh, enamel gigi Longipteryx memiliki ketebalan 50 mikron. Ketebalan tersebut sama dengan enamel pada dinosaurus predator besar seperti Allosaurus yang beratnya mencapai 2 ton.
Dari ketebalan email gigi tersebut, para peneliti menduga burung ini berburu ikan, namun hipotesis ini dibantah peneliti lain.
Tidak Berburu Ikan
"Ada fosil burung lain seperti Yanornis yang memakan ikan dan kami tahu karena spesimennya telah ditemukan dengan isi perut yang diawetkan, fosil pun cenderung terawetkan dengan baik. Ditambah lagi, burung pemakan ikan ini memiliki banyak gigi di sepanjang paruhnya, tidak seperti Longipteryx yang hanya memiliki gigi di ujung paruhnya," Jingmai O’Connor, kurator fosil reptil di Pusat Penelitian Integratif Neguanee di Field Museum dan penulis utama studi tersebut, dikutip dari laman SciTech Daily, Rabu (11/9).
Longipteryx hidup di bagian China timur laut yang merupakan daerah beriklim sedang, dan mungkin tidak memakan buah sepanjang tahun karena menyesuaikan tumbuhnya tanaman di musim-musim tertentu. O'Connor dan rekan-rekannya menduga bahwa ia memiliki pola makan campuran yang mencakup hal-hal seperti serangga saat buah tidak tersedia.
Karena Longipteryx tampaknya tidak berburu ikan, maka muncul pertayaan fungsi paruh yang panjang dan runcing serta gigi yang sangat kuat. Para peneliti menduga paruh tersebut digunakan sebagai bentuk pertahanan diri.
Saat ini tidak ada burung yang memiliki gigi, tetapi ada burung kolibri kecil yang sangat keren yang memiliki tonjolan keratin di dekat ujung rostrum yang menyerupai Longipteryx dan mereka menggunakannya sebagai senjata untuk saling bertarung. Hal ini memungkinkan gigi pada paruh burung purba ini memiliki fungsi untuk pertahanan diri.
Para peneliti mengatakan bahwa selain mengetahui lebih banyak tentang kehidupan seekor burung prasejarah yang aneh, mereka berharap penelitian mereka membantu menjelaskan pertanyaan yang lebih luas dalam paleontologi tentang seberapa besar ilmuwan dapat atau tidak mempercayai ciri-ciri kerangka untuk menceritakan kisah perilaku hewan.
Reporter Magang: Elma Pinkan Yulianti