Minim Investasi, Petrokimia Penyebab Defisit Neraca Perdagangan Indonesia
Merdeka.com - Kementerian Perindustrian menyebut minimnya investasi membuat industri kimia khususnya petrokimia menjadi salah satu penyumbang defisit neraca perdagangan Indonesia. Lantaran industri tersebut merupakan langganan impor yang cukup besar.
Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian, Achmad Sigit Dwiwahjono, menyebutkan industri kimia di Tanah Air sebetulnya sudah cukup lengkap namun belum didukung oleh investasi yang besar. Sehingga masih menjadi pendorong defisit karena sebagian besar bahan bakunya merupakan bahan bakar fosil.
Pria yang akrab disapa Sigit tersebut mengungkapkan importasi sektor petrokimia mencapai USD 20 miliar atau Rp284 triliun (kurs Rp14.200 per USD) setiap tahunnya.
"Impor bahan petrokimia lebih dari 20 miliar dolar setiap tahun, data impor kurang lebih 100 miliar (USD) lebih maka hampir sektor bahan petrokimia dan bahan kimia hampir 30 persen dari toral impor kita," kata dia, dalam acara Workshop Pendalaman Kebijakan Industri oleh Kemenperin di Padang, Sumatera Barat, Selasa (8/10).
Sementara itu, dari sisi investasi, disebutkan tidak mengalami perkembangan sejak tahun 90 an. "Karena kalau kita lihat dari 1998 tidak ada investasi besar khususnya di industri petrokimia," keluhnya.
Secara keseluruhan, porsi importasi sektor ini hampir separuhnya dari total impor RI. "Kimia dan petrokimia 30 persen porsi impornya. 30 persen sektor barang modal dan 30 persen adalah bahan konsumsi," ungkapnya.
Mengenai hal itu, Kementerian Perindustrian menekankan bahwa mereka memprioritaskan industri petrokimia. Beberapa cara adalah mendorong inovasi dalam substitusi bahan kimia dari hulu.
Selain itu, dia juga mengaku fokus mendorong investasi yang terkait dengan bidang tersebut. Apalagi dengan perkembangan industri 4.0 yang tidak hanya membutuhkan efisiensi produksi berbasis teknologi tetapi juga kolaborasi dan promosi.
"Ini kalau kita lakukan akan punya nilai tambah yang cukup besar sehingga bisa mendorong pertumbuhan ekonomi. Tanpa ini sulit bagi kita untuk kita capai, tentunya industri 4.0 memegang peranan penting, investasi yang baru yang kita promosikan kita harapkan aplikasikan 4.0 pada industri lainnya," tutupnya.
(mdk/bim)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Kinerja Industri Pembiayaan Diprediksi Tumbuh Hingga 16 Persen di 2024
Industri pembiayaan diprediksi akan terus meningkat tahun ini.
Baca SelengkapnyaBadan Otorita Ungkap Alasan Minimnya Korea Selatan Investasi di IKN Nusantara
Korea Selatan menempati peringkat 6 dengan 9 LOI terkait investasi di IKN Nusantara.
Baca Selengkapnya4 Negara yang Paling Banyak Berminat Investasi di IKN Nusantara
Terbaru, surat pernyataan minat tersebut telah mencapai 328 LoI.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Indonesia Harus Lebih Tegas Melawan Diskriminasi Perdagangan Global
Indonesia kini menghadapi diskriminasi perdagangan dari banyak negara terkait kebijakan ekspor minyak kelapa sawit.
Baca SelengkapnyaIndonesia Tak Alami Deindustrialisasi, Ini Buktinya
Kontribusi tersebut diharapkan bisa menjadi modal utama untuk menarik lebih banyak investasi asing dengan tujuan dapat meningkatkan ekspor.
Baca SelengkapnyaMenaker Apresiasi Pemerintah Jerman yang Minat dengan Tenaga Perawat Indonesia
Saat ini Indonesia dalam tahap pengembangan SIPK dalam upaya meningkatkan partisipasi industri untuk memanfaatkannya.
Baca SelengkapnyaKemenko Perekonomian: Pengusaha Tahan Investasi Sampai Ada Presiden Terpilih
Memasuki tahun politik 2024, banyak investor yang mempertanyakan peluang berinvestasi di Indonesia.
Baca SelengkapnyaPengembangan Ekonomi Hijau di Indonesia Belum Menggiurkan Buat Investor
Ekonomi hijau dinilai sebagai solusi dari sistem ekonomi eksploitatif yang selama ini cenderung merusak lingkungan.
Baca SelengkapnyaData Sri Mulyani: Indonesia Peringkat Ketiga Negara G20 Produksi Emisi Karbon Terendah
Sri Mulyani mengakui bahwa produksi emisi karbon per kapita di Indonesia mengalami tren kenaikan dalam beberapa tahun terakhir.
Baca Selengkapnya