Kota Palembang terkenal dengan kulinernya seperti Pempek. Tak sedikit masyarakat Indonesia yang gemar menyantap makanan yang memiliki cita rasa gurih dan berkuah ini. Namun, terdapat kudapan lain yang patut dicoba, yaitu Gulo Puan. Konon, kudapan manis yang satu ini merupakan makanan legendaris, sebab dulunya menjadi kudapan para bangsawan dan raja Kesultanan Palembang.
Keunikan Gulo Puan, Kudapan Manis dari Palembang yang Mulai Langka
Sejarah Gulo Puan
Mengutip situs resmi Pemprov Sumatra Selatan, kehadiran Gulo Puan rupanya memiliki sejarah yang cukup panjang. Pasalnya, pembuatan kudapan ini muncul dari seorang warga lokal bernama Usman sejak 130 tahun silam. Usman awalnya warga pendatang yang kemudian menetap lama di Desa Kuro atau sekarang dikenal dengan Desa Bangsal. Desa ini merupakan desa tertua di daerahnya.
Asal Usul Penamaan
Selain menjadi kudapan legendaris, asal usul penamaan Gulo Puan diambil dari bahasa setempat, yaitu "Gulo" yang berarti "Gula". Sedangkan "Puan" itu memiliki arti "Susu". Sesuai dengan namanya. Gulo Puan memiliki cita rasa manis guruh perpaduan antara karamel dan keju. Cocok sebagai makanan pendamping saat minum kopi ataupun disantap bersama dengan roti tawar.
Mengutip dari indonesia.go.id, susu yang digunakan untuk membuat Gulo Puan ini tidaklah sembarangan. Harus susu segar langsung dari kerbau khas daerah Pampangan, Ogan Komering Ilir. Biasanya kudapan ini hadir saat waktu-waktu tertentu saja, seperti saat shalat Jum'at di Masjid Agung Palembang dan dijual oleh pedagang kaki lima seharga Rp100 ribu setiap kilogramnya.
Pembuatan yang Rumit
D ibalik rasanya yang lezat, terdapat proses pembuatan yang tidaklah mudah dan memakan waktu yang cukup lama, tak heran jika dulunya kudapan ini hanya bisa dikonsumsi oleh kaum bangsawan.
Sudah Langka
Eksistensi Gulo Puan saat ini semakin menurun, tak seperti Pempek yang namanya terus diingat orang. Penyebabnya adalah bahan baku yang tergolong memasuki masa kepunahan. Gulo Puan berbahan dasar susu Kerbau Rawa (Bubalus bubalis carabauesis) khas Pampangan. Saat ini, populisanya sudah semakin sedikit karena minimnya lahan akibat kebakaran hutan.
berita untuk kamu.
- Adrian Juliano
Panjang terowongan ini sekitar 828 meter. Maka wajar jika pembangunannya memakan waktu cukup lama.
Baca SelengkapnyaSeni pertunjukan ulu ambek tumbuh dan berkembang di Pariaman, Pesisir Barat Minangkabau tepatnya Kabupaten Padang Pariaman, Sumatra Barat.
Baca SelengkapnyaAsap terpantau dari lereng Gunung Semeru. Diduga akibat kelalaian warga dan cuaca kering.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Korban diduga terjebak asap pekat saat pembakaran lahan, sehingga kesulitan bernapas dan meninggal dunia di lokasi.
Baca SelengkapnyaPria tua ini bukanlah orang sembarangan. Dia masih memiliki darah keturunan Kerajaan Majapahit. Pesan leluhurnya juga masih dipegang teguh. Bahkan kakek ini juga masih menjunjung tradisi ageman Jawa Kuno.
Baca SelengkapnyaKekeringan air bersih akibat kemarau di Sumatera Selatan, memakan korban jiwa. Dua orang kakak beradik, tewas saat membersihkan sumur.
Baca SelengkapnyaPria berusia 1 abad ini tak ingin berpangku tangan dan masih ingin bekerja selama dia mampu.
Baca SelengkapnyaSaking berpengaruhnya di masa lalu, makam-makam ini sering diziarahi walau kondisi tidak surut.
Baca SelengkapnyaTemuan itu dibawa ke RS Bhayangkara Polda DIY untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
Baca Selengkapnya