Melihat Sentra Kerajinan Tenun di Kota Ambon, Padukan Motif Peninggalan Leluhur dengan Kreasi Baru
Makin ke sini, bahan baku pembuatan kerajinan itu makin sulit diperoleh sehingga harga produk mereka bertambah mahal
Foto: YouTube Michael Latuheru
Makin ke sini, bahan baku pembuatan kerajinan itu makin sulit diperoleh sehingga harga produk mereka bertambah mahal
Foto: YouTube Michael Latuheru
Desa Tawiri letaknya tak jauh dari Bandara Internasional Pattimura, Ambon. Desa itu sudah sejak lama dikenal sebagai kampung tenun. Di kampung itu, suasana kekeluargaan masih terjaga dan para tetangganya saling mengenal.
Di desa itu, tinggal seorang pria bernama Niko Watumlawar. Di kediamannya, pria yang akrab disapa Om Niko itu mengorganisir sebuah kelompok tenun bernama Ralsasam. Anggotanya ada 15 orang dan masih sekeluarga dengan Om Niko.
Dalam menghasilkan kain tenun, mereka tak hanya menenun motif yang telah diwariskan secara turun-temurun dari leluhur, melainkan juga berkreasi dengan motif dan corak baru. Motif yang paling populer adalah kreasi perpaduan bentuk bunga cengkeh dan anggrek.
Dilansir dari Indonesia.go.id, kain tenun yang diproduksi Ralsasam menggunakan benang pabrik warna.
Tetapi sisi yang menampilkan motif kuno pada bagian tengah kain masih dibuat dengan teknik ikat menggunakan pewarna kimia.
Pewarna alami tak lagi digunakan karena material itu sudah tak tersedia lagi di sekitar mereka.
Bagi warga Kota Ambon, kain tenun punya makna sebagai suatu penegasan identitas kultural ketimbang fungsi-fungsi sakralnya. Kain tenun juga dipakai oleh banyak pejabat dan tokoh penting. Begitu pula dengan nilai estetikanya yang mempermanis penampilan.
Keberadaan perajin industri kerajinan dan wastra tradisional kain tenun semacam Ralsasam tidak luput dari perhatian pemerintah. Mereka terus didukung agar terus tumbuh dan berkembang. Salah satu bantuan yang diberikan pemerintah adalah mesin tenun khusus.
Seiring berjalannya waktu, para perajin tenun tradisional di Ambon dihadapkan pada tantangan di mana bahan baku makin sulit diperoleh. Hal itulah yang diutarakan pemilik Kabeta Craft, Novita, salah seorang perajin tenun di Kota Ambon.
Dilansir dari Rri.co.id, Kabeta Craft merupakan UMKM yang bergerak di bidang kerajinan dan membawa gaya khas Maluku.
UMKM ini berfokus pada produk tas hingga dompet yang setiap desainnya selalu menghadirkan corak warna dari Kepulauan Tanimbar, Maluku.
Namun akhir-akhir ini, Novita mengeluh karena bahan baku pembuatan kerajinan sulit didapat bahkan harganya sangat mahal. Sehingga harga jual produk berdampak ikut mahal.
Produk kerajinan batik kayu di Krebet telah menjangkau pasar nasional maupun internasional
Baca SelengkapnyaDalam selembar batik khas Ciwaringin terdapat perjuangan rakyat melawan penjajahan.
Baca SelengkapnyaKhusus industri minuman, Kemenperin menargetkan penggunaan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) bahan baku menjadi 25 persen.
Baca SelengkapnyaDi balik motif dan warnanya yang indah, terselip misi penyelamatan lingkungan dari sehelai batik tulis khas Bayat, Klaten.
Baca SelengkapnyaMotif tersangka nekat membunuh korban adalah terkait ekonomi dan dendam
Baca SelengkapnyaKasus seorang suami yang tega membunuh istrinya di Kabupaten Pidie, Aceh, dilatar belakangi motif cemburu.
Baca SelengkapnyaPuan Maharani mendapatkan kain ini langsung dari Kalimantan Barat (Kalbar)
Baca SelengkapnyaSejumlah pedagang sembako juga menolak rencana pelarangan penjualan rokok eceran atau ketengan.
Baca SelengkapnyaAda perabot rumah tangga sampai produk fashion berbahan anyaman yang mendunia.
Baca Selengkapnya