Arkeolog meyakini, sebelumnya wilayah ini telah berkembang dan ditinggalkan pada tahun 1600 SM.
Lanskap di salah satu daerah di Hungaria. © The Council of Europe
Arkeolog Temukan Kota Zaman Perunggu yang Luas, Jadi Pusat Budaya Eropa Sekitar 2.600 Tahun Lalu
Sekelompok arkeolog berhasil menemukan bukti masyarakat prasejarah yang sangat kompleks di Eropa Tengah. Mereka meyakini, sebelumnya wilayah ini telah berkembang dan ditinggalkan pada tahun 1600 SM. Dilaporkan dalam sebuah studi baru, masyarakat yang dulunya tinggal di wilayah ini diklaim sebagai masyarakat yang canggih, merupakan salah satu "pusat budaya utama Eropa selatan" dan memiliki "pengaruh skala regional di seluruh benua dan ke Mediterania". Sumber: Vice
Lanskap di salah satu daerah di Hungaria. © The Council of Europe
Cekungan Pannonia merupakan wilayah yang berpusat di Hungaria modern dan beberapa negara Eropa Tengah. Foto: The Council of Europe
Orang lain juga bertanya?
Ribuan tahun lalu, masyarakat era perunggu telah menetap di wilayah ini dengan membangun kehidupan yang kompleks dan berpengaruh selama berabad-abad sebelum secara misterius meninggalkan wilayah ini pada tahun 1600 SM. Foto: Berry Molloy
Lokasi penemuan kota Zaman Perunggu di Hungaria © Berry Molloy
Situs kuno yang telah diperiksa oleh para ahli arkeologi ini menunjukan adanya tanda-tanda depopulasi selama beberapa dekade yang mengarah pada teori "keruntuhan skala regional" dan "akhir yang relatif tiba-tiba" untuk tatanan prasejarah. Foto: Berry Molloy
Situs pemakaman kuno di kota Zaman Perunggu di Hungaria. © Berry Molloy
Namun, makalah yang terbit bulan ini dalam jurnal PLOS One menyatakan, berdasarkan survei jarak jauh dan penggalian “lintasan yang sepenuhnya berlawanan dapat diidentifikasi peningkatan skala, kompleksitas, dan kepadatan dalam sistem pemukiman dan intensifikasi jaringan jarak jauh.” Alih-alih menghilang, orang-orang kuno justru beradaptasi. “Dalam banyak hal, hal ini memberikan adanya mata rantai yang hilang,” kata penulis utama Barry Molloy dari University College Dublin kepada Motherboard melalui email.
“Kita tahu bahwa masyarakat di Eropa pada akhir milenium kedua SM berinteraksi dalam skala kontinental. Kami juga mengetahui bahwa materi dan simbol dari kawasan ini berpengaruh di Eropa, namun kami belum mengidentifikasi masyarakat canggih seperti apa yang akan menjadi pendorong jaringan komunikasi tersebut. Temuan ini mengubah hal tersebut,” tambahnya.
Menggunakan citra satelit dari Google Maps dan Sentinel-2 Badan Antariksa Eropa, serta kerja lapangan pejalan kaki dan penggalian skala kecil, para peneliti melaporlan identifikasi terhadap 100 situs prasejarah baru yang mencakup wilayah seluas 8.000 kilometer persegi. Banyak dari permukiman ini memiliki ukuran yang jauh lebih kecil dibandingkan “megafort” yang telah diidentifikasi sebelumnya.
Para penulis melaporkan bukti bahwa pemukiman kecil tersebut tersebar dari bekas pusat pemukiman yang ditinggalkan, dan mencerminkan pergeseran dari pola pemukiman “intensif ke ekstensif”. Hingga saat ini, sulit untuk memilih lokasi tersebut karena merupakan pemukiman datar dengan parit, bukan benteng yang lebih mudah diidentifikasi. Meskipun perubahan iklim pada kawasan ini mudah dijelaskan, para peneliti berpendapat hal ini adalah “sebuah konteks, bukan sebuah penyebab, bagi transformasi sosial,” dan bahwa “yang runtuh yaitu rezim politik/ideologis, dan partisipasi luas dalam hal ini.”
Meskipun banyak aspek praktik budaya bukanlah hal yang baru teridentikasi dalam penelitian ini, tetapi cara mereka menyesuaikan diri untuk mengungkap masyarakat yang kompleks dan terorganisir dengan baik merupakan suatu hal yang baru. Molloy menjelaskan, salah satu elemen yang menarik adalah masyarakat ini “meremehkan hierarki.” Penggalian tersebut mengungkapkan situs-situs yang lebih besar dari situs lainnya dengan tanda-tanda pengelolaan oleh kelompok yang lebih kecil dan ruang yang tidak dapat dimasuki oleh semua orang pada komunitas kuno tersebut.
“Namun, dalam penguburan yang kami temukan, semua orang diperlakukan setara dan hanya ada sedikit benda bergengsi, seperti logam yang ditempatkan di pemakaman,” kata Molloy. “Jadi secara keseluruhan, kita dapat mengatakan bahwa mereka mempunyai tatanan politik yang kompleks dan dalam praktiknya tidak semua orang dianggap sama, namun pada tingkat ideologis, mereka bertujuan untuk meremehkan pentingnya perpecahan tersebut,” tambahnya.
Selain itu, banyaknya pemukiman di satu wilayah menunjukan bahwa pemukiman tersebut saling terhubung dan “berbagi sumber daya.” Molloy mengatakan bahwa mereka sedang melihat unit politik atau pemerintahan yang mencankup banyak pemukiman berbeda yang pada gilirannya menunjukan entitas yang relatif besar dan tertata dengan baik. Dalam pengerjaannya, hingga saat ini kelompok arkeolog tersebut belum selesai sehingga mereka berencana untuk kembali ke situs-situs Cekungan Pannonia untuk melakukan lebih banyak penggalian di tempat yang mereka yakini merupakan tempat tingggal. Rencananya, mereka akan mempublikasikan lebih banyak data geofisika dan survei serta analisis dari penggalian.
“Kami sering fokus pada pentingnya urbanisme dalam perkembangan kompleksitas di Eropa prasejarah dan awal sejarah. Orang-orang yang membangun situs-situs ini tentu saja sadar akan masyarakat perkotaan kontemporer di selatan, namun mereka memilih cara yang sangat berbeda dalam membangun pemukiman dan mengelola bagaimana pemukiman tersebut berfungsi sebagai landasan bagi unit politik yang lebih besar,” kata arkeolog yang ikut dalam penelitian tersebut. “Hal ini mengingatkan kita bahwa kehidupan manusia penuh dengan berbagai jenis kompleksitas dan meskipun sistem perkotaan mencerminkan dunia kita saat ini sehingga kita dapat lebih mudah mengidentifikasinya, masa lalu penuh dengan cara-cara lain yang dilakukan manusia dalam mempertahankan masyarakat yang padat penduduknya,” tambahnya.