Mengulik Tradisi Ulur-Ulur Asal Tulungagung, Ungkap Rasa Syukur Masyarakat
Upacara ini sebagai wujud dari ungkapan rasa syukur masyarakat terhadap para leluhur.
Upacara ini sebagai wujud dari ungkapan rasa syukur masyarakat terhadap para leluhur.
Tulungagung adalah sebuah kota kecil yang terletak di Provinsi Jawa Timur. Kota ini memiliki berbagai adat istiadat dan kebudayaan. Dinamakan Tulungagung karena daerahnya mempunyai sumber air yang besar. Masyarakat di daerah ini memiliki kepercayaan terhadap para leluhurnya. Salah satu bentuk rasa syukur masyarakat Tulungagung adalah dengan melestarikan tradisi zaman dahulu.
Banyak tradisi yang ada di Tulungagung salah satunya Tradisi Ulur-Ulur. Ulur-Ulur merupakan prosesi pengembalian kesadaran manusia untuk menjaga keseimbangan alamnya dengan cara melakukan prosesi upacara adat istiadat. Upacara ini sebagai wujud dari ungkapan rasa syukur masyarakat terhadap para leluhur.
Foto: Tiktok @apsarissima
Upacara tradisi ini dilaksanakan setiap tahun pada hari tertentu. Sesuai penanggalan Jawa, prosesi ini dilaksanakan setiap Jumat Legi di Bulan Sela. Menurut masyarakat, bulan ini berada di antara Syawal dan Dzulhijjah. Disebut Sela karena bulan ini jeda 2 hari dari hari raya tersebut. (Foto: Pixabay)
Mengutip Jurnal unpkediri.ac.id berjudul “STUDI PELAKSANAAN UPACARA ULUR-ULUR DESA SAWO KECAMATAN CAMPURDARAT KABUPATEN TULUNGAGUNG TAHUN 2018” karya Puthut Indro Wicaksono, Ulur-Ulur merupakan upacara adat yang dilaksanakan oleh masyarakat Tulungangung. Prosesi upacara dilakukan di Telaga Buret, Dusun Buret, Desa Sawo, Kecamatan Campurdarat.
Banyak masyarakat meninggal karena terkena penyakit mematikan. Situasi ini membuat penggawa khawatir. Kemudian para penggawa melakukan semedi agar terbebas dari musibah tersebut.
Suatu ketika, mereka mendapatkan petunjuk agar melakukan upacara sesaji di Telaga Buret untuk menghilangkan musibah tersebut.
Masyarakat mempercayai adanya hal-hal gaib di Telaga Buret. Menurut kepercayaan, Mbah Jigan Jaya merupakan sosok leluhur penunggu Telaga Buret. Oleh karena itu, setiap tahunnya masyarakat mengadakan ritual adat untuk ungkap rasa syukur atas berlimpahnya air dan pengembalian kesadaran manusia. Dalam Ritual Ulur-Ulur, masyarakat melakukan upacara berupa memberikan sesaji kepada para leluhurnya.
Upacara ini sebagai wujud ungkapan rasa syukur masyarakat terhadap Tuhan. Simbol yang muncul adalah kemakmuran dan kesuburan alam (Foto: Pixabay)
© 2023 merdeka.com
• Persiapan Persiapan dilakukan di rumah Kepala Desa Buret yang tempatnya dekat dengan Telaga Buret. Peserta upacara terdiri 3 tim, yaitu jodang (keranjang segi empat berisi makanan dan sesaji), pengantin yang membawa pakaian pengantin penjaga telaga, dan pengiring yang berpakaian adat Jawa. Persiapan lainnya adalah memasang tenda untuk prosesi upacara dan menyediakan panggung untuk kesenian tradisional.
Peserta upacara berangkat dari tempat persiapan ke Telaga Buret. Setelah rombongan sampai, pembawa jodang menuju ke tempat sesaji dan makanan disiapkan di samping sesaji. Pembawa pakaian “penganten” menuju tempat “manten” (berupa 2 buah patung Dewi Sedono dan Joko Sedono).
Hingga saat ini, tradisi ini masih dilestarikan oleh masyarakat Desa Sendang, Semarang
Baca SelengkapnyaTradisi dilakukan pada 14 Rabiul Awal di tempat-tempat keramat yang dianggap suci.
Baca SelengkapnyaTradisi upah-upah biasanya dilengkapi dengan jamuan kecil maupun besar serta doa dan selamat atas tercapainya suatu hal.
Baca SelengkapnyaTarian tradisional Ketuk Tilu yang berasal dari Jawa Barat ini ternyata memiliki makna sangat mendalam.
Baca SelengkapnyaMasyarakat di Desa Margopatut Nganjuk memiliki tradisi Ngalor Ngulon terkait dengan syarat seseorang yang akan menikah.
Baca SelengkapnyaTradisi Toktok masih dilestarikan oleh masyarakat saat musim kemarau.
Baca SelengkapnyaDalam bahasa Jawa, mlumah berarti terlentang dan murep artinya tengkurap.
Baca SelengkapnyaTradisi ini diharapkan dapat membantu anak untuk mengatasi kesulitan dalam hidupnya, terhindar dari rintangan, dapat mandiri dan tanggung jawab.
Baca SelengkapnyaTradisi Menahan Hujan merupakan tradisi yang dilakukan oleh masyarakat di Desa Mulyoagung, Kecamatan Singgahan, Kabupaten Tuban.
Baca Selengkapnya