Wabah Virus Corona Tak Turunkan Permintaan Gas dari China
Merdeka.com - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) memastikan wabah virus corona belum mempengaruhi permintaan gas dari China. Iklim investasi migas pun masih belum terdampak.
Kepala SKK Migas, Dwi Soetjipto mengatakan, pihaknya belum mendapat pembatalan permintaan gas dari China akibat penurunan aktivitas ekonomi yang disebabkan wabah virus corona.
"Belum ada laporan, belum ada, kita belum ada gerakan curtailment (pembatalan pembelian gas)," kata Dwi di Kantor Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Jakarta, Kamis (6/2).
Jika ada pembatalan pembelian gas, maka gas yang sudah dibeli akan dijual kembali di pasar. Sedangkan pembeli yang membatalkan akan dikenakan sanksi take or pay.
Pembatalan pembelian gas juga akan membuat stok menumpuk, sehingga produsen gas terpaksa harus menurunkan produksinya.
"Akhirnya barangkali larinya kepada penurunan produksi atau lifting. Tetapi mereka terikat dengan take or pay," ujarnya.
Dwi melanjutkan, jika terjadi penurunan permintaan dari China akibat wabah virus corona, maka jumlah gas di pasar akan lebih banyak dari permintaan. Kondisi ini membuat harga gas di pasar mengalami penurunan yang berujung pada penurunan investasi pada sektor migas.
"Kalau terjadi penurunan permintaan di China dampaknya terhadap masalah harga. Kalau harga turun kaitannya investasi di oil and gas," tutur Dwi.
Menurut Dwi, saat ini investasi hulu migas belum terpengaruh penyebaran wabah virus corona. Pasalnya, harga minyak dunia masih stabil. "Cuma nanti kalau mengenai harga kalau harga minyak dunia turun itu kan sampai pada level di bawah USD 40 per barel, itu kan pasti berdampak orang berinvestasi," tandasnya.
Pertumbuhan Ekonomi Global Terkoreksi Imbas Virus Corona
Bank Dunia merevisi perkiraan pertumbuhan global akibat virus corona. Koreksi dipicu kekhawatiran epidemi yang terjadi di China dapat mengganggu rantai pasokan global.
Bulan lalu, Bank Dunia memperkirakan adanya kenaikan pertumbuhan global pada tahun ini. Setelah meredanya perang dagang antara AS dan China, yang mengakibatkan penurunan pada 2019.
Namun Presiden Bank Dunia David Malpass memperingatkan bahwa virus yang telah menewaskan ratusan orang di China dan menutup bisnis serta perbatasan dapat mematahkan perkiraan tersebut.
"Ada sedikit perubahan perkiraan untuk setidaknya di awal 2020, sebagian karena China, sebagian karena rantai pasokan," kata Malpass, seperti mengutip laman AFP.
"Banyak barang-barang dari China yang dikirim ke seluruh dunia menggunakan pesawat yang mengangkut penumpang," kata Malpass.
Tetapi karena maskapai di seluruh dunia telah menangguhkan penerbangan ke dan dari China serta beberapa negara tetangga telah menutup perbatasan.
"Anda perlu menyesuaikan rantai pasokan untuk mendapatkan barang agar perekonomian dunia tetap bisa beroperasi" ungkapnya.
Bank Dunia memperkirakan ekonomi dunia akan tumbuh menjadi 2,5 persen tahun ini dari 2,4 persen pada tahun lalu.
Malpass sedang mendiskusikan prospek ekonomi dengan Janet Yellen, mantan ketua Federal Reserve AS, yang setuju virus itu akan mengganggu laju pertumbuhan.
Virus corona tampaknya jelas akan memiliki dampak signifikan setidaknya selama seperempat atau dua, pada China dan memberikan dampak ekonomi yang pasti akan menyerang ekonomi global, kata Yellen.
Pada hari Senin, Bank Dunia mengimbau negara-negara di seluruh dunia untuk memperkuat "sistem pengawasan dan respons kesehatan" mereka, serta mengamati sumber daya dan keahlian apa yang dapat dikontribusikan untuk mengatasi wabah virus corona.
Virus ini telah menewaskan sedikitnya 425 orang di China, lebih banyak dari korban akibat wabah Sindrom Pernafasan Akut Parah (SARS) sebanyak 349 jiwa pada tahun 2002-2003 dan terhitung menewaskan hampir 800 orang di seluruh dunia.
Reporter: Pebrianto
Sumber: Liputan6.com
(mdk/idr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Harga Gas Murah Belum Terserap 100 Persen, SKK Migas Bongkar Penyebabnya
Pertama, ada faktor dari sisi hulu di mana rencana-rencana produksi mengalami kendala operasional.
Baca SelengkapnyaIndonesia Bakal Surplus Gas Hingga 2035, ESDM: Calon Pembeli dari Dalam Negeri Harus Disiapkan
Akibat harga gas bumi murah atau harga gas bumi tertentu (HGBT) kepada tujuh sektor industri tellah berdampak pada berkurangnya penerimaan negara.
Baca SelengkapnyaBerkaca dari China, Nasib Indonesia Jadi Negara Maju atau Tidak Ditentukan 2 Pilpres Selanjutnya
Adapun perhitungan ini didapatnya setelah berkaca dari China, yang butuh waktu 40 tahun untuk jadi negara dengan kekuatan ekonomi besar dunia.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
99 Penyewa di Mal Kota Kasablanka Gunakan Gas Bumi, Apa Untungnya?
PGN terbuka dan mendorong bagi semua sektor usaha untuk menggunakan gas bumi agar manfaatnya dapat dirasakan secara nyata bersama.
Baca SelengkapnyaSejarah 2 Maret: Kasus Pertama Virus Covid-19 di Indonesia
Pada tanggal 2 Maret 2020, Indonesia melaporkan kasus pertama virus Covid-19, menandai awal dari pandemi yang memengaruhi seluruh masyarakat.
Baca SelengkapnyaInsentif Harga Gas Bumi Berpotensi Kurangi Pendapatan Negara hingga Rp15,6 Triliun
Insentif harga gas bumi tertentu (HGBT) untuk 7 sektor industri membuat penerimaan negara turut berkurang hingga Rp15,6 triliun.
Baca SelengkapnyaWamen BUMN Apresiasi Satgas Nataru Pertamina dalam Menjaga Kelancaran Distribusi Energi
Wamen BUMN juga menjelaskan, produksi migas hulu Pertamina saat ini telah mencapai lebih dari 1 juta barrel per hari.
Baca SelengkapnyaPemerintah Waspadai Konflik Timur Tengah Hingga Pelemahan Ekonomi China
Ada beberapa isu yang menjadi perhatian pemerintah di tahun 2024.
Baca SelengkapnyaIndonesia Harus Lebih Tegas Melawan Diskriminasi Perdagangan Global
Indonesia kini menghadapi diskriminasi perdagangan dari banyak negara terkait kebijakan ekspor minyak kelapa sawit.
Baca Selengkapnya