OJK: Perbankan Nasional Stabil di Tengah Ketidakpastian Global dan Kebijakan Trump
Posisi devisa neto (PDN) perbankan berada di level aman.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan bahwa industri perbankan Indonesia masih menunjukkan kinerja yang solid hingga Februari 2025, meskipun terdapat tekanan global akibat kebijakan perdagangan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, serta ketidakpastian ekonomi internasional.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, mengatakan bahwa kenaikan tarif impor AS berdampak pada perdagangan global dan berpotensi mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, termasuk nilai tukar yang fluktuatif.
“Ketidakpastian kebijakan global ini dapat berdampak pada nilai aset dan kewajiban bank. Namun demikian, hingga Februari 2025, posisi devisa neto (PDN) perbankan berada di level aman, yakni 1,55 persen, jauh di bawah ambang batas 20 persen,” ujar Dian dalam pernyataan tertulis, Senin (28/4).
Ia menjelaskan bahwa rendahnya PDN menunjukkan eksposur langsung bank terhadap risiko nilai tukar masih terbatas, sehingga pelemahan rupiah tidak berdampak signifikan terhadap neraca keuangan perbankan. Bahkan, dengan posisi _long_ pada PDN, depresiasi rupiah justru dapat meningkatkan nilai aset dalam bentuk valuta asing yang dimiliki bank.
Kredit valas yang disalurkan perbankan juga mayoritas berbasis kegiatan ekspor, sehingga memiliki _natural hedge_ terhadap fluktuasi kurs. Per Februari 2025, pertumbuhan kredit valas tercatat sebesar 16,30 persen (year-on-year/yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) valas yang sebesar 7,09 persen yoy. Hal ini mendorong rasio Loan to Deposit Ratio (LDR) valas naik menjadi 81,43 persen, dari 74,98 persen pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Dian juga menyampaikan bahwa likuiditas perbankan masih terjaga dengan baik. Rasio Liquidity Coverage Ratio (LCR) berada pada level 210,14 persen dan LDR secara keseluruhan sebesar 87,67 persen. Kredit perbankan tumbuh sebesar 10,30 persen yoy, sedangkan DPK tumbuh 5,75 persen yoy, dengan rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) tetap terjaga di angka 2,22 persen. Sementara itu, permodalan industri tetap kuat, tercermin dari rasio Capital Adequacy Ratio (CAR) yang mencapai 26,98 persen.
Terkait tekanan eksternal, Dian menilai bahwa kebijakan tarif Presiden Trump dan gangguan rantai pasok global memberikan tantangan tersendiri bagi stabilitas ekonomi dunia. Kondisi ini turut memengaruhi persepsi investor terhadap Indonesia, sebagaimana tercermin dalam volatilitas nilai tukar rupiah.
Namun demikian, ia melihat situasi ini sebagai momentum untuk memperkuat koordinasi kebijakan ekonomi, guna menjaga stabilitas makro dan meningkatkan daya saing nasional.
Untuk menghadapi potensi risiko, OJK meminta bank meningkatkan kualitas manajemen risiko, termasuk melakukan pemantauan dan evaluasi portofolio secara intensif. Bank juga diminta menjalankan uji ketahanan dengan berbagai skenario guna mengidentifikasi potensi risiko sejak dini, serta menyiapkan langkah mitigasi yang tepat dan terukur terhadap risiko pasar, kredit, maupun likuiditas.
“Selain itu, strategi pengembangan bisnis juga harus tetap dilakukan secara selektif dan hati-hati,” tutup Dian.