Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

BI yakinkan sebab pelemahan Rupiah bersumber dari Amerika

BI yakinkan sebab pelemahan Rupiah bersumber dari Amerika Rapat kerja bahas RUU APBN 2019. ©2018 Liputan6.com/JohanTallo

Merdeka.com - Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI memanggil jajaran Bank Indonesia (BI) perihal pelemahan tajam Rupiah saat ini. Dalam pertemuan tersebut, Gubernur BI Perry Warjiyo membeberkan kondisi Rupiah terkini.

Perry menjelaskan, Rupiah terdepresiasi atau melemah terhadap Dolar Amerika Serikat disebabkan oleh faktor eksternal. Faktor yang dimaksud adalah kondisi ekonomi global yang tengah bergejolak di mana ekonomi AS menguat dan terus menaikkan suku bunga acuannya sementara negara lain melemah.

Selain itu, perang dagang atau trade war yang terjadi antara AS dan China juga telah memicu pelemahan nilai tukar mata uang negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.

"Pola ekonomi dunia memang didasarkan kuatnya ekonomi AS, sementara negara-negara lain mengalami perlambatan, ini kenapa Dolar AS kuat dan yang lain lemah," kata Perry di ruang rapat Komisi XI DPR RI, Jakarta, Rabu (5/9).

Dalang utama pelemahan Rupiah adalah keagresifan The Fed atau bank sentral AS yang terus menaikkan suku bunga acuannya. Tahun ini The Fed telah menaikkan suku bunga acuannya lebih dari perkiraan pasar yaitu sebanyak 4 kali. Padahal, prediksi awal The Fed hanya akan menaikkan suku bunganya sebanyak tiga kali. Selain itu, US treasury bond juga meningkat semula kisaran 2 persen sekarang sudah menjadi 3 persen.

Hal tersebut otomatis membuat para investor tergoda dan menarik dana mereka di negara-negara berkembang dan memindahkannya ke negeri Paman Sam tersebut. Otomatis persediaan Dolar di negara-negara berkembang menjadi berkurang. "Ini juga semakin dorong investor global pindahkan portofolionya ke AS. Ini faktor-faktor yang sebabkan dolar kuat secara luas," ujarnya.

Selain faktor eksternal, ada juga faktor internal yang turut melemahkan posisi Rupiah terhadap Dolar AS. Yaitu membengkaknya defisit transaksi berjalan atau Current Account Defisit (CAD).

Sebagai informasi, CAD saat ini sudah mencapai 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Data Bank Indonesia (BI) menunjukkan bahwa defisit transaksi berjalan pada kuartal II-2018 tercatat sebesar USD 8 miliar. Angka tersebut meningkat dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu yang hanya sebesar 1,96 persen dan juga lebih besar dibandingkan dengan kuartal I-2018 yang hanya sebesar 2,2 persen dari PDB atau USD 5,5 miliar.

Sementara itu, sepanjang 2017 Indonesia mengalami defisit neraca transaksi berjalan sebesar 1,7 persen dari GDP 2017. Sementara, negara berkembang lainnya yang mengalami defisit, antara lain Argentina defisit 4,8 persen, India defisit 1,9 persen, Brazil defisit 0,48 persen, Filipina defisit 0,8 persen, Turki defisit 5,5 persen, dan Afrika Selatan defisit 2,5 persen.

Jika CAD membengkak, otomatis kebutuhan akan valuta asing (valas) akan meningkat di mana hal tersebut bisa semakin membuat Rupiah terkapar di pasar. "Makanya fokus kita tangani adalah kondisi CAD, ini yang harus menjadi fokusnya."

Sebagai otoritas moneter RI, BI juga tidak berpangkau tangan saja. Dalam kondisi saat ini BI sudah meningkatkan intensitas intervensi pasarnya. Perry mengungkapkan, terhitung hingga saat ini BI telah mengeluarkan dana sebanyak Rp 11,9 triliun.

"Kalau kita lihat, Kamis, Jumat, Senin, kita juga sudah lakukan, Kamis sudah Rp 3 triliun, Jumat Rp 4,1 triliun, Senin Rp 3 triliun, kemarin Rp 1,8 triliun," ungkapnya.

(mdk/bim)
ATAU
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Gubernur BI Beberkan Penyebab Menguatnya Nilai Tukar Dolar AS, Buat Rupiah Tak Berdaya
Gubernur BI Beberkan Penyebab Menguatnya Nilai Tukar Dolar AS, Buat Rupiah Tak Berdaya

Hal itu tercermin pada yield US Treasury yang meningkat sejalan dengan premi risiko jangka panjang dan inflasi yang masih di atas prakiraan pasar.

Baca Selengkapnya
Bank Indonesia Kembali Tahan Suku Bunga Acuan, Ternyata Ini Alasannya
Bank Indonesia Kembali Tahan Suku Bunga Acuan, Ternyata Ini Alasannya

Perry mengatakan, keputusan mempertahankan suku bunga acuan ini untuk penguatan stabilisasi nilai tukar Rupiah dari dampak tingginya ketidakpastian global.

Baca Selengkapnya
Kondisi Ekonomi 2024 Masih Suram, Sri Mulyani Bongkar Penyebabnya
Kondisi Ekonomi 2024 Masih Suram, Sri Mulyani Bongkar Penyebabnya

Walau begitu, perekonomian Indonesia masih mencatatkan pertumbuhan di angka 5,05 persen.

Baca Selengkapnya
Kamu sudah membaca beberapa halaman,Berikut rekomendasi
video untuk kamu.
SWIPE UP
Untuk melanjutkan membaca.
ADB Ingatkan Kenaikan Harga Beras Bisa Ganggu Perekonomian di Asia-Pasifik
ADB Ingatkan Kenaikan Harga Beras Bisa Ganggu Perekonomian di Asia-Pasifik

ADB mengingatkan kenaikan harga beras bisa mengganggu perekonomian Asia-Pasifik yang diramal mampu tumbuh 4,9 persen di 2024.

Baca Selengkapnya
BI Prediksi Ekonomi Dunia Tumbuh Melambat di 2024, Bagaimana dengan Indonesia?
BI Prediksi Ekonomi Dunia Tumbuh Melambat di 2024, Bagaimana dengan Indonesia?

Pasar keuangan yang tidak pasti diprediksi bisa memperlambat ekonomi dunia.

Baca Selengkapnya
Data BPS: Ekonomi Indonesia Salip AS dan Jepang, Tapi Keok dari China dan India
Data BPS: Ekonomi Indonesia Salip AS dan Jepang, Tapi Keok dari China dan India

Pertumbuhan ekonomi Indonesia tersebut relatif lebih baik dibandingkan sejumlah negara mitra dagang seperti Amerika Serikat dan Jepang.

Baca Selengkapnya
Jepang dan Inggris Masuk Jurang Resesi, Ternyata Begini Dampaknya ke Ekonomi Dunia
Jepang dan Inggris Masuk Jurang Resesi, Ternyata Begini Dampaknya ke Ekonomi Dunia

Padahal, Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia lebih baik dari proyeksi semula.

Baca Selengkapnya
Sri Mulyani Sebut Ekonomi Makin Melemah: Amerika Kuat, China Terlilit Utang
Sri Mulyani Sebut Ekonomi Makin Melemah: Amerika Kuat, China Terlilit Utang

Bank Dunia memprediksi ekonomi global dari tahun ke tahun terus mengalami penurunan.

Baca Selengkapnya
Rupiah Lebih Perkasa dari Ringgit Malaysia dan Baht Thailand, Ini Buktinya
Rupiah Lebih Perkasa dari Ringgit Malaysia dan Baht Thailand, Ini Buktinya

Gubernur BI, Perry Warjiyo mengakui nilai tukar Rupiah masih tertekan oleh dolar AS.

Baca Selengkapnya