Gubernur Papua Lukas Enembe mengatakan, korban tewas akibat kericuhan yang mencuat dalam aksi demo anarkis di Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua, pada 23 September 2019, bertambah menjadi 30 orang.

Berawal dari isu itulah, muncul informasi di masyarakat dan dikembangkan. Seolah-olah ada guru bersikap rasisme, mengatakan kata-kata tidak pantas yang melukai hati, padahal belum tentu benar.

"Untuk membranding pelanggaran HAM di Papua, kemudian diangkat oleh negara lain pada Majelis Umum PBB. Kami garisbawahi, tidak semua warga Papua jaringan Benny, jaringan dia hanya kelompok kecil," jelas dia.

Kapolri Jenderal Tito Karnavian menyebut Komite Nasional Papua Barat (KNPB) berada di belakang demo berujung ricu di Wamena, Papua. Mereka sengaja menciptakan kejadian tersebut agar aparat dianggap melakukan pelanggaran hak asasi manusia (HAM).

Jumlah korban tewas kerusuhan di Wamena, Papua, bertambah menjadi 23 orang. Jumlah korban luka-luka sebanyak 77 orang.

Wamena Sudah Kondusif, Bangunan Rusak dan Terbakar Segera Diperbaiki. Wiranto juga menyayangkan insiden tersebut menelan korban jiwa. Korban yang luka pun telah dirawat dengan baik.

"Para korban tidak akan dirawat di satu rumah sakit mengingat jumlahnya akan bertambah. Tercatat 44 orang akan dievakuasi dan dirawat di berbagai rumah sakit yang ada di sekitar Jayapura dan Sentani," kata dr. Sumule.

Polri Sebut Kelompok KNPB Nyamar Pakai Seragam SMA Buat Kerusuhan di Wamena. Kondisi awal terjadinya kerusuhan di Wamena dipicu saat pelajar SMA PGRI bersama gabungan masyarakat sekitar 200 orang, menggeruduk sekolah Yayasan Yapis. Mereka termakan isu hoaks rasisme.

Kepolisian meminta masyarakat tidak mudah terprovokasi atas isu-isu yang tidak bisa dipertanggungjawabkan.

80 Mobil, 30 Motor, 150 Rumah dan Toko Rusak Akibat Kerusuhan di Wamena. Kerugian Materiil tercatat kerusakan mobil 80 unit, motor 30 unit, rumah dan toko 150 unit. Kemudian kantor pemerintah ada lima bangunan yang dirusak, yakni Kantor Bupati, Kantor PLN, Kantor Kejaksaan, Kantor Urusan Agama (KUA) dan Kantor BLH.

Ribuan masyarakat di Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua, mengungsi ke markas polisi dan TNI sejak Senin, 23 September 2019. Mereka mengungsi karena kerusuhan anarkis yang terjadi di kota tersebut.

Kapolda Papua Irjen Pol Rudolf A Rodja menyebutkan bahwa aksi demonstrasi di Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua, karena isu hoaks atau berita yang tidak benar.

Situasi sekarang sudah kondusif. Tapi masih aparat keamanan bersiaga.

"KNPB itu langsung memiliki pemain lapangan, AMP (Aliansi Mahasiswa Papua). Nah AMP inilah yang digunakan untuk memprovokasi masyarakat maupun mahasiwa Universitas Cendrawasih," jelas dia.

"Satu sudah dibawa keluarga. 16 masih di ruang jenazah RSUD," kata Candra

Warga yang mengungsi bukan saja pendatang tetapi juga masyarakat asli Papua.

Wamena dan Jayapura, Papua kembali memanas pasca aksi massa yang dilakukan ratusan orang, Senin (23/9). Akibat aksi ini, bahkan 16 warga sipil dilaporkan meninggal dunia, 1 personel TNI juga gugur.

Kerusuhan di Wamena berujung tewasnya 16 warga sipil, Senin (23/9). Hal itu diungkap oleh Kapendam Cendrawasih, Letkol Cpl Eko Daryanto. "Sementara data yang kita dapat seperti itu (16 tewas), kita masih cek di lapangan kebenarannya sedang kita cek," kata Eko saat dihubungi merdeka.com.