Hakim meminta Chuck Putranto berbicara jujur terkait penerimaan DVR CCTV di Kompleks Duren Tiga, rumah dinas Ferdy Sambo. Chuck menerima itu dari Irfan Widyanto. Dalam sidang Chuck mengaku berinisatif meminta DVR CCTV itu diserahkan kepadanya. Sedangkan hakim berkeyakinan ada atasan yang memerintahkan hal tersebut.

Namun, Chuck mengaku saat pertama kali menonton rekaman CCTV, ia belum menyadari akan kehadiran Brigadir J.

Kompol Chuck Putranto mengungkapkan kekecewaannya di depan Ferdy Sambo. Chuck kini berstatus terdakwa kasus obstruction of justice dalam pembunuhan Brigadir J atau Yosua Hutabarat. Mendengar pernyataan Chuck, Sambo secara terbuka mengakui kesalahannya. Dia mengaku telah meminta maaf.

Hari ini persidangan kasus pembunuhan berencana Brigadir J dengan terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi menghadirkan ahli meringankan. Usai persidangan tim jaksa dan pengacara terdakwa mengajukan permintaan tak terduga.

"Saudara Irfan lewat, saya tanyakan mau kemana adik asuh (Irfan). 'Mau amankan CCTV bang'. 'Oh nanti kalau sudah selesai dititipkan ke saya'," lanjut Chuck seraya tirukan percakapan dengan Irfan.

Menurut mantan Wakaden B Biro Paminal Divpropam Polri, Arif Rachman Arifin, sosok Sambo ditakuti karena memiliki sederet atas jabatannya. Seorang Kadiv Propam Polri diyakini sebagai menentukan nasib anggota Polri.

Mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo mengungkap, sikap tak biasa yang diperlihatkan Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J sebelum insiden penembakan pada Jumat (8/7) lalu.

Karena kondisi itu, Hakim bertanya mengapa Arif Rachman bingung melihat respons Ferdy Sambo usai diberitahu ada rekaman CCTV yang menunjukkan Yosua masih hidup. Namun Arif malah menjawab 'siap'.

Selanjutnya dijawab saksi ahli pidana bahwa pertanyaan pengacara berbeda konteks. "Itu beda lagi pak. Itu (Pasal) 56. Sekarang lagi bahas (pasal) 55," jawab saksi ahli.

Arman Hanis, selaku tim penasihat hukum keduanya menyebut dua saksi meringankan yang akan dihadirkan yakni ahli psikologi dan ahli hukum pidana.

Mereka yang pernah diperiksa psikologisnya yakni, 30 orang berstatus saksi, Putri Candrawathi yang saat itu terduga korban serta Ferdy Sambo, Bripka Ricky Rizal, Bharada Eliezer dan Kuat Ma'ruf.

Reni membeberkan Kuat Ma'ruf memiliki kecerdasan yang tergolong di bawah rata-rata dibanding populasi orang seusia.

Ahli psikologi forensik sekaligus Ketua Asosiasi Psikologi Forensik Indonesia (Apsifor), Reni Kusumowardhani, sempat meminta maaf kepada terdakwa Kuat Maruf. Permohonan maaf dia sampaikan karena harus membacakan kesimpulan tes yang menunjukkan kecerdasan di bawah rata-rata.

Selain memiliki kecerdasan di atas rata, lanjut Reni, Ferdy Sambo juga memiliki pola pikir cenderung ke arah praktis daripada teoritis dalam menyelesaikan baik tugas maupun pekerjaan.

Dalam sidang, Heri sempat meminta izin kepada majelis hakim agar persidangan yang digelar pada hari ini dilakukan secara tertutup. Hal ini dikatakan JPU karena ada beberapa materi yang dianggap saksi tidak boleh diketahui secara umum.

Sidang Pembunuhan berencana Brigadir J, menghadirkan saksi ahli digital forensik, Senin (19/12). Dalam kesaksiannya, terungkap percakapan via WhatsApp antara Ferdy Sambo dan Bharada E.

Perwira polisi berpangkat Ajun Komisaris Polisi (AKP) ini menjelaskan, grup WhatsApp tersebut dibuat pada 11 Juli 2022 dengan admin atau pembuat grup yakni Bripka Ricky Rizal Wibowo alias Bripka RR.

Putri mengaku saat kejadian penembakan terhadap Brigadir J dirinya sedang berada di dalam kamar. "Karena saya sedang berada di dalam kamar tertutup dan sedang beristirahat," kata dia.