Sosok Melanchton Siregar, Guru Batak yang Dapat Pangkat Kolonel Tituler
Melanchton Siregar resmi menerima gelar Kolonel Tituler pada tahun 1947.
Melanchton Siregar resmi menerima gelar Kolonel Tituler pada tahun 1947.
Letnan Kolonel Tituler merupakan pangkat atau gelar kehormatan militer yang diperoleh tanpa melaksanakan tugas jabatan sesuai dengan gelarnya. Teranyar, pangkat ini diberikan kepada Deddy Corbuzier pada Desember 2022 lalu.
Pangkat ini juga pernah didapatkan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Pakubuwana X dan XII, serta tokoh-tokoh berpengaruh lainnya. Dari sekian banyak tokoh yang meraih pangkat Tituler, ada satu nama yang menarik diulas sosoknya.
Ia adalah Melanchton Siregar, seorang pengajar dari Tanah Batak yang mengajak elemen masyarakat untuk perang gerilya pada saat Agresi Militer Belanda. Semangat perjuangannya yang membara ini membuat Melanchton mendapatkan gelar Kolonel Tituler pada tahun 1947.
Nama Melanchton sendiri tentu tak asing di Pematang Siantar karena namanya kini telah menjadi nama sebuah ruas jalan di sana. Lantas, seperti apa profil Melanchton Siregar? Simak ulasannya berikut ini.
Melanchton Siregar lahir pada 7 Agustus 1912 dari pasangan Julianus Siregar dan Abina Boru Siburian. Kehadirannya di keluarga ini disambut antusias oleh kedua orang tuanya.
Menjadi cucu pertama dari kakek neneknya, ia kemudian diberi nama Tio Pantang yang mengandung makna dan harapan agar hidupnya bersih dan menghindari semua hal yang terlarang dan ternoda.
Saat remaja, Melanchton sempat menempuh pendidikan di Bandung, Jawa Barat tepatnya di Hoofdacte Cursus atau sekarang dikenal dengan D3 pada tahun 1938.
Usai dirinya menamatkan pendidikannya, Melanchton memutuskan kembali ke Tapanuli dan berkerja sebagai guru di sana.
Melansir dari kanal Youtube Batak Storypedia, Melanchton merupakan sosok pendiri dari Partai Kristen Indonesia di Sumatra Utara. Partai ini tersebar di beberapa daerah yang masyarakatnya beragama kristen.
Kemudian setelah kemerdekaan Indonesia, ia mendirikan Partai Politik Kaum Kristen atau PPKK di Pematang Siantar bersama tokoh-tokoh agama Kristen. Pada 5 Desember 1945 PARKI bersama Partai Kristen di Jawa kemudian bergabung dan lahirlah Partai Kristen Indonesia atau Parkindo.
Pada tahun 1946, Melanchton ditunjuk menjadi Ketua Umum Parkindo di Sumatra Utara. Ketika dirinya menjabat, terjadi Agresi Militer yang mengakibatkan masyarakat Medan mengungsi ke Pematang Siantar.
Pada masa Agresi Militer tersebut, Melanchton menghimpun sebuah kelompok perjuangan melawan penjajah yang bernama Divisi Panah. Ia merupakan pendiri sekaligus menjabat sebagai Panglima.
Seluruh senjata yang dipergunakan mereka dapatkan dengan usaha sendiri atau berasal dari hasil rampasan perang.
Hebatnya lagi, seluruh logistik yang diperlukan selama perang pun dihasilkan secara swadaya dari usaha perkebunan milik kader Parkindo.
Meski kekuatan pasukannya tidaklah besar, Divisi Panah ini sempat terjun ke medan perang saat terjadinya pertempuran Medan Area.
Tahun 1947, Belanda mulai menduduki wilayah Pematang Siantar dan Divisi Panah berjuang habis-habisan melawan Belanda.
Setelah berjuang habis-habisan melawan Belanda, Melanchton melarikan diri ke Tapanuli.
Di sana ia masih dalam suasana berkabung setelah istrinya meninggal dunia. Melanchton lantas ditunjuk menjadi anggota Dewan Pertahanan Sumatra.
Dengan menerima jabatan tersebut, Melanchton ikut mendampingi rombongan Wakil Presiden Mohammad Hatta ketika di Bukittinggi.
Kemudian ia juga pernah diangkat menjadi Staf Ahli Gubernur Militer Tapanuli dan Sumatera Timur.
Melanchton Siregar resmi menerima gelar Kolonel Tituler pada tahun 1947.
Dua sosok Jenderal TNI bintang lima ini ternyata pernah jadi atasan dan bawahan. Simak karier keduanya hingga mampu meraih penghargaan tertinggi militer.
Baca SelengkapnyaAlih-alih adanya PRRI membuat riuh keadaan pemerintah Indonesia khususnya di wilayah Sumatera, peran kolonel ini justru bersikap sebaliknya.
Baca SelengkapnyaIa lahir dari keluarga ulama besar Minangkabau yang terjun di dunia kemiliteran hingga menjabat sebagai menteri di era PRRI.
Baca SelengkapnyaBerikut sosok gagah Nur Alamsyah anak eks Wakapolri yang kini bakal menjadi penerus Sang Jenderal.
Baca SelengkapnyaSimak pesan penting dari sesepuh Persit istri eks Panglima ABRI. Ingatkan soal kesederhanaan.
Baca SelengkapnyaUlama ini datang ke Tuban jauh sebelum era Wali Songo
Baca SelengkapnyaKim juga merupakan kapitan Tionghoa pertama di Tarutung. Ia menjabat pada 1916 - 1933.
Baca SelengkapnyaBukan berseragam loreng, sosoknya justru tampil dalam pakaian sipil.
Baca SelengkapnyaSosok pria berpangkat Brigadir Jendera TNI ini memberikan dampak yang besar bagi Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara.
Baca Selengkapnya