Kasus SKL BLBI, KPK diminta lebih terbuka
Merdeka.com - Pakar hukum pidana Suparji Ahmad meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lebih terbuka terhadap kelanjutan penyidikan kasus Surat Keterangan Luas (SKL) terhadap obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Termasuk kendala-kendala yang dialami dalam proses penyidikan tersebut.
Suparji mengatakan, keterbukaan informasi penting dilakukan agar tidak menimbulkan kecurigaan publik terhadap penanganan yang ditangani komisi anti-rasuah tersebut.
"Sampai sejauh ini memang masyarakat menunggu. Sangat lambat progress report-nya dalam menangani BLBI dan kita tidak mendapatkan kejelasan secara komprehensif. Ini sebetulnya budaya yang tidak baik dalam konteks penegakan hukum," ujar Suparji usai melakukan diskusi, Jakarta Pusat, Sabtu (23/12).
Apalagi, imbuh Suparji, telah ada kerjasama internasional antara KPK dengan sejumlah negara dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. Meski diakuinya, kerjasama tersebut masih terbatas dilakukan.
Hanya saja, Suparji mengatakan keterbatasan tersebut tidak menjadi alasan lambanya penanganan perkara yang melibatkan luar negeri, baik saksi ataupun pihak terkait yang saat ini berada di luar negeri.
"Tidak boleh berhenti dengan alasan misalnya sudah di luar negeri. Kan faktanya dulu ada orang di luar negeri bisa ditarik lagi ke Indonesia kan," ujarnya.
Di sisi lain, KPK intens memeriksa sejumlah saksi berkaitan dengan kasus penerbitan SKL oleh mantan kepala Badan Penyehatan Bank Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung. Seperti pengacara Todung Mulya Lubis, mantan Menteri Koordinator Keuangan Kwik Kian Gie, pengusaha sekaligus mantan terpidana penyuap jaksa Urip, Artalyta Suryani.
Juru bicara KPK, Febri Diansyah mengatakan penyidik KPK intens memanggil sejumlah saksi untuk dimintai keterangannya terkait SKL yang diduga merugikan negara Rp 3,7 triliun itu.
Syafruddin kala itu sebagai Kepala BPPN menerbitkan SKL terhadap obligor BLBI, Sjamsul Nursalim, pemegang saham Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI). Sjamsul diwajibkan membayar pengembalian utang sekitar Rp 4,8 triliun namun dalam realisasinya dia hanya membayar Rp 1,1 triliun dan masih tersisa Rp 3,7 triliun belum dibayar.
Sekitar tahun 2002, Syafruddin pun menerbitkan SKL terhadap Sjamsul meski kewajiban pembayaran belum terpenuhi. Jumlah Rp 3,7 triliun lah yang dianggap KPK sebagai kerugian negara.
Atas perbuatannya, Syafruddin disangkakan telah melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
(mdk/did)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali atau Gus Muhdlor menyatakan menghormati langkah (KPK menetapkan dirinya sebagai tersangka korupsi.
Baca SelengkapnyaAS ditahan 20 hari pertama terhitung tanggal 23 Februari 2024 sampai dengan 13 Maret 2024 di Rutan KPK.
Baca SelengkapnyaArief Prasetyo meminta penjadwalan ulang. Ali menjamin, KPK akan menginformasikan jadwal pemeriksaan berikutnya.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
KPK sempat mencari keberadaan Bupati Sidoarjo, Ahmad Muhdlor Ali, tapi tidak ditemukan. Sehingga yang dibawa hanya Kasubag Umum dan Kepegawaian BPPD.
Baca SelengkapnyaAkulaku diminta meningkatkan tata kelola perusahaan yang baik dan pelaksanaan manajemen risiko dalam menjalankan kegiatan usaha BNPL.
Baca SelengkapnyaDalam kasus ini, KPK telah menetapkan Kasubag Umum dan Kepegawaian BPPD Siska Wati sebagai tersangka korupsi pemotongan dana insentif ASN Sidoarjo
Baca SelengkapnyaKeterangan mereka dibutuhkan penyidik KPK untuk mengetahui aliran uang distribusi itu ke para tersangka.
Baca SelengkapnyaPolda Bali mengatakan, terkait dugaan korupsi masih didalami kebenarannya karena hal itu baru sebatas laporan.
Baca SelengkapnyaKetika penyidik merasa telah terpenuhi alat bukti, maka tentu kedua penyelenggara negara itu akan ditetapkan sebagai tersangka.
Baca Selengkapnya